Siapa Lebih Cepat?
Oleh: Ndaru Anugerah
“Saya pikir vaksin terbitan Moderna nggak bakal dipakai sebagai penawar pandemi C19, karena toh mereka belum mengadakan uji klinis pada manusia,” demikian ungkap seorang middle class dengan gaya sok tahunya menanggapi postingan di sebuah wall.
Begitulah kalo biasa baca media mainstream, terus dijadiin referensi analisa jadi udah merasa paling bener sedunia. Padahal ada baut diotaknya yang copot. Walhasil ngomongnya ya begitu, tanpa dipikir, alias ngandelin jigong.
Biar saya jawab ya Malih…Tapi pakai data, bukan ngandelin jigong.
Perlombaan vaksin kini tengah digelar, antara 2 negara adidaya China dan Amrik. Pertanyaannya, siapa lebih cepat?
“Vaksin C19 dari Institut Produk Biologi Wuhan dan Institut Produk Biologi Beijing telah memasuki uji klinis fase II,” ungkap Strait Times pada Minggu (31/5). Dan kedua kelompok tersebut berafiliasi dengan Sinopharm yang manajemennya diawasi oleh BUMN China, Sasac. (https://www.straitstimes.com/asia/east-asia/chinese-vaccine-could-be-ready-by-year-end-government-body-says)
Yang namanya uji klinis, sudah pasti menyasar manusia, Bambang. Paham ya?
Nah kabar beritanya, uji klinis tahap 1 (yang melibatkan 108 sukarelawan) telah digelar dan terbilang sukses mengingat tidak ada efek samping yang berarti pada manusia. Makanya sekarang mereka melangkah ke uji klinis tahap 2 yang diperkirakan akan selesai pada Juli nanti.
“Ada 2036 sukarelawan yang telah diinokulasi pada tahap kedua ini untuk melihat apakah vaksin tersebut aman dan efektif,” ungkap Zeng Yixin (15/5) pada Xinhua. (http://www.xinhuanet.com/english/2020-05/15/c_139059643.htm)
Apa beda uji klinis fase pertama dan kedua?
Fase pertama berfokus pada keamanan vaksin, sedangkan fase kedua untuk mengetahui seberapa efektif vaksin dapat melindungi dari infeksi. Karenanya, pada fase kedua, sukarelawan yang diambil tidak memiliki batas usia. Bahkan ada yang berumur 84 tahun.
Pada fase kedua juga akan ditentukan berapa dosis yang ideal yang diperlukan untuk membuat sistem kekebalan tubuh bagi manusia, selain membuat profil reaksi umumnya. (https://www.voanews.com/covid-19-pandemic/china-announces-phase-2-clinical-trials-covid-19-vaccine)
Jika fase kedua dinyatakan sukses, maka China akan melanjutkan ke fase ketiga yang melibatkan pemberian vaksin kepada ribuan orang. Namun karena yang terinfeksi C19 di China kini berkurang drastis, kemungkinan ujicoba vaksin akan dilakukan di luar negeri.
Itu di China. Bagaimana di Amrik sana?
Tim Moderna adalah yang tercepat di Amrik sana. Namun mereka tetap ketinggalan jika dibanding China. Moderna Therapeutics baru berencana meluncurkan uji coba klinis fase kedua. (https://www.nationalgeographic.com/science/2020/05/coronavirus-vaccine-passes-first-human-trial-but-is-it-frontrunner-cvd/)
Menurut laporan uji klinis fase pertama (18/5), Moderna melaporkan bahwa subyek sehat telah merespons vaksin m-RNA 1273 dengan memproduksi antibodi penetralisir. Namun sayangnya, hanya 8 orang (dari 45 sukarelawan) yang dikatakan berhasil. (https://investors.modernatx.com/news-releases/news-release-details/moderna-announces-positive-interim-phase-1-data-its-mrna-vaccine)
Bagaimana dengan hasil 37 orang lainnya? Semua masih misteri, karena NIAID pun terkesan menutup-nutupi hasilnya. (https://www.statnews.com/2020/05/19/vaccine-experts-say-moderna-didnt-produce-data-critical-to-assessing-covid-19-vaccine/)
Uji coba fase kedua rencananya akan melibatkan sekitar 600 peserta yang tersebar di 10 lokasi dan delapan negara bagian. (https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04405076)
Meskipun demikian, Moderna masih harus menempuh langkah panjang, karena subyek fase kedua dijadwalkan dan dimonitor setidaknya selama 15 bulan. “Paling cepat akhir tahun ini,” demikian ungkap sebuah sumber. (https://www.nationalgeographic.com/science/2020/05/coronavirus-vaccine-passes-first-human-trial-but-is-it-frontrunner-cvd/)
Hal ini senada dengan pernyataan yang dikeluarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, bahwa uji coba fase kedua akan makan waktu beberapa bulan hingga dua tahun, sementara ujicoba fase ketiga akan berlangsung beberapa tahun. (https://www.cdc.gov/vaccinesafety/ensuringsafety/history/index.html)
Dengan kata lain, bakal kelamaan kalo nunggu selama itu. Keburu orang-orang kelaparan akibat lockdown bukan karena Corona. Tentang ini saya pernah bahas pada tulisan sebelumnya. (baca disini)
Untuk mengatasi masalah tersebut (sehingga tidak ketinggalan dari China), maka Trump mengeluarkan jurus maut yang bernama: Operation Warp Speed. Apa gunanya? Untuk menemukan, memproduksi dan mendistribusikan vaksin C19 sebelum akhir tahun.
“Akan ada kolaborasi antara pebisnis, ilmuwan, pemerintah federal dan militer dalam menggarap proyek besar nasional ini,” ungkap Trump. (https://www.cnbc.com/2020/05/20/accelerating-the-timeline-for-covid-19-vaccine-will-take-collaboration.html)
Aliasnya, yang penting vaksinnya cepat jadi. Masalah keamanan pada manusia, mah sebodo amat. Karena memang tujuan akhirnya adalah jualan vaksin dan depopulasi, kan? (baca disini)
Kenapa dapat saya katakan demikian?
Secara historis, untuk buat vaksin yang aman dan efektif dibutuhkan waktu yang sangat lama. Gak percaya? Vaksin cacar air saja butuh 28 tahun untuk mengembangkannya. Gimana virus Corona, coba? (https://www.nytimes.com/interactive/2020/04/30/opinion/coronavirus-covid-vaccine.html)
Jadi kalo ada vaksin yang dibuat dadakan, kita wajib bertanya: itu vaksin apa tahu bulat?
Dengan Operation Warp Speed maka semua hambatan administrasi akan dilewati alias di-by pass dan Moderna lah yang dipilih sebagai pilot project-nya, dengan tengat waktu awal tahun 2021. (https://www.trialsitenews.com/modernas-mrna-1273-moves-with-velocity-into-phase-ii-will-the-vaccine-meet-the-operation-warp-speed-deadline-of-january-2020/)
Clear ya masalahnya, karena saya ngomong pakai data bukan pakai jigong.
Yang mau nunggu vaksin, silakan berharap.
Pertanyaannya satu: apa anda yakin pada keamanan dan efektivitas vaksin Corona? (baca disini)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments