Rontoknya Soviet
Oleh: Ndaru Anugerah
Ada seorang yang tanya ke saya, “Mengapa nggak bahas soal runtuhnya komunisme di Soviet?”
Tentang ini saya pernah bahas, mungkin anda melewatkan tulisan saya tentang hal ini. (baca disini dan disini)
Kali ini saya mau bahas tentang bagaimana Soviet ambruk. Dan saya mencoba memakai narasumber yang cukup kompeten di bidangnya soal sejarah Uni Soviet. Dialah Prof. Paul Robinson yang merupakan peneliti pada kajian sejarah di Universitas Ottawa, Kanada.
Menurut Prof. Robinson, runtuhnya Soviet pada 3 dekade yang lampau, bukanlah fragmentasi kekuatan ke dalam beberapa negara kecil, tapi lebih pada peran sentral Rusia yang sengaja ingin membubarkan aliansi itu. (https://www.rt.com/russia/542533-soviet-union-history-independence/)
Apa maksudnya?
Pada 7 Desember 1991, 3 kepala Republik, yakni Soviet Rusia, Ukraina dan Belorusia (sekarang Belarus) yang diwakilkan oleh Boris Yeltsin, Leonid Kravchuck dan Stanislav Shushkevich, bertemu di sebuah resort yang terletak di hutan Belavezha, Belorusia.
Kelak, di tempat inilah ditanda tangani nota kesepakatan yang dikenal dengan perjanjian Belavezha untuk membubarkan Uni Soviet. (https://www.themoscowtimes.com/2016/12/07/history-in-the-making-the-agreement-that-ended-the-soviet-union-a56456)
Kenapa ujug-ujug dibubarkan? Siapa yang mengambil inisiatif atas kesepakatan tersebut?
Menurut Prof. Robinson, awal pertemuan tersebut ada karena undangan Shushkevich pad kedua kepala republik lainnya. Ini dilakukan karena ada krisis energi yang mengancam pada wilayah Belorusia sehingga ia berharap pihak Soviet Rusia bisa mencari jalan keluar atas masalah ini.
Ini wajar untuk dilakukan, mengingat adanya sentralisme demokrasi (sendem) pada pemerintahan Soviet. Jadi semua-semua perlu persetujuan Kremlin (pemerintah pusat) dalam membuat kebijakan.
Tapi belakangan konsep sendem ala komunisme Soviet, mulai kacau balau saat kebijakan reformasi perestroika (restrukturisasi) diambil oleh Mikhail Gorbachev di tahun 1987. Ekonomi mulai memburuk akibat beberapa hal. Perang di Afghanistan salah satunya. (baca disini)
Melihat situasi ini, Shushkevic merasa khawatir akan kekurangan pasokan migas, terutama saat musim dingin tiba. Untuk itu dia mengundang perwakilan Soviet dan Ukraina guna kasih solusi atas masalah ini. (https://www.theguardian.com/world/2016/dec/07/my-hunting-trip-with-yeltsin-killed-off-the-soviet-union)
Disini kemudian skenario berbalik 180 derajat.
Begitu pertemuan dimulai, perwakilan Rusia Gennady Burbulis mengajukan proposal yang tak terduga untuk membubarkan Soviet. “Uni Soviet sebagai realitas geopolitik dan subyek hukum internasional harus mengakhiri keberadaannya,” begitu kurleb-nya.
Gayung bersambut, dimana pihak Belorusia dan Ukraina menyetujui proposal tersebut.
Singkat cerita Kesepakatan Belavezha pun diteken, yang berarti secara otomatis Perjanjian 1922 tentang pembentukan Uni Soviet, batal demi hukum. Sebagai implikasinya, kekuatan Soviet pun resmi bubar. (https://www.prlib.ru/en/history/619858)
Hanya saja, Kesepakatan Belavezha bukanlah solusi utama, karena belakangan mendatangkan masalah.
Pertama, republik-republik lain di Uni nggak diajak bergabung pada kesepakatan tersebut. Misalnya Kazakhstan dan Uzbekistan kan nggak pernah minta Soviet bubar. Kenapa tahu-tahu Soviet dibubarkan tanpa pemberitahuan ke pihak mereka?
Kedua, kunci Uni Soviet ada pada Rusia. Jadi meskipun tiga negara Baltik lainnya melepaskan diri dari Soviet (Estonia, Latvia dan Lithuania yang telah memerdekakan diri pada Agustus 1991), nyatanya Soviet masih bisa eksis.
Bahkan saat Ukraina yang telah menggelar referendum untuk memerdekakan diri 6 hari sebelum pertemuan Belavezha digelar, Uni Soviet masih bisa bertahan, karena masih ada Rusia. Selain itu, secara etnisitas, mereka toh punya kedekatan kesukuan yang sama.
Jadi saat Rusia ingin membubarkan Uni Soviet, masalah jadi beda mengingat Rusia adalah pilar utama dari Soviet. Kalo Rusia angkat kaki, maka otomatis Soviet bubar.
Pertanyaannya kenapa Rusia berkepentingan untuk membubarkan Soviet?
Prof. Robinson mengatakan bahwa jawabannya ada pada sosok Boris Yeltsin, yang saat itu merupakan ‘saingan’ Gorbachev. Banyak warga Rusia yang berharap agar Yeltsin mampu membawa gerbong perubahan demokrasi dan pasar bebas bagi Rusia.
Ini terjadi karena kebijakan Perestroika dan Glasnost yang diusung Gorbachev, dinilai malah mendatangkan masalah baru bagi Rusia.
Saat terpilih menjadi presiden Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia (RSFSR) di tahun 1991, Yeltsin mulai mempromosikan bentuk republik sebagai pengganti Soviet. Jadi, setiap tindakan yang diambil atas nama hukum Soviet, dianggap sebagai tindakan ilegal. (https://en.wikipedia.org/wiki/Declaration_of_State_Sovereignty_of_the_Russian_Soviet_Federative_Socialist_Republic)
Dengan adanya tindakan, maka semua republik yang bergabung di Soviet bebas ambil jalan sendiri-sendiri untuk memisahkan diri lepas dari Soviet dan menyatakan kemerdekaanya. Jadi, kalo kemudian Rusia mendorong Kesepakatan Belavezha, itu sangat masuk akal.
Orang kedua penyebab bubarnya Soviet adalah Yegor Gaidar selaku arsitek program reformasi pasar bebas di era Yeltsin berkuasa. Gaidar berpendapat bhawa program ekonomi shock therapy yang dimilikinya nggak akan bisa jalan selama Soviet masih eksis. (https://geohistory.today/russia-shock-therapy/)
Dan cara termudah untuk mewujudkannya adalah dengan mendorong pembubaran Uni Soviet.
Itu pendapat Prof. Robinson sebagai pakar sejarah Rusia dan Soviet.
Bagi saya selaku analis, baik Gorbachev dan Yeltsin, keduanya merupakan sosok yang saling melengkapi dan bukan saling menjatuhkan.
Gorbachev adalah pembuka jalan bagi runtuhnya Soviet dengan kebijakan Perestroika dan Glasnost-nya, dan Yeltsin adalah gerbong yang mengkatalis proses tersebut.
Nggak aneh jika kemudian sosok Gorbachev didaulat sebagai Man of the Decade oleh majalah Time atas ‘jasanya’ membubarkan Soviet. (http://content.time.com/time/covers/0,16641,19900101,00.html)
Lantas, apakah ungkapan Mikhail Gorbachev tentang New World Order di tahun 1989, adalah sebuah kebetulan belaka? (https://www.theguardian.com/commentisfree/2017/mar/31/putinism-russia-1989-world-order-rejected)
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments