Mengeksekusi Skenario Krisis Pangan (*Bagian 2)


540

Mengeksekusi Skenario Krisis Pangan (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan kita telah mengulas bagaimana krisis di Ukraina yang dijadikan dalih bagi terciptanya krisis pangan pada beberapa bulang ke depan. Nyatanya, skenario krisis pangan memang telah disiapkan dengan matang dengan mendompleng krisis yang ada di Ukraina.

Kita juga sudah bahas bagaimana jurus ‘tebar paku’ kembali dipertontonkan, dimana dibalik krisis yang sengaja diciptakan kemudian serta merta menyajikan solusi berupa bahan pangan hasil rekayasa genetik (GMO), yang selama ini dilarang untuk digunakan. (baca disini)

Sekarang kita mau lanjut, bagaimana skenario krisis pangan akan digelar.

Alasan terpenting dimana makanan hasil rekayasa genetik nggak bisa digunakan, ini yang jadi hambatan utama yang harus segera disingkirkan agar skenario bisa berjalan sesuai rencana.

Dengan hadirnya krisis di Ukraina yang ditenggarai menyebabkan kelangkaan pangan, otomatis membuka jalan bagi aturan lama untuk bisa direvisi. (https://geneticliteracyproject.org/2019/08/12/gmos-are-banned-in-europe-and-3-other-popular-biotech-crop-myths-busted/)

Misalnya di Benua Biru, alasan krisis sekali lagi dipakai sebagai dalih untuk menyediakan bahan pangan yang mulai menipis. Tentu saja aturan main tentang makanan hasil rekayasa genetik perlu untuk segera direvisi guna menghindari bahaya kelangkaan pangan. (https://ihsmarkit.com/research-analysis/significant-gene-editing-policy-changes-in-europe.html)

“Aturan tentang makanan transgenik perlu diubah dengan menggunakan ‘teknologi baru’, guna mencegah bahaya kelaparan,” begitu bunyi klausul yang lain. (https://geneticliteracyproject.org/2022/05/11/viewpoint-higher-yields-and-sustainable-intensification-russian-aggression-resets-perceptions-and-policy-of-global-agriculture/)

Jadi, aturan lama tentang makanan hasil rekayasa genetik sengaja ‘diserang’, agar solusi bahan pangan alternatif bisa dimunculkan.

Apa hanya itu?

Tentu tidak. Karena selain mendesak untuk mengubah aturan main tentang makanan transgenik, mereka juga menyuarakan sisi positif dari makanan hasil rekayasa genetik khususnya bagi perubahan iklim.

“Produk rekayasa genetik memiliki efek yang positif bagi iklim,” demkian bunyi penelitian yang dirilis oleh sebuah kampus bergengsi di Jerman. (https://www.sciencedaily.com/releases/2022/02/220208105310.htm)

Nggak hanya kalangan akademisi, jalur LSM juga digunakan untuk menyuarakan agenda yang sama. “Makanan hasil rekayasa genetik dapat mengurangi dampak buruk perubahan iklim di Eropa,” begitu kurleb-nya. (https://allianceforscience.cornell.edu/blog/2022/02/gmos-could-shrink-europes-climate-footprint-study-suggests/)

Bahkan Badan Pertanian di Inggris berani mengklaim bahwa produk rekayasa genetik pada pangan akan membuat bidang pertanian bisa lebih adaptif dan berkelanjutan. (https://niab.com/news-views/news/news-new-genetic-technology-precision-breeding-bill-will-support-more-sustainable)

Gilanya lagi, media mainstream malah menggiring opini publik dengan menyatakan bahwa ternak yang telah direkayasa secara genetik, akan lebih ramah lingkungan dalam upaya memerangi pemanasan global. (https://www.dw.com/en/can-genetic-engineering-make-meat-sustainable/a-60869271)

Kalo bisa diringkas, maka pesan yang mau disampaikan adalah: “Pakai aja produk rekayasa genetik karena bisa ramah lingkungan selain bisa sebagai solusi praktis bagi masalah kelangkaan pangan.” (https://translatehttps://www.stuff.co.nz/business/farming/128351860/can-gm-save-the-planet-some-farmers-think-its-worth-a-go)

Namun, skenario ini perlu ditunjang oleh skenario yang lain.

Kira-kira, upaya memajukan produk transgenik bisa jalan nggak, kalo petani masih mengadopsi upaya pertanian tradisional?

Tentu saja nggak mungkin, bukan?

Sudah tentu, pertanian yang masih memakai cara-cara tradisional mulai ‘diserang’ untuk menjatuhkan reputasinya. Dengan cara ini, maka diharapkan petani akan meninggalkan cara-cara lama dalam bercocok tanam, dan berpaling pada cara bertanam ala transgenik.

“Pertanian tradisional nggak akan bisa mengatasi kelangkaan pangan yang disebabkan krisis di Ukraina. Solusi yang paling mungkin adalah mengupayakan pertanian ‘modern’ dan efisien,” begitu kurleb-nya. (https://www.wsj.com/articles/ukraine-crisis-reveals-the-folly-of-organic-farming-global-hunger-crops-food-prices-energy-11651869179)

Atau media mainstream yang lain, dengan menurunkan headline yang lebih provokatif, “Masa masih mau memakai pertanian tradisional sih? Apa nggak lihat dampak dari pertanian tradisional yang menimpa Sri Lanka belakangan ini?” (https://www.telegraph.co.uk/world-news/2022/05/10/chinese-debt-organic-farming-tipped-sri-lanka-bloody-chaos/)

Senada dengan ini, Erik Frywald selaku CEO Swiss Syngenta menyerukan untuk menghentikan pertanian tradisional karena dianggap nggak bisa mengatasi krisis pangan di masa depan selain nggak ramah terhadap lingkungan. (https://www.swissinfo.ch/eng/stop-organic-farming-to-help-future-food-crisis–says-syngenta-boss/47576514)

Sudah begitu, wabah flu burung yang terjadi di AS, malah mengamini hal tersebut. “Tuh lihat, peternakan tradisional nggak bisa mengantisipasi wabah flu burung, kan? Ngapain berharap lebih pada peternakan tradisional?” begitu ungkapnya. (https://www.reuters.com/world/bird-flu-puts-organic-chickens-into-lockdown-pennsylvania-france-2022-05-02/)

Dengan serangan yang begitu masif, bisa dipastikan ke depannya akan makin sedikit petani yang mengupayakan pertanian tradisional. Siapa juga yang mau dicap sebagai ‘perusak iklim’?

Nggak hanya itu, makanan hasil rekayasa genetik yang kelak kita akan santap, diklaim lebih bergizi dan ramah dikantong. (https://www.telegraph.co.uk/news/2022/05/03/gene-ius-way-discovered-improve-food-without-modifications/)

Selain itu, dengan menyantap makanan transgenik, maka otomatis dapat mencegah plandemi susulan yang bisa terjadi di masa depan. Siapa juga yang trauma dengan kata plandemi? (https://www.theguardian.com/environment/2021/sep/18/could-gene-editing-chickens-prevent-future-pandemics)

Dengan segudang cara yang dilakukan, sepertinya skenario untuk mengatasi krisis pangan hanya tinggal mengedipkan mata saja. Percayalah!

Selamat datang makanan transgenik. Masa hanya kaum transgender hanya yang boleh eksis?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


3 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Apa kabar mas , long time no see, sejak dulu komentar harus logika disquss saya jarang komen karena ribet.

    Alhamdulillah sudah balik lahi ke kolom komentar konvensional.

    Mas saya mau tanya, apa bukti paling tak terbantahkan bahwa GMO memang berbahaya bagi kelangsungan hidup terutama manusia.

    Karena saya heran banyak orang yang tidak menganggap seperti itu. Alis GmO itu sains demi kemajuan demi kemudahan.

    Kalah ada artikel mas pernah tulis yg bisa menjawab itu tolong kasih linknya, terimakasih mas ndaru

    Aku bocahmu mas, pembaca setia blog keren jenengan ini.
    Terimakasih

    1. kabar baik. semoga anda juga punya kabar yang sama.
      maaf baru sempat balas pertanyaan anda, disebabkan kesibukan yang saya miliki belakangan ini.
      tentang GMO saya pernah bahas pada beberapa analisa.
      silakan cek:
      https://ndaruanugerah.com/masa-depan-pertanian-bagian-1/
      https://ndaruanugerah.com/masa-depan-pertanian-bagian-2/
      https://ndaruanugerah.com/masa-depan-pertanian-bagian-3/
      https://ndaruanugerah.com/ketika-pertanian-tradisional-dihancurkan-bagian-1/
      https://ndaruanugerah.com/ketika-pertanian-tradisional-dihancurkan-bagian-2/
      https://ndaruanugerah.com/rencana-pangan-berkelanjutan-bagian-1/
      https://ndaruanugerah.com/rencana-pangan-berkelanjutan-bagian-2/

      dan masih banyak lagi analisa serupa.
      point pentingnya adalah: jika GMO memang nggak punya dampak merugikan bagi manusia, kenapa juga Uni Eropa melarang keras untuk digunakan?
      (https://gmowatch.com/where-are-gmos-banned/)

      semoga menjawab pertanyaan anda.

      salam demokrasi!!

      1. Terimakasih banyak balasannya mas, Alhamdulillah makin nambah wawasan. Daging semua, dan bukan sintetis ala BG.
        Again thank you very much..

error: Content is protected !!