Menyoal Efektivitas Vaksin Kopit Untuk Anak (*Bagian 2)


548

Menyoal Efektivitas Vaksin Kopit Untuk Anak (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan saya sudah mengulas tentang data NNTV (Number Needed to Vaccinate) yang tidak diungkapkan oleh Pfizer terhadap vaksin yang dihasilkannya.

Dan ini jadi menyulitkan untuk kita mengetahui efektivitas vaksin, secara khusus bagi anak-anak usia 5-11 tahun di AS yang rencananya akan menerima vaksin tersebut. Padahal dalam dunia pervaksinan, analisis risiko-manfaat yang salah satunya didapat dari nilai NNTV, harus diketahui publik. (baca disini)

Bagaimana vaksin Pfizer bisa mendapatkan ijin edar dari FDA?

Karena adanya rekomendasi yang diberikan oleh ‘pakarnya’.

Dialah Prof. Eric Rubin yang merupakan ahli imunologi dari Harvard TH Chan School of Public Health yang memberikan ‘restunya’ atas vaksin tersebut untuk digunakan pada anak-anak usia 5-11 tahun.

“Data menunjukkan bahwa vaksin bekerja dan cukup aman,” begitu ungkap Prof. Rubin.

Tapi pada bagian lain Prof. Rubin bilang, “…efek (samping) yang belum bisa kita ukur, tapi itu mungkin juga ada.”

Apa maksudnya kalimat terakhir? Bukankah itu menyiratkan bahwa vaksinnya bakal membawa efek samping yang nggak bisa diprediksi? Kalo begitu adanya, bagaimana bisa dikatakan bahwa vaksinnya aman?

The best is yet to come, karena Prof. Rubin kemudian mengatakan, “Kita tidak akan pernah belajar tentang seberapa aman vaksin ini, kecuali kita mulai memberikannya. Hanya dengan (melakukan) ini maka kita akan tahu.”

Apakah vaksin ini harus diujicobakan dulu kepada anak-anak, agar kita tahu vaksinnya aman atau nggak, gitu? Kalo sang ‘pakar’ aja nggak yakin akan keamanan vaksin, ngapain maksa diri untuk menggunakan vaksinnya? (https://www.theblaze.com/news/doctor-fda-panel-covid-vaccine-effects-in-children)

Lagi pula, sebuah riset yang dilakukan oleh Johns Hopkins University menyatakan risiko penyakit parah atau kematian akibat Kopit dalam penelitian terhadap 48.000 anak, pada dasarnya nol jika tidak ada risiko morbiditas lain seperti: leukemia, diabetes atau asma.

Selain itu, penelitian menyatakan bahwa risiko menginfeksi anak lainnya, juga sangat rendah. (https://www.wsj.com/articles/cdc-covid-19-coronavirus-vaccine-side-effects-hospitalization-kids-11626706868)

Dengan semua data tersebut, kita jadi bertanya-tanya: mengapa vaksinasi Pfizer pada anak sangat diperlukan mengingat risiko pada anak sangatlah kecil, serta tidak ada juga risiko penularan pada anak (karena relatif sangat kecil)? (https://childrenshealthdefense.org/defender/fda-endorses-pfizer-covid-vaccine-children/)

Sekarang kita kembali ke pokok masalah.

Bisa dikatakan Pfizer gagal dalam memberikan data tentang risiko-manfaat bagi anak-anak usia 5-11 tahun, yang akan menerima vaksinnya.

Ini patut menjadi tekanan, karena yang diklaim vaksin oleh Pfizer, nyatanya bukanlah vaksin karena dikembangkan bukan dari virus yang dilemahkan. Dengan teknologi baru yang belum ada sebelumnya, mungkinkah ‘vaksin’ ini sukses dengan gemilang begitu langsung dipakai? (baca disini dan disini)

Mungkin karena FDA banyak mendapat cecaran perihal tidak merilis data NNTV, akhirnya CDC buka suara soal ini. Pada 2 November silam, CDC menyatakan bahwa NNTV ada, dan itu cukup kecil.

Berbicara pada publik, Dr. Sara Oliver sebagai pejabat CDC mengatakan, “Angka NNTV vaksin Pfizer untuk dapat mencegah kasus adalah 9.” (https://www.cdc.gov/vaccines/acip/meetings/downloads/slides-2021-11-2-3/08-COVID-Oliver-508.pdf)

Klaim yang diberikan CDC jelas timpang, karena perkiraan terbaik batas bawah NNTV adalah 88 menurut penelitian Dr. Ronald Brown. (https://www.mdpi.com/1648-9144/57/3/199/htm)

Sementara perkiraan terbaik lainnya, bahkan mencapai 256 pada British Medical Journal. (https://www.bmj.com/content/371/bmj.m4347/rr-4)

Selanjutnya, Dr. Oliver mengklaim angka NNTV untuk mencegah seorang anak dirawat di rumkit adalah 8.187.

Ini jelas abrakadabra, mengingat angka NNTV didapat dari 1 dibagi angka Absolute Risk Reduction. Karena nggak ada anak yang dirawat di rumkit selama ujicoba baik itu kelompok pengobatan maupun placebo, maka otomatis penyebutnya adalah nol.

Kalo 1 dibagi nol, maka hasilnya tidak terdefinisi dan bukan 8.187. Itu angka darimana asalnya?

Dengan ini semua, kita bisa ambil kesimpulan: “Bukankah ini hanya akal-akalan semata agar vaksin Pfizer untuk anak-anak usia 5-11 tahun bisa digunakan?”

Menjadi masuk akan kalo kemudian CDC merilis hasil NNTV pada saat last minute, karena mereka nggak siap akan cecaran publik.

Merujuk pada hal tersebut, bersediakah anak anda disuntik vaksin Pfizer jika kelak vaksin tersebut akan diberikan pada buah hati tercinta?

Hidup itu pilihan, bukan?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!