Rencana Pangan Berkelanjutan (*Bagian 2)


533

Rencana Pangan Berkelanjutan (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, saya telah mengulas tentang rencana Uni Eropa (UE) untuk menjalankan kesepakatan hijau Farm to Fork, guna mewujudkan sistem pangan yang berkeadilan dan berkelanjutan. (baca disini)

Fase pertama yang akan ditempuh tentu saja membuat sistem pertanian dan peternakan status quo harus ‘dikesampingkan’ terlebih dahulu. Setelah itu bakal ada solusi alternatif atas masalah tersebut, yang tentu saja menawarkan pemanfaatan teknologi.

Teknologi apa kira-kira?

Baru-baru ini, Komisi UE merilis laporannya tentang New Genomic Techniques (NGT) yang dapat menghasilkan tanaman dan hewan yang sudah melalui fase pengeditan gen alias transgenik.

NGT memiliki potensi yang berkontribusi pada sistem pangan yang berkelanjutan guna mewujudkan European Green Deal dan Farm to Fork Strategy,” begitu kurleb-nya. (https://ec.europa.eu/food/plants/genetically-modified-organisms/new-techniques-biotechnology/ec-study-new-genomic-techniques_en#:~:text=On%2029%20April%202021%2C%20the,Genomic%20Techniques%20under%20Union%20law.)

Dengan hadirnya NGT, maka UU super ketat yang diberlakukan UE tentang tanaman hasil rekayasa genetik sejak 2001 silam, perlu ditinjau ulang. (https://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/HTML/?uri=CELEX:32001L0018&from=EN)

Kenapa perlu ditinjau ulang?

Karena kalo selama ini penggunaan pestisida pada pertanian begitu intensif, maka dengan hadirnya benih transgenik nggak diperlukan lagi. “Kan sudah kebal terhadap hama dan penyakit. Ngapain lagi disemprot pestisida?”

“NGT dapat dijadikan solusi atas pertanian berkelanjutan yang sejalan dengan strategi Farm to Fork,” begitu ungkap pejabat UE.

Padahal NGT ya sama saja dengan tanaman transgenik yang selama ini dilarang UE, cuma pakai bahasa lain yang diperhalus.

“Kalo UE ingin menerapkan pertanian ekologis, itu tidak berarti kita hanya mengunyah rumput dan tinggal di gua. Sebaliknya kita harus menggunakan teknologi terbaru yang dapat meluruskan langkah kita ke arah sana,” ungkapnya. (https://sciencebusiness.net/news/member-states-want-commission-decide-use-gene-editing-animal-and-plant-breeding)

Jadi yang mau dipromosikan lewat strategi Farm to Work nggak lain adalah penggunaan teknologi rekayasa genetik pada benih tanaman atau hewan. Bahasa keren-nya CRISPR. (baca disini)

Padahal dengan teknologi CRISPR, maka kromosom organisme (benih) dipaksa untuk memprogram ulang DNA yang dimiliki dengan mematikan sifat pewarisan genetik kepada generasi selanjutnya. Walhasil gen benih hasil rekayasa, sama sekali nggak memiliki sifat benih alami mereka lagi. (http://www.crisprtx.com/gene-editing/crispr-cas9#:~:text=CRISPR%2FCas9%20edits%20genes%20by,revolutionary%20technology%20into%20transformative%20therapies.)

Itu yang pertama.

Selanjutnya, apakah benih hasil rekayasa genetik tersebut sudah terbukti baik bagi makhluk hidup secara khusus manusia? Pada banyak kasus, justru sebaliknya. (https://www.researchgate.net/publication/344956402_Will_gene-edited_and_other_GM_crops_fail_sustainable_food_systems)

Bagaimana kira-kira kans NGT pada UE?

Sepanjang amatan saya, lobi-lobi tengah dijalankan guna menggol-kan rencana tersebut.

Liam Condon selaku pejabat Bayer-Monsanto mengatakan, “Kami sangat bahwa peraturan harus menyesuaikan teknologi. Jadi teknologi hadir untuk digunakan, bukan saja bagi masyarakat Eropa tapi kepentingan orang lain di dunia.” (https://www.fginsight.com/news/plant-breeders-engaging-very-actively-for-gene-editing-regulations-to-change-in-europe-113558)

Lebih lanjut Condon menyatakan bahwa teknik penyuntingan gen dengan teknologi CRISPR merupakan upaya terobosan bagi terciptanya pertanian yang berkelanjutan.

Ini yang ngomong kartel Ndoro besar pada sektor pertanian yang lebih dikenal dengan Big Ag(riculture). Jadi saya pikir nggak ada susahnya melobi agar benih transgenik pabrikan mereka untuk dapat digunakan pada petani-petani tradisional di Eropa.

Padahal, teknologi pengeditan gen bukan tanpa risiko. Sebaliknya teknologi ini sangat rentan menghasilkan perubahan genetik di luar skenario yang diharapkan.

Bahkan The National Organic Standards Boards (NOSB) menyatakan bahwa makanan yang dibuat dari hasil pengeditan gen, bukanlah jenis makanan organik yang selama ini diklaim Big Ag. (https://nodpa.com/n/892/Gene-Editing-and-Organic-Certification)

Jadi, kalo anda beli hasil pertanian yang dikasih label ‘organik’, jangan senang dulu bahwa produknya lebih baik ketimbang yang tradisional, karena NOSB sendiri sudah dengan jelas menyatakan sikapnya pada hasil tanaman transgenik.

Selain NOSB, Dr. Allison Wilson dari Bioscience Resource Project menyatakan bahwa metode yang dipakai pada penyuntingan gen tanaman sangat rentan menghasilkan mutan yang tidak diinginkan pada obyeknya. Bahasa gaulnya UT alias Unintended Traits alias kerusakan genetik. (https://www.researchgate.net/publication/344956402_Will_gene-edited_and_other_GM_crops_fail_sustainable_food_systems)

Bagaimana porsi kerusakan genetik yang dihasilkan?

Sangat besar.

“Pengeditan gen tanaman sangat bersifat mutagenik dan tidak dapat diprediksi,” imbuh Dr. Wilson.

Aliasnya, upaya untuk menciptakan pertanian berkelanjutan dengan bahasa Farm to Fork, jelas nggak semudah membalikan telapak tangan.

Bahkan, alih-alih menciptakan sistem pangan baru, dampak negatif yang ditimbulkan bukan nggak mungkin malah lebih besar dari masalah pangan itu sendiri.

Yang jelas, Farm to Fork diprediksi akan mampu mengurangi kapasitas pertanian secara signifikan, bahkan lebih dahsyat dari yang pernah terjadi sebelumnya. (https://www.thepoultrysite.com/news/2021/08/opinion-eus-assessment-of-the-farm-to-fork-strategy-presents-inconvenient-truths)

Dan jika prediksi tersebut menemukan pembenarannya, ini akan mendorong kekurangan (krisis) pangan secara global, mengingat Uni Eropa adalah salah satu produsen utama hasil pertanian dunia.

Kenapa jadi klop dengan narasi The Great Reset?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!