Menyoal Krisis Migran (*Bagian 2)


526

Menyoal Krisis Migran (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, kita telah membahas bagaimana skenario krisis migran terjadi. Terlepas siapa yang harus bertanggungjawab, yang jelas para migran ibarat masuk jebakan betmen sehingga mereka berada pada posisi di tengah-tengah perbatasan Belarusia dan Polandia. (baca disini)

Berbagai upaya dilakukan untuk menolak kehadiran migran, yang menyebabkan mereka tertahan di perbatasan. Setidaknya di Polandia, upaya masif tengah digelar.

Di bulan September silam, Mendagri Mariusz Kaminski dan Menhan Mariusz Balszczak dalam sesi konpres menunjukkan kepada publik bagaimana seorang migran tengah bersenggama dengan seekor sapi. Konten tersebut juga didapati pada ponsel milik migran asal Afghanistan yang tengah bersembunyi di hutan.

Pesan yang hendak disampaikan adalah bahwa para migran punya gangguan seksual. “Orang yang punya orientasi seks ‘zoofilia’ begini, masa mau diterima jadi WN?” begitu kurleb-nya. (https://wyborcza.pl/7,173236,27628196,polish-minister-of-interior-presents-false-evidence-framing.html?disableRedirects=true)

Apa benar demikian?

Nyatanya itu hoax yang sengaja difabrikasi guna menolak rencana para migran untuk bisa terus berjalan menuju Uni Eropa. ‘Masa video tahun 1970an diklaim sebagai kejadian saat ini? Kan ketahuan ngibulnya.’ (https://wyborcza.pl/7,101707,25479082,latkowski-dla-wyborczej-o-dokumencie-dla-tvp-kurski-nie-ingerowal.html#anchorLink)

Sekarang kita mau tahu, bagaimana kejadian yang sesungguhnya dibalik krisis migran ini secara geopolitik?

Kita tahu, bahwa sosok Lukashenko memang disasar untuk dilengserkan lewat skenario revolusi warna, sejak dirinya terpilih di 2020 silam. Dengan kemenangan telak atas penantangnya, Svetlana Tikhanovskaya digelaran pilpres, demonstrasi makin marak terjadi di Belarusia. (https://www.politico.eu/article/belarus-exit-poll-predicts-aleksander-lukashenko-victory/)

Kenapa sosok Lukashenko menjadi target operasi penggulingan rezim?

Ada 2 alasan utamanya.

Pertama soal posisi strategis Belarusia yang dikenal sebagai buffer zone antara Rusia dan NATO. Dengan menguasai Belarusia, secara geopolitik NATO akan dapat mengepung Rusia. Dan Rusia sangat paham atas skenario ini, sehingga nggak akan menyerahkan Belarusia untuk jatuh ke tangan NATO.

Tentang ini saya pernah bahas Agustus 2020 silam. (baca disini)

Dan kedua, tingkah seorang Lukashenko sudah buat kesal kartel Ndoro besar.

Maksudnya gimana?

Anda pasti tahu plandemi Kopit, bukan? Apa yang terjadi jika seorang kepala negara menolak narasi resmi plandemi? Tentu saja digulingkan dari singgahsananya.

Mungkin kalo digulingkan alias di kudeta, layaknya Albin Kurti di Kosovo, hanya jabatan saja yang hilang. (baca disini)

Tapi kalo kejadiannya kek John Magifuli di Tanzania, yang harus kehilangan nyawanya akibat menolak narasi plandemi, apa nggak berabe? (baca disini dan disini)

Jauh-jauh hari seorang Lukashenko sudah buka suara kalo si Kopit itu nggak pernah eksis. “Nggak ada Corona di Belarusia. Bahkan virus itupun nggak (pernah) ada,” ungkapnya sambil tertawa dalam sebuah rekaman video. (https://www.youtube.com/watch%3Fv%3DFEDqjY5WkcQ)

Bahkan Swedia-pun akhirnya dibuat ‘tunduk’ pada narasi plandemi, kok nekat beud aksi seorang Lukashenko. (baca disini)

Dengan 2 alasan ini saja, sudah cukup menjadi syarat mutlak untuk menggeser posisi Lukashenko.

Pertama-tama, demonstrasi mulai merebak di Belarusia untuk menggugat hasil pemilu yang dinilai curang. Namun langkah ini nggak membuahkan hasil yang memuaskan. (https://theconversation.com/belarus-protests-why-people-have-been-taking-to-the-streets-new-data-154494)

Karena nggak berhasil, strategi diubah dengan memakai ‘dalih pelanggaran HAM’ saat menangani demonstran dengan kekerasan. Akibatnya, sanksi Uni Eropa diterapkan atas Belarusia. (https://www.bbc.com/news/world-europe-54846049)

Dan terakhir sanksi yang diberikan AS atas Belarusia atas dugaan pelanggaran HAM, juga dikeluarkan guna menekan posisi Lukashenko. (https://www.aljazeera.com/news/2021/4/19/us-re-imposes-sanctions-on-belarus-for-human-rights-violations)

Ini jelas basi.

Kalo dalihnya adalah pelanggaran HAM, saat George Floyd tewas di AS kala demonstrasi yang berujung rusuh, apakah dunia menerapkan sanksi atas AS? Kan nggak. (https://www.ket.org/program/pbs-newshour/why-george-floyds-death-was-a-violation-of-human-rights/)

Kenapa?

Karena ada standar ganda dalam menerapkan pelanggaran HAM. Di luar AS dan sekutunya, maka istilah pelanggaran HAM akan otomatis digunakan jika suatu rezim dinilai ‘sulit diatur’.

Saat krisis migran inipun, lagi-lagi Lukashenko yang disalahkan. “Belarusia sengaja menekan Uni Eropa dengan memberlakukan krisis migran sebagai balasan atas sanksi yang dijatuhkan,” demikian kurleb-nya. (https://www.reuters.com/world/europe/eu-economic-sanctions-belarus-come-into-effect-2021-06-24/)

Bahkan Presiden Dewan Eropa, Charles Michel menyatakan bahwa upaya menggelar krisis migran yang dilakukan Belarusia, dianggap sebagai langkah yang sangat brutal. (https://www.opendemocracy.net/en/odr/death-at-the-eu-border-migrants-pay-the-price-of-belaruss-hybrid-warfare/)

Dan gilanya lagi, Belarusia dituding mempersenjatai para migran dengan dukungan Rusia. (https://www.forbes.com/sites/jillgoldenziel/2021/11/10/belarus-is-weaponizing-migrants-using-putins-playbook-europe-must-legally-fight-back/)

Ujung dari semua ini kita tahu, bahwa Rusia-lah yang akan dijadikan sasaran tembak karena dianggap melindungi ‘Belarusia’ demi kepentingannya. Seolah-olah, Minsk adalah boneka Moskow.

(https://www.aljazeera.com/news/2021/11/15/whats-putins-gain-in-the-belarus-migrant-crisis)

Padahal, antara Lukashenko dan Putin, keduanya kerap berbeda pandangan yang serius. Soal aliran gas Rusia ke Uni Eropa, misalnya. Masa iya boneka kok menolak arahan dalang-nya? (https://infobrics.org/post/34543/)

Masalah tambah kusut saat Polandia yang tengah punya masalah dengan Uni Eropa, kini makin memprovokasi buat cari dukungan. “Krisis migran akan memicu campur tangan militer Rusia pada Polandia dan juga Uni Eropa,” demikian bunyinya. (https://www.bbc.com/news/world-europe-59226226)

Terlepas dari adanya skenario yang sengaja dilakukan Lukashenko pada krisis migran, akar masalah utamanya adalah konflik berkepanjangan di TimTeng dan beberapa wilayah lainnya. Kalo nggak ada perang, mungkin nggak sih krisis migran terjadi? Siapa pihak yang sengaja memicu perang tersebut?

Ini yang harusnya diselesaikan dan bukan menyalahkan Lukashenko semata atas masalah ini.

Seperti saya bilang diawal tulisan, bahwa krisis migran ini ibarat benang kusut yang sulit untuk diselesaikan.

Salam Demokrasi!!


(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!