China Kejar Target


511

Oleh: Ndaru Anugerah

Begitu Wuhan dihantam dengan wabah Corona, dampak negatifnya sungguh dahsyat. Katalisnya adalah media mainstream yang sengaja menyebar panik global, plus pernyataan tokoh sekelas Tedros yang sempat menyerukan larangan terbang ke negara Tirai Bambu tersebut.

Dipicu oleh framing media, maka semua mata internasional praktis menyalahkan China atas kejadian menyebarnya tuh virus ke banyak negara di dunia. Praktis, fenomena sinophobia (tindakan panik dan takut terhadap warga keturunan China) langsung menyebar dengan cepat.

Tak terkecuali di Italia, dimana gelombang anti-China sempat mengemuka.

Mengutip laporan yang dikeluarkan Aljazeera (2/2), dikatakan seorang laki-laki berdarah blasteran China-Italia terpaksa dipukul dan ditendang oleh sekelompok massa, gegera dituduh membawa penyakit mematikan bagi warga Italia.

Masalahnya melebar saat seorang Filipina juga ikutan dikroyok massa gegara dituduh keturunan China. Walhasil, setelah babak belur, dia terpaksa dilarikan ke rumah sakit (La Nouva Sardegna, 5/2).

Mungkin pandangan warga Italia sangat sederhana, “Pokoknya, yang matanya sipit, hajar,”

Sebagai negara penantang hegemoni AS, China sudah siap akan konsekuensinya. Makanya saya cukup kagum atas penanganan kasus COVID-19 di negara tersebut. Sangat sistematis cara kerjanya.

Pertama, Wuhan segera di lockdown untuk menghindari penularan wabah. Selanjutnya, media asing langsung diusir dengan tujuan framing yang mungkin dilakukannya bisa diminimalisir.

Kedua, China karena nggak punya obatnya, maka segera mengontak Kuba sebagai negara sosialis rekanannya. “Ente bisa kasih ane obat? Sebab ilmuwan ane bilang, ente punya penawarnya?” demikian kurleb permintaan Xi Jinping kepada Miguel Diaz Canel.

Nggak pake lama, obat segera meluncur ke China dan instruksi konsumsi obat anti COVID-19 segera diberlakukan secara nasional.

Dan benar saja, Wuhan berhasil pulih dan seantero warga negara China yang jumlahnya milyaran tersebut otomatis telah ‘kebal’ terhadap virus yang sengaja dikembangkan guna menghantam ekonomi China. Obat itulah yang belakangan dikenal sebagai Interferon Alpha 2B.

Sekedar informasi, obat tersebut dikembangkan jauh sebelum COVID-19 menghantam. Obat tersebut telah diproduksi di Kuba, pada tahun 1986.

Ngapain Kuba buat tuh obat? Sebagai reaksi atas kasus demam berdarah yang sempat menghantam Kuba di tahun 1981.

Kalo ditanya, kerjaan siapa tuh wabah demam berdarah di Kuba, sudah pada tahu semua kan, jawabannya…

Interferon pada dasarnya protein alami yang diproduksi tubuh sebagai respon tubuh dalam melawan senyawa berbahaya, seperti virus, bakteri, atau kanker. Jadi tubuh kita sejatinya punya kemampuan menghasilkan interferon, cuma dalam jumlah kecil.

Selain yang alami, Interferon dalam bentuk obat juga sudah dikembangkan guna meningkatkan respon kekebalan tubuh dan menghambat pertumbuhan virus hingga kanker.

Seacara umum, ada 3 jenis interferon, yakni: Alfa, Beta, dan Gamma. Nah, khusus untuk menangani COVID-19, varian Alfa-lah yang digunakan secara efektif guna recovery dan juga membangun sistem kekebalan tubuh.

Sukses di Wuhan, menginspirasi Xi Jinping untuk mengamankan jalur Belt and Road Initiative yang sempat terkendala gegara dihantam COVID-19.

Dan salah satu negara yang dilawat adalah Italia sebagai negara rekanan BRI kedua di Eropa setelah Yunani.

Padahal kalo inget-inget bagaimana perlakuan warga Italia pada warga keturunan China saat awal-awal merebaknya wabah Corona, pasti empet juga hati si Xi Jinping.

Tapi ya sudah lah. Masa gara-gara sinophobia, terus proyek BRI jadi mandeg? Gak lucu juga, kan?

Gak pake lama, pasokan medis langsung dari cungko seperti masker, pompa infus, dan respirator seberat 30 ton, tiba di Italia pada Minggu (15/3) kemarin dalam rangka memerangi ancaman COVID-19. Tak ketinggalan, 12 pakar medis juga diterjunkan.

Keperluan itu tentu bisa menjawab kegelisahan PM Italia-Giuseppe Conte-yang sempat galau mengingat bantuan yang diminta dari negara sekutunya di benua Eropa plus AS, nggak kunjung tiba walau sudah beberapa kali teriak. Terutama sejak Italia Utara di lockdown.

“Saya nggak tahu apakah ada tetangga asal China di sini? Tapi saya ingin berterima kasih secara tulus kepada China,” ujar seorang pria Italia di Roma (16/3).

Sebagai gambaran, negeri Pizza tersebut merupakan negara di luar China yang terparah dihantam COVID-19 dengan total terinfeksi mencapai 31.506 orang dan fatality rate 7,9%.

Dengan datangnya bantuan ini, wajar jika warga Italia sangat berterima kasih kepada China.

Sebagai bentuk apreasiasi, warga Italia di Roma memainkan lagu nasional China melalui balkon apartemen, ditengah diberlakukannya status lockdown di negara tersebut.

Dan kita tahu bersama, siapa yang akan mendongkol atas langkah penanggulangan COVID-19 oleh China. Wajar jika Mamarika dongkol, mengingat langkah tersebut bisa membawa 2 implikasi.

Pertama, simpati dunia makin membesar terhadap China. Dan yang kedua, proyek jualan vaksin bisa hancur berantakan kalo orang tahu strategi dagang mereka.

Pikirnya: “Ahh..sialan. Harus dengan apalagi tuh si sipit bisa dijatuhkan?”

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!