Solidaritas Kuba


509

Solidaritas Kuba

 Oleh: Ndaru Anugerah

“Apa peran penting Kuba bagi dunia?”

Saya melihat sisi humanis yang ada pada negara rejim sosialis tersebut.

Saat virus Ebola melonjak drastis pada tahun 2014, hampir setiap negara dibuat geger. Wajar. Hanya dengan bersentuhan, maka nggak butuh waktu lama untuk membuat orang yang terinfeksi untuk meregang nyawa. Dengan kata lain, Ebola adalah penyakit yang mematikan.

Tercatat lebih dari 20.000 orang terinfeksi dengan lebih dari 8000 orang meregang nyawa. Dan berdasarkan prediksi, akan ada ratusan ribu korban jiwa di seluruh dunia saat itu.

Ini cukup membuat negara-negara lain panik dan berujung pada pemberian bantuan, dari mulai uang hingga bantuan militer. Tujuannya satu: pandemi segera berlalu.

Saat itu, Kuba justru tampil beda. Kuba-lah negara pertama yang merespons dengan mengirim bantuan medis (103 perawat dan 62 dokter) ke pusat pandemi di Sierra Leone. Aliasnya, Kuba yang berada di garda terdepan dalam mengirimkan bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan.

Karena ketidaktahuan bagaimana menangani penyakit Ebola, Kuba akhirnya melatih para sukwan dari negara lain di Institut Kedokteran Tropis Pedro Kuori di Havana.

Singkat cerita, Kuba berhasil mengajar 13 ribu sukwan Afrika, 66 ribu sukwan Amerika Latin dan 620 sukwan Karibia tentang cara merawat pasien Ebola tanpa mereka sendiri terinfeksi.

Dari banyak negara yang telah dibantu Kuba, menariknya ada satu negara yang tetap menolak bantuan Kuba, yaitu AS.

Saat badai Katrina menghantam New Orleans, AS di tahun 2005, para sukwan dari Kuba telah bersiap untuk membantu. Namun sayangnya presiden George W Bush, menolak tawaran kemanusiaan tersebut. Baginya warga AS lebih baik mati daripada menerima bantuan dari Kuba.

Lantas apa kontribusi Kuba saat pandemi C-19 ini?

Lembaga penelitian Kuba berhasil menciptakan Interferon Alpha 2B yang berhasil mengobati demam berdarah di tahun 1981. Obat yang sama setelah beberapa dekade dianggap potensial bagi penderita C-19. (baca disini)

Menurut Helen Yaffe seorang pengajar di Univesity of Glasgow, Interferon dapat memberikan sinyal protein yang diproduksi dan dikeluarkan oleh sel, dalam menanggapi infeksi. Caranya dengan memperingatkan sel-sel di dekatnya untuk meningkatkan pertahanan antivirus mereka.

Pernyataan itu diperkuat oleh Dr Luis Herrera Martinez selaku pakar Microbiologis Kuba, yang menekankan bahwa penggunaan Interferon sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi dan situasi memburuknya keadaan pasien, yang apabila tidak diindahkan dapat mengakibatkan kematian.

Nggak aneh jika kemudian Interferon Alpha 2B diproduksi di China di tahun 2003. Perusahaan patungan Kuba-China yang bernama ChangHeber yang kemudian mengeksekusinya, sebagai obat untuk berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh virus, seperti: hepatitis C, HIV-AIDS, hingga herpes zoster.

Bukan itu saja.

Kenal Heberprot B yang dipakai untuk mengobati penyakit diabetes? Itu juga salah satu sumbangsih Kuba dalam bidang medis, sehingga para penderita diabetes dapat mengurangi risiko amputasi hingga 80%.

Kuba juga sukses dalam mengembangkan vaksin yang efektif untuk melawan meningitis bakteri tipe B. Vaksin Racotumab yang dipakai oleh penderita kanker paru-paru akut, juga dihasilkan di Kuba.

Terus, obat-obatan dari Kuba itu dikemanakan?

Produksi massal lah. Tujuannya agar ongkos produksi bisa ditekan jadi harganya bisa murmer sehingga negara-negara misqueen mampu membelinya.

Dan yang paling ditekankan Kuba adalah kemandirian, dimana Kuba banyak negara-negara lain untuk memproduksi obat sendiri. Ini perlu dilakukan agar mereka tidak harus bergantung pada produksi obat dari produsen besar semisal Big Pharma.

Sebagai gambaran, saat vaksin meningitis dijual dipasaran dengan harga sekitar USD 15-20 per dosisnya, Kuba mampu memproduksi vaksin sejenis dengan harga jual hanya 95 sen.

Gila, gak?

Kalo mau nyari untung, Kuba bisa kaya raya tentunya. Tapi bagi Kuba, faktor kemanusiaan ada diatas segalanya. Jadi bukan modus cari untung. Bandingkan dengan keuntungan yang bisa diraup oleh Big Pharma dari negara-negara misqueen per tahunnya.

Bisa dibayangkan. Di tengah embargo AS atas Kuba pada bidang teknologi, peralatan, bahan baku, keuangan bahkan pertukaran pengetahuan, Kuba masih bisa meneliti dan menghasilkan banyak obat yang fungsinya penting bagi medis.

Itu baru dari sisi obat-obatan, Bray… Bantuan kemanusiaan yang lain juga nggak kalah serunya.

Saat kapal pesiar Inggris MS Braemar ditolak dimana-mana untuk berlabuh gegara ada sejumlah pasien C-19 di kapal tersebut, Kuba malah ijinkan tuh kapal untuk berlabuh. (Maret 2020)

Ini cukup aneh, mengingat negara Barbados dan Bahama yang merupakan negara-negara persemakmuran Inggris justru malah menolak MS Braemar untuk menepi.

Kok Kuba nekat memberikan ijin?

Bagi Kuba yang punya banyak pengalaman untuk mengatasi penyakit yang disebabkan virus, hal tersebut biasa-biasa saja untuk dilakukan. Dan Kuba berhasil menjadi buah bibir internasional atas aksi penyelamatan tersebut.

Di Italia, juga sama kejadiannya. Dimana tim medis Kuba yang berjumlah 53 orang diterbangkan ke daerah Lombardy, sebagai salah satu daerah yang parah dihantam C-19 pada Maret lalu.

Jadi, Kuba mau membantu negara lain dilandaskan motif kemanusiaan yang tulus. Bukan ada udang dibalik bakwan kek bantuan Mamarika.

Dan terlebih lagi, karena rekam jejaknya yang cukup banyak dalam menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh virus, saya berkeyakinan Kuba punya solusi pasti bagi pandemi C-19.

Kenapa pemerintah nggak menggandeng mereka?

 

Salam Demokrasi!! 

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!