Seharusnya, kubu 01 menang mutlak pada gelaran pilpres 2019 yang lalu. Angkanya bisa mencapai 65%an. Itu info yang saya dapat.
Namun apa lacur, hanya dapat 55% saja. Sisanya habis tergerus oleh semburan hoaks yang secara masif dilakukan oleh kubu kampret bin codot.
Dengan semua angka kemenangan yang didapat, toh tidak membuat kubu 01 bebas melenggang dan mengecap kemenangan dengan aman damai. Kembali kemenangan itu digugat melalui kanal MK.
Sejumlah delik pengaduan diajukan, lengkap dengan barang bukti dan para saksi yang entah diambil dari mana? Gak jelas juntrungannya. Lha, ditanya apa-apa pas sidang kok kagak gablug? Apa namanya kalo bukan saksi abrakadabra?
Pokoknya teriakan kecurangan intens dilantunkan. Gak penting masuk akal apa nggak-nya. Hanya kubu 02 yang boleh menang, gak boleh kubu yang lain.
Waktupun terus bergulir. Dan kekonyolan demi kenyolan ala stand-up comedy dipertontonkan di sidang MK. Hasilnya bisa ditebak. Kubu 02 kembali menelan kekalahan pahit. Gugatan mereka dilepeh mentah-mentah oleh para hakim MK.
Merasa mati gaya, mereka kembali memainkan bola sebagai kubu oposisi. Nggak ada yang salah, sebenarnya. Dalam iklim demokrasi, oposisi mutlak diperlukan. Biar ada kubu penyeimbang.
Nyatanya, publik kembali kecewa. Kembali para kampret meneriakkan rekonsiliasi bukan lagi oposisi. Tapi dengan berbagai syarat. Syarat dapat kursi di kabinet lah, syarat si Bibul dipulangkan, lah.. dan bejibun syarat lainnya.
Kemana logikanya, dul?
Lha situ yang kalah, kok banyak mintanya? Situ mabok jengkol??
Ditengah kegamangan, ternyata Om Wowo mengadakan pertemuan ‘dadakan’ dengan pakde di atas kereta MRT pada Sabtu (13/7) kemarin. Entah apa motifnya, tapi mayoritas rakyat Indonesia bersuka cita. Tapi tidak para antek mamarika yang sangat tidak menghendaki persatuan boleh terjadi.
Bagi mereka, persatuan hanya bisa terjadi jika ada win-win solution-nya. “Ane akan dapat apa?” begitu kira-kira maunya mereka. Dan tentu saja, sesuai arahan tuan besarnya.
Singkatnya. rekonsiliasi tak lain adalah proses bagi-bagi kue kekuasaan demi urusan perut dan syahwat. Yang terjadi rekonsilinasi, bukan pemulihan ala rekonsiliasi.
Saatnya Jokowi dituntut kembali menunjukkan ketegasannya pada para kampret yang selama ini jadi biang kerok kegaduhan di republik ini. Jangan mau ditekan, karena kubu 01 sudah dalam kondisi menang di atas angin. Biarlah mereka meradang, karena itulah gunanya mereka ada di Indonesia.
“Bang, akankah suhu panas akan terus terjaga hingga 2024 nanti?”
Pertanyaan retorik ini tidak perlu ditanyakan. Seperti halnya proyeksi banyak orang yang awalnya menyangsikan pilpres 2019 sebagai persaingan yang kurang menarik untuk disimak. Ternyata kejadiannya malah sebaliknya.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments