Teka-Teki Ahok


507

“Akankah Ahok dijadikan anggota Dewan Pengawas KPK?” begitu pertanyaan yang ditujukan kepada saya. Isu tentang masuknya Ahok menjadi anggota DP KPK sebenarnya bukan barang baru. Cuma sebatas isu, alias gosip. Yang namanya gosip, makin digosok ya makin sip.

Lantas seberapa besar kans-nya?

Adanya isu yang dilemparkan ke publik, bahwa seolah-olah Ahok layak didaulat menjadi anggota DP KPK merupakan upaya penjaringan opini. Siapa berkepentingan?

Pertama tentu saja Ahokers yang kadar militansinya nggak perlu diragukan. Mereka memiliki kerinduan untuk seorang Ahok bisa menempati posisi strategis kembali di periode kedua Jokowi. “Sayanglah kalo permata harus dianggurin aja,” demikian pungkas mereka.

Kedua, ya tentu saja pihak istana yang dieksekusi langsung oleh para pendengungnya. Tujuannya jelas untuk memetakan suara publik. Lebih banyak yang pro apa yang kontra? Kalo ternyata banyak yang pro ketimbang yang kontra, lebih gampang buat keputusannya.

Sampai sini jelas ya, duduk masalahnya soal isu tersebut.

Masalah DP KPK jelas menarik untuk diikuti, mengingat KPK akan mandul kerjanya tanpa adanya DP yang cadas. Menjadi lebih menarik saat UU No.19/2019 pasal 69 ayat 1 yang menyatakan bahwa ketua dan anggota DP KPK untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat langsung oleh presiden.

Jadi nggak melalui mekanisme pansel. Aliasnya, suka-suka Jokowi saja dan itu sah di mata hukum.

Apa kemudian timbul masalah jika kemudian anggota DP diisi oleh seorang Ahok?

Sangat.

Pertama ada aturan main kalo anggota DP KPK bukan orang parpol. Yang kedua tidak pernah dipidana. Dan ketiga, usia minimalnya 55 tahun.

Merujuk pada aturan main itu, Ahok yang sekarang adalah kader PDIP, berstatus sebagai mantan narapidana serta usianya baru 53 tahun.

Jadi untuk menabrak aturan main ini, jelas bukan gaya Jokowi yang taat azas soal hukum.

Yang paling mungkin, pakde akan mengambil figur yang mungkin kontroversial di mata oposisi tapi yang jelas nggak menabrak aturan main yang berlaku. “Percayalah yang akan terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik,” demikian pungkasnya. (1/11)

Menanggapi manuver pakde, maka paniklah kubu sebelah. Sampai-sampai keluar statement, “Jokowi ngawur kalau tunjuk residivis jadi Dewan Pengawas KPK.” (5/11)

Pernyataan ini jelas konyol. Pertama, siapa juga yang akan mengangkat residivis jadi anggota DP KPK? Kedua menyangkut makna kata residivis.

Lha, residivis itu artinya penjahat kambuhan, beda dengan mantan napi. Kalo mantan napi dan melakukan kejahatan secara berulang, statusnya bukan residivis. Ngerti kan, Malih….

“Lha terus, residivis itu yang model gimana, bang?”

Yang pernah dipenjara atas kasus perbuatan tercela, eh lain waktu dia ngelakuin hal yang sama lagi. Nggak ada kapoknya. Dah gitu, dia malah memilih kabur ketimbang menyelesaikan masalah tersebut. Itu baru namanya residivis alias penjahan kambuhan.

Sampai sini paham kan, Bambang?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!