Ketika Jokowi Marah


512

Ketika Jokowi Marah

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada pertemuan dengan para menteri pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara (18/6), Jokowi naik pitam dan mengungkapkan kemarahannya pada menteri dan pimpinan lembaga negara, gegara dinilai tak maksimal dalam bekerja di tengah pandemi si Kopit. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200629065435-32-518437/ancam-reshuffle-dan-marah-jokowi-pada-kinerja-lamban-menteri)

Sebenarnya ada apa sih, kok sampai pakde marah?

Kalo saya melihatnya ada 2 penyebab. Pertama karena pakde sangat peduli pada nasib bangsa ini. Dan kedua, karena ada banyak kementerian dan lembaga yang kerjanya masih jauh dari kata maksimal dalam situasi YANG TIDAK NORMAL.

Apa bukti bahwa beliau peduli pada nasib bangsa ini? Tengok penyataan beliau, “Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya!” Dalam kultur Jawa, reputasi alias nama baik seseorang itu sangat penting. Kalo sudah rusak, orang nggak akan lagi percaya.

Kebayang donk, kalo seorang presiden mau mempertaruhkan reputasinya, artinya memang situasinya sangat mendesak. Kalo nggak, ngapain juga pakai nada bicaranya DITINGGIKAN dan pake ngomong soal reputasi dirinya yang mau dipertaruhkan?

Terus, apa buktinya kita lagi krisis seperti yang diklaim pakde?

Merujuk pada laporan yang dirilis oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi global bisa terkontraksi hingga minus 7,6% dalam tahun ini. (https://asiatoday.id/read/oecd-ekonomi-global-bisa-terkontraksi-hingga-76-persen)

Ini jelas berbahaya bagi laju perekonomian bagi banyak negara, nggak terkecuali Indonesia.

Harus ada manajemen penanganan khusus terkait pandemi C19. “Nggak bisa pakai cara biasa, harus pakai cara yang out of the box, selain dibutuhkan kerja ekstra keras.”

Nggak aneh kalo pemerintah sampai dipaksa berhutang, demi mengantisipasi krisis ekonomi global yang bakal menghantam, dengan menjalankan program stimulus, agar ekonomi nggak stagnan dan bisa berjalan meskipun dengan kekuatan yang low speed. Yang penting bisa gerak aja sudah bagus.

“Tahun ini tahun survival,” saya pernah mengatakannya tempo hari. (baca disini)

Berapa angka yang dianggarkan pemerintah dalam upaya pemulihan akibat si Kopit? Angkanya mencapai Rp. 990,1 trilyun, dan didapat dengan menerbitkan surat utang. Angka tersebut diperlukan guna menutup defisit APBN tahun 2020 yang minus akibat pandemi. (https://nasional.kontan.co.id/news/wow-pemerintah-bakal-terbitkan-utang-rp-9901-triliun-untuk-tutup-defisit-apbn-2020)

Sialnya, uang utangan sudah ada, tapi realisasi serapan anggaran masih terbilang SANGAT KECIL. Emang utang nggak pakai BUNGA, apa? Kalo serapannya kecil, artinya program stimulus yang diberikan, bisa jadi SIA-SIA. Ngapain juga harus ngutang, kalo gitu adanya?

Masalahnya justru datang dari kementerian yang ada dalam naungan sang presiden, yang cenderung kerja leha-leha.

Kementerian Kesehatan, misalnya. Dari total anggaran Rp. 75 trilyun, uang yang berhasil disalurkan baru 1,53%. “Uang beredar di masyarakat kena rem di situ semua,” demikian ungkap pakde. (https://www.senayanpost.com/anggaran-kesehatan-baru-cair-153-persen-dari-rp-75-triliun-pantas-jokowi-jengkel/)

Padahal, Kemenkes yang punya Gugus Tugas dengan dokter Reisa nan cantik jelita, harusnya bisa banyak berbuat dalam menangani si Kopit. Nyatanya, pesona sang jubir nggak bisa mendongkrak kinerja Kemenkes, alias masih letoy. Uang lebih banyak ditahan ketimbang dipakai buat bayar tenaga medis di lapangan.

Di sektor perekonomian, kinerjanya juga sama MEMBLE-nya.

Setidaknya ada 3 kementerian dan satu lembaga negara yang bikin pakde naik pitam, yaitu: Kemenko Perekonomian, Kementerian BUMN, Kemenkop UKM dan Otoritas Jasa Keuangan alias OJK.

Apa saja ‘raport merah’ mereka?

Kemenko Perekonomian misalnya, dalam menangani proyek kartu Pra-kerja. Dalam memilih mitranya ternyata nggak transparan karena tidak melalui lelang alias main tunjuk. Sebagai informasi, pelatihan pra-kerja rencananya menggandeng 8 provider, yaitu: Tokopedia, Skill Academy Ruang Guru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Sisnaker dan Pijar Mahir.

Masalah nggak berhenti sampai disitu, mengingat 4 dari 8 provider tersebut, statusnya PMA alias Perusahaan Modal Asing (PT. Bukalapak.com, PT. Ruang Guru Raya Indonesia, PT. Haruka Evolusi Digital Utama, dan PT. Tokopedia).

Hal ini berakibat pada uang APBN yang dipakai untuk pelatihan, akan mengalir ke luar negeri dan bukannya ke dalam negeri. Dan ini akan memperburuk defisit transaksi berjalan. (https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200622140021-37-167105/menko-airlangga-tanggapi-kajian-kpk-soal-kartu-prakerja)

Berikutnya Kemenkop UKM, yang terlihat masih gamang dalam melakukan kerjanya. Ini bisa terjadi karena sang menteri yang punya rekam jejak sebagai aktivis anti korupsi, tiba-tiba ditaruh pada lahan yang bukan bidangnya. Padahal sektor ekonomi mikro-lah yang bisa diandalkan sebagai penggerak perekonomian nasional dalam masa pandemi ini. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/3581067/umkm-sumbang-60-persen-ke-pertumbuhan-ekonomi-nasional)

Lantas bagaimana dengan Kementerian BUMN?

Sang menteri yang punya 2 wakil menteri aja sudah blunder. Logikanya, presiden saja hanya punya 1 wakil, kok lembaga dibawahnya sampai punya 2 wakil? Gunanya tuh apa?

Belum lagi, 2 wakil menterinya tersebut, ternyata juga rangkap jabatan dalam jajaran komisaris di BUMN (Bank Mandiri dan Pertamina). (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4895511/daftar-wamen-jokowi-yang-rangkap-jabatan-komisaris-bumn)

Dan aroma ‘perkoncoan’ makin masif tercium dengan diperkenalkannya sistem talent pool (executive development system) pada kementerian BUMN tersebut. (https://swa.co.id/swa/trends/management/melongok-kehebatan-talent-pool-bumn)

Lalu apa lembaga yang telah menjadi ‘duri dalam daging’ bagi pemerintahan Jokowi?

OJK jawabannya. Sekedera informasi, lembaga ini gak jelas kerjanya selain hanya soal teknis surat menyurat kesana kemari tanpa hasil yang jelas. Yang ada, banyak uang rakyat melayang karena berbagai kasus penipuan yang seharusnya bisa dicegah oleh OJK.

“Kerjanya mirip PEMADAM KEBAKARAN. Ada api, baru sirine-nya dibunyikan.”

Udah kerjanya nggak jelas, eh salah satu petinggi di OJK malah tersangkut skandal Jiwasraya yang merugikan negara trilyunan rupiah. (https://www.merdeka.com/peristiwa/jaksa-agung-ungkap-alasan-pejabat-ojk-ditetapkan-tersangka-kasus-jiwasraya.html)

Menurut saya, lembaga ini layak dibubarkan, mengingat kinerjanya yang gak jelas dan hanya menghabiskan uang negara saja.

Jadi tahu kan, kenapa Jokowi bisa marah besar? Ya karena para ‘pembantunya’ nggak satu visi cara kerjanya sama sang ‘majikan’.

Kalo ada terlontar soal reshuffle, wajar-wajar aja.

Selama ini, kerjaan ente ngapain aja?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!