Kisah Kondominium Ndoro Besar (*Bagian 2)


534

Kisah Kondominium Ndoro Besar (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan saya sudah mengulas tentang alasan digulingkannya Tsar Romanov di Rusia karena memang adanya kontras kepentingan dengan Ndoro besar. Tapi sekali lagi, semua yang saya kemukakan berbasis data dan bukan mengandalkan jigong atau opini semata. (baca disini)

Lantas bagaimana jalannya Revolusi Bolshevik?

Untuk ‘menggelar’ suatu momen revolusi, maka rakyat harus dibombardir dengan propaganda agar maksud rakyat muak dan benci dengan pemimpin dzalim sehingga akhirnya punya pemahaman bersama bahwa sang pemimpin layak untuk ditumbangkan.

Ini yang kemudian terjadi di Rusia sebelum revolusi meletus.

Kisah dimulai saat Rusia berperang melawan Jepang di tahun 1904. Jacob Schiff kasih bantuan dana perang ke Jepang buat menghancurkan kekuatan Rusia. Berkat bantuan tersebut, Jepang sukses menghancurkan armada Rusia di Port Arthur.

Bahkan karena jasa Schiff yang telah membantu kemenangan Jepang, Kaisar Mikado menganugerahi Schiff dengan medali penghargaan. Dan Schiff bisa tersenyum bahagia karena langkah pertamanya terbilang sukses, bahkan dianggap pahlawan oleh bangsa Jepang. (https://www.jstor.org/stable/23880523)

Karena kekalahan itu, ribuan tentara dan pelaut Rusia ditawan Jepang. Saat itulah propaganda Marxis disebar ke dalam sel-sel penjara yang menyasar para tawanan Rusia. Intinya apa lagi kalo bukan ajakan memusuhi Tsar Rusia karena telah ‘menghisap’ rakyat proletar.

Siapa yang mendistribusikan pamflet tersebut? Tentu saja Schiff dengan cara membayar perusahaaan percetakan propaganda Marxis untuk disebar ke kamp-kamp penjara tentara Rusia di Jepang.

Bukan itu saja. Revolusioner yang fasih berbahasa Rusia dan telah mendapatkan pelatihan di New York kemudian diterjunkan ke kamp penjara guna mengindoktrinasi prajurit Rusia agar punya pemahaman revolusi yang sama.

Namanya propaganda, (seperti saat Kopit berlangsung), kalo tiap hari dibombardir dengan konten yang sama, apa nggak konslet kepala anda? Begitupun dengan prajurit Rusia yang ditawan dan sudah kehilangan harapan. Rasa benci kepada Tsar yang ditanamkan secara perlahan kelak akan menuai hasilnya.

Dan benar saja, saat perang Russo-Japanese berakhir dan para prajurit Rusia akhirnya dipulangkan ke negara asalnya, itu sudah jadi modal yang cukup untuk mengadakan gerakan pemberontakkan terhadap Tsar Rusia. Kelak merekalah yang menjadi pelopor pemberontakkan di kalangan militer saat kaum Komunis mengambil alih Rusia.

Lantas bagaimana dengan operator lapang Revolusi Bolshevik?

Salah satu agen revolusioner binaan Schiff adalah Leon Trotsky. Saat Trotsky diusir dari Perancis pada Januari 1916, siapa yang menampungnya di AS selain Schiff?

Fakta tentang dukungan yang diberikan Schiff bagi suksesnya Revolusi Bolshevik bukan isapan jempol. Setidaknya di tahun 1949, cucu Jacob Schiff yaitu John Mortimer Schiff mengamini hal tersebut.

Berbicara kepada jurnalis Cholly Knickerbocker yang kemudian diterbitkan pada New York Journal American, John mengatakan bahwa kakeknya telah memberikan sekitar USD 20 juta untuk kemenangan Komunisme di Rusia.

Ini klop dengan perlakuan yang diterima Trotsky saat menjalani hari-harinya di New York sebelum diutus kembali ke Rusia. Dalam pengakuan Trotsky yang ditulis pada bukunya My Life, dia mengatakan, “Selama disini saya telah mendapatkan perlakuan istimewa dari seorang teman kaya.”

Coba pikir, apa ada pertolongan yang gratis tanpa pamrih? Apalagi ini diberikan pada sosok ‘revolusioner’ sekelas Leon Trotsky yang jadi ‘musuh’ bebuyutan kapitalisme AS. “Kelas proletar kok dijamu bak bangsawan?” (https://www.globalgreyebooks.com/my-life-ebook.html)

Jadi ngapain Trotsky ada di New York? Nggak lain ‘dipersiapkan’ sebagai pemimpin kaum proletar Rusia saat Revolusi Bolshevik meletus.

Saat Trotsky kembali ke Petrograd pada bulan Mei 1917 dengan membawa uang sebanyak USD 10 ribu guna persiapan Revolusi Bolshevik, siapa yang modalin dirinya? Apa mungkin sekelas Trotsky yang gembel punya uang sebanyak itu?

Kemudian, saat Trotsky ditangkap oleh pasukan Inggris saat perjalanan pulangnya kembali ke Rusia, siapa yang melobi agar dirinya dibebaskan? Padahal kita tahu bahwa Rusia adalah sekutu Inggris pada PD I. Colek Rusia sama saja ngajak berantem Inggris. Kok bisa dibebaskan?

Lalu siapa yang melapangkan jalan Trotsky untuk bisa bepergian dari New York ke Petrograd, kecuali Presiden Woodrow Wilson?

Tentang ini, Prof. Antony C. Sutton menuliskan dengan apik, “Presiden Wilson adalah ibu peri yang memberi Trotsky ‘paspor’ untuk kembali ke Rusia guna ‘menggelar’ revolusi.” (https://www.academia.edu/37228305/Antony_Sutton_Wall_Street_and_The_Bolshevic_Revolution_pdf)

Bahkan di Rusia sebelum dan selama revolusi berlangsung, banyak pengamat dan wartawan yang menuliskan tentang aktivitas klandestin para agen Inggris dan AS di Petrograd dalam memberikan uang guna menyokong pemberontakkan. (baca ‘Czarism and Revolution’ karya Arsene de Goulevitch)

Jangan heran saat Tsar Nicolas II dipaksa turun tahta karena Revolusi Bolshevik, Jacob Schiff sangat gembira dan mengatakan, “Apa yang kami harapkan dan perjuangkan selama bertahun-tahun akhirnya tewujud.” (“Mayor Calls Pacifists Traitors,” The New York Times, March 24, 1917)

Ya gimana nggak senang, lha wong proyek rekayasanya mendulang sukses. Terbayang dong nilai konsesi minyak yang bakal didapat oleh sang Ndoro besar dari penguasa ‘proletar’ Soviet di kemudian hari.

Dan satu lagi yang perlu dicatat. Runtuhnya kekaisaran Rusia otomatis menguatkan posisi Jerman di Eropa. Memang ini skenario selanjutnya guna menggelar PD II, dimana Jerman di bawah Hiter akan mendominasi proyek besar tersebut dengan segudang rekayasa lainnya.

Jangan heran jika kemudian Uni Soviet dapat menjadi kekuatan super power di dunia, ya karena ada ‘sentuhan’ sang Ndoro dibelakangnya. Makanya para pengamat geopolitik menjuluki USSR sebagai kondominium elite global.

Kalo kemudian kondominium ‘diruntuhkan’, menjadi hal yang wajar. Mana ada kondominium yang bisa bertahan selamanya?

Saat Mikhail Gorbacev yang menjalin kontak rahasia dengan elite global dan kemudian menyerukan New World Order diakhir masa jabatannya, saya hanya bisa tersenyum. (https://www.theguardian.com/commentisfree/2017/mar/31/putinism-russia-1989-world-order-rejected)

It’s all just a game, kamerad.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


5 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Lanjut Bang, Bagaimana dengan posisi china, sehingga rakyatnya kena bencana kelaparan ?, setelah komunis memegang kendali di tahun 1949

  2. Dengan dibantainya keluarga tsar 2. Kenapa gak ada yang mau membalas nya. Semua tau russia punya kemampuan tersebut.

    1. Yang mau balas siapa? Trs siapa juga yg mau jd sasaran balas dendam? Apa Ndoro besar yg jd sasarannya? Tentu tdk mgkn bukan?

error: Content is protected !!