Program Kontra Terorisme Hanya Kedok


529

Program Kontra Terorisme Hanya Kedok

Oleh: Ndaru Anugerah

Apa yang terbesit di kepala anda saat mendengar program kontra terorisme yang dibesut AS? Hanya guyonan semata, bukan? Sebab bagaimana mungkin aksi terorisme bisa diberantas sampai ke akarnya, kalo yang buat teror adalah mereka juga? (baca disini dan disini)

Singkatnya, AS sengaja menggelar program kontra terorisme, bukan untuk tujuan memberangus terorisme, tapi justru memberi ruang kepada terorisme agar bisa tetap hidup. Dengan adanya bahaya ‘terorisme’, bukankah Military Industrial Complex (MIC) dapat terus eksis karena ada proyek perang? (baca disini)

Jadi jangan aneh jika AS terus mengajak para pejabat militer di banyak negara untuk ikutan program menanggulangi terorisme, karena kalo programnya nggak digelar, otomatis MIC akan gulung tikar karena terorisme sebagai ‘common enemy’ sudah nggak ada lagi.

Berbekal tujuan mulia tersebut, program kontra terorisme terus menerus digelar. Yah, namanya juga proyek dengan dana menggiurkan. Siapa juga yang nggak tertarik?

Salah satu kawasan yang rawan menjadi incaran AS karena ada proyek strategis Ndoro besar disana, adalah Benua Hitam alias Afrika. Lewat AFRICOM, AS berencana menggelar pelatihan operasi khusus bagi para pemimpin militer di Afrika, dengan dalih memberantas terorisme.

Tahun ini, AFRICOM kembali menggelar program pelatihan khusus para pemegang bedil guna memberantas kaum jihadis yang diberi nama operasi: Flintlock. (https://www.africom.mil/pressrelease/34268/flintlock-2022-begins-next-week-in-cote-divoire)

Sungguh upaya yang ‘mulia’.

Memangnya pelatihan kontra teror tersebut, mau benar-benar memberantas terorisme?

Saya katakan berkali-kali: itu hanya dalih saja.

Saya pernah buat ulasan pada Mei 2020 silam, tentang FMT alias Foreign Military Training yang digelar AS. Program ini dgelar dengan tujuan mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan HAM di kalangan militer. (baca disini)

Baca judulnya saja sudah konyol. Mana ada ceritanya nilai demokrasi dan HAM bisa terwujud dari popor senapan?

Wajar jika kemudian program ini kontra produktif, karena bukan demokrasi dan HAM yang tercipta, malahan para serdadu yang ikutan program ini justru melakukan aksi kudeta terhadap pemerintahan yang sah.

Kapten Amadou Sanogo adalah salah satu alumni-nya yang sukses melakukan kudeta di Mali pada 2012 silam. (https://www.washingtonpost.com/world/national-security/leader-of-mali-military-coup-trained-in-us/2012/03/23/gIQAS7Q6WS_story.html)

Kemudian ada nama Jenderal Abdel Fattah el-Sisi yang juga sukses menggelar kudeta militer di Mesir di tahun 2013 silam. Coba anda telusuri, siapa sosok el-Sisi yang nggak lain adalah produk sekolah militer asing yang dibuat oleh AS. (https://www.politico.com/magazine/story/2014/02/el-sisi-egypt-dictator-103628)

Masih banyak contoh lainnya, yang nggak mungkin juga saya sebutkan satu persatu. Point-nya adalah program Foreign Military Training yang dipromosikan AS, malah memberi lampu hijau bagi para serdadi binaannya, untuk melakukan aksi kudeta.

Ini selarass dengan temuan Caverley dan Savage yang mengatakan bahwa ada sekitar 275 kudeta yang didukung militer yang terjadi diseluruh dunia antara 1970-2009, dimana kudeta tersebut sangat terkait dengan pelatihan militer yang disediakan AS tersebut. (https://www.npr.org/2012/03/29/149605074/foreign-policy-trained-in-the-u-s-a)

Hal yang sama juga terjadi di Afrika yang belakangan melakukan program pelatihan militer sejenis dalam menanggulangi para jihadis.

Ambil contoh Letkol Paul Henri Sandaogo Damiba yang berhasil melakukan aksi kudeta di Burkina Faso pada Januari silam. Setelah ditelusuri, ternyata sang letkol merupakan alumni sekolah pimpinan militer AS.

Jadi bukan jihadis yang diperangi Letkol Damiba, tapi pemerintahan yang sah di Burkina Faso yang dipimpin oleh Presiden Roch Marc Christian Kabore. (https://theintercept.com/2022/01/26/burkina-faso-coup-us-military/)

Aksi yang dibuat oleh alumni sekolah militer asing besutan AS di Afrika tidak hanya terjadi di Burkina Faso. Ada juga nama lain yang merupakan komplotan kudeta, seperti Kolonel Assimi Goita, yang telah melancarkan kudeta di Mali pada 2021 silam. (https://www.bbc.com/news/world-africa-57290761)

Apakah sosok Kolonel Goita juga merupakan produk sekolah militer asing yang dibesut AS di Afrika?

Tentu saja. Anda bisa lihat rekam jejaknya. Menjadi wajar jika Kol. Goita sukses melakukan 2 kali aksi kudeta di Mali. (https://www.washingtonpost.com/world/asia_pacific/mali-coup-leader-was-trained-by-us-special-operations-forces/2020/08/21/33153fbe-e31c-11ea-82d8-5e55d47e90ca_story.html)

Apa yang bisa disimpulkan?

Bahwa sekolah militer asing yang dibesut AS di Afrika, apapun dalihnya (baik mempromosikan nilai demokrasi dan HAM ataupun memberantas terorisme) itu nggak akan berjalan sesuai dengan yang telah dipromosikan. Justru malah sebaliknya.

Kudeta-lah yang jadi incaran sesungguhnya.

Jadi, kalo sekarang AS kembali mempromosikan sekolah militer asing di Benua Hitam melalui tangan AFRICOM, apa tujuan sebenarnya, anda bisa tarik kesimpulan sendiri, bukan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!