Corona di Swedia


509

Corona di Swedia

Oleh: Ndaru Anugerah

C-19 tidak pandang bulu dalam tingkat penyebaran pada suatu negara. Tak terkecuali negara di benua Eropa sana, yang bernama Swedia.

Namun ada yang beda disana.

Swedia justru tidak memberlakukan lockdown layaknya diambil oleh negara-negara tetangganya di benua Biru tersebut.

Pemerintah Swedia tetap membuka kran aktivitas ekonomi seperti biasa. Begitu juga sekolah, restauran, toko hingga tempat nge-gym. Sehingga publik bisa melakukan aktivitas keseharian seperti biasa.

Tapi pemerintah memberikan layanan informasi yang prima bagi warganya, sehingga mereka sangat sadar kesehatan pada dirinya dan dampaknya pada orang lain.

Jadi bagi warga yang punya gejala C-19, maka dia akan buru-buru lapor ke pihak kesehatan yang berwenang. Bukan malah ngumpet-ngumpetin kondisi yang sesungguhnya. Apalagi punya niatan untuk menularkan kepada orang lain dengan ikutan antri dikerumunan atau ke tempat ibadah.

Singkatnya, sanksi kurungan rumah tidak diterapkab di Swedia sana, melainkan melakukan pendekatan yang lebih terukur.

Apa yang mendasari Swedia untuk tidak melakukan aktivitas lockdown?

Pertama tentu faktor ekonomi.

Apakah anda pernah berpikir dari dampak yang ditimbulkan akibat lockdown? Berkaca dari Amrik saja, pemerintah dipaksa ngutang kembali ke The Fed senilai USD 2 trilyun. Dan namanya utang, mana ada yang gratis? Kelak harus dibayar lengkap bunganya oleh segenap warga AS.

Belum lagi dampak yang mungkin dimunculkan oleh lockdown, seperti: stress, niatan bunuh diri, kerusuhan hingga tingginya angka pengangguran.

Di segi produksi, juga nggak kalah set. Produksi jadi terhenti, akibatnya orang jadi susah melakukan ini itu selain produk yang biasanya dengan mudah didapatkan jadi makin susah memperolehnya.

Perusahaaan kelas kecil hingga menengah juga nggak kebal terhadap efek domino yang ditimbulkan oleh Corona. Banyak perusahaan bakal gulung tikar, karenanya.

Ujung-ujungnya, situasi ini dapat membawa negara ke jurang kebangkrutan.

Tapi dengan langkah yang diambil pemerintah Swedia, berapa kerugian yang akan didapat setelah pandemi berakhir? Bandingkan dengan kerusakkan yang akan dialami AS atau negara lainnya yang menetapkan status lockdown.

Bagimana dengan sisi kesehatan?

Juga sama saja prinsipnya. Dengan pelayan kesehatan yang diberikan secara prima oleh negara, warganya jadi sadar hak dan kewajiban.

Warga yang rentan tertular COVID-19 semisal usia renta dan juga anak-anak, akan mendapatkan skala prioritas perlindungan dari warga lainnya yang lebih prima tingkat kesehatannya.

“Kalo ada gejala atau gangguan kesehatan, baiknya tetap dirumah atau justru berobat ke dokter. Karena mereka sungguh sadar, bahwa kesehatan dirinya, akan mempengaruhi kesehatan orang lain juga secara tidak langsung.” demikian ungkap Dr. Tegnell seorang ahli epidemiologi dari negara tersebut.

Secara prinsip, Swedia mengambil langkah yang sama dalam menganggulangi pandemi, dengan maksud meratakan kurva pandemi C-19, memperlambat laju infeksi, menguji sebanyak mungkin orang serta melindungi populasi yang rentan terutama para manula.

Social and physical distancing juga diterapkan pada negara tersebut, namun bukan karena paksaan alias kesadaran diri. Bukankah melakukan sesuatu atas dasar kesadaran, jauh lebih baik ketimbang dipaksa?

Selama ini dilakukan secara terus menerus, otomatis tingkat resistensi penduduk Swedia terhadap serangan virus Corona, akan terbentuk dengan sendirinya.

Dan saat vaksin Corona yang tengah disiapkan oleh Big Pharma telah siap edar, mereka akan bisa menampik protokol vaksinasi global dengan santuy.

“Ngapain repot-repot divaksinasi, lha wong udah kebal.”

Anders Tengall, kepala ahli epidemiologi Swedia mengeluarkan hipotesisnya, “Tidak akan ada lebih banyak orang Swedia yang mati pada akhir pandemi, meskipun negara kami tidak melaksanakan protol yang lebih ketat (lockdown).”

Mari lihat faktanya.

Merujuk pada data kasus C-19 yang dikeluarkan oleh Worldometers (21/4), jumlah orang terinfeksi 14777, dengan kematian 1580 orang. Artinya, fatality rate-nya 10,7%.

Bandingkan dengan UK yang telah menetapkan lockdown. Jumlah orang terinfeksi 124.743, dengan tingkat kematian 16509 orang. Artinya, fatality rate-nya mencapai 13,2%.

Artinya apa?

Lockdown nggak menjamin sukses dalam menanggulangi pandemi C-19.

Apakah Swedia bisa dijadikan rujukan sukses karena tidak menetapkan lockdown?

Ini memang tidak bisa dijawab secepat jari jemari mengetik di whatsapp.

Namun satu yang pasti, kebijakan terukur yang telah diambilnya, akan mampu menghantar negara tersebut lebih dulu pulih dari kondisi depresi global, setelah pandemi berakhir.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!