Rontoknya Tembok Besar


515

Rontoknya Tembok Besar

Oleh: Ndaru Anugerah

Permainan bernama Kopit ini, kian hari kian keras tempo-nya. Bahkan saking kerasnya, semua daya dikerahkan oleh kartel Ndoro besar untuk melumpuhkan siapapun yang berniat menjegal narasi mereka.

Di Belarusia, ada seorang Alexander Lukashenko yang gigih menolak narasi dalam permainan ini. Dan kita tahu apa yang dihadapinya kemudian akibat ‘kekeras-kepalaan’ yang dimilikinya dalam menolak narasi mainstream sang Ndoro, bagi kepemimpinannya di Belarusia. (https://www.economist.com/leaders/2020/07/30/the-right-way-to-get-rid-of-president-alexander-lukashenko)

Mungkin Lukashenko masih sedikit beruntung, karena dirinya hingga kini masih bertahan di tengah upaya ‘penggulingan’ kekuasaannya oleh beberapa pihak dan juga oposisi.

Kalo mau lihat nasib tragis, ya lihat saja seorang John Magufuli yang secara vulgar mempertontonkan kedunguan narasi plandemi sang Ndoro besar. Akibatnya bisa ditebak, dirinya akhirnya ‘raib’ dan kini Tanzania kembali ke koridor yang sudah ditetapkan. (https://www.irishtimes.com/news/world/africa/tanzania-s-covid-sceptic-leader-john-magufuli-dies-from-heart-disease-1.4513717)

“Bukankah kita masih memiliki Swedia, Bang?” tanya seseorang.

Nggak juga sih.

Pada awal-awal plandemi, saya masih banyak berharap pada negara Skandinavia yang satu ini. Gimana tidak, wong negara-negara Eropa lainnya dengan suksesnya memainkan narasi plandemi, kok bisa negara ini dengan ‘jumawa-nya’ menolak skenario sang Ndoro.

Social distancing ditiadakan. Nggak ada acara pakai masker-maskeran. Sekolah beroperasi seperti biasa, layaknya gedung bioskop dan pusat perbelanjaan. Seolah negara ini kebal dari si Kopit. Dan ini menimbulkan pertanyaan besar: “Kopit tuh ada apa nggak, ya?”

Nggak heran kalo semua kebijakan anti-mainstream yang diambil Swedia, sangat jarang terekspos dan masuk radar pemberitaan media sang Ndoro. Bisa berantakan semua skenario yang telah disusun rapih.

Dan belakangan, kebijakan yang diambilnya dapat dijadikan rujukan tentang bagaimana kewarasan dapat diandalkan dalam menghadapi narasi plandemi. (baca disini dan disini)

Tapi itu dulu. Dulu sekali.

Lambat laun, lengan deep state yang ada di negara tersebut mulai bekerja dan memaksa negara tersebut untuk tunduk pada skenario sang Ndoro. “Apa kamu mau berakhir layaknya Magufuli?” begitu kurleb-nya.

Ini dapat terlihat jelas saat negara tersebut melakukan program vaksinasi Kopit di Desember 2020 silam. Kalo benar si Kopit nggak membahayakan seperti bukti yang telah temukan, ngapain juga orang sehat ikutan enjus massal? (https://www.krisinformation.se/en/news/2020/december/vaccination-27-december)

Bukan itu saja, karena kemudian Swedia juga menerapkan kebijakan yang sama tentang vaksinasi Kopit, dengan meluncurkan skema ‘kartu Kopit’, sebagai bagian kebijakan Uni Eropa. (https://www.krisinformation.se/en/hazards-and-risks/disasters-and-incidents/2020/official-information-on-the-new-coronavirus/covid-certificate)

Pada tataran teknis, pertemuan yang melibatkan lebih dari 100 orang akan memerlukan ‘Kartu Kopit’ alias sertifikat vaksin, sebagai bukti status kalo seseorang telah divaksin.

“Sekarang situasi menghendaki agar semua warga memiliki sertifikat vaksin,” begitu kurleb ungkap MenKeb Swedia, Amanda Lind kepada pers. (https://www.thelocal.se/20211117/analysis-will-sweden-introduce-covid-vaccine-passes/)

Dengan demikian, segala macam tes yang digunakan untuk menyatakan anda negatif Kopit atau nggak, menjadi nggak relevan di Swedia, karena semua aktivitas rencananya harus didasarkan pada sertifikat vaksin yang dimiliki seseorang. Kalo belum dienjus, maka nggak boleh kongkow-kongkow.

Selaku analis saya katakan bahwa Swedia adalah tembok besar yang ambruk karena tekanan kartel sang Ndoro besar.

Pesannya jelas: “Jangan coba tanyakan skenario yang sedang dimainkan dan ikuti saja ‘pertunjukkannya’, atau nyawa dan jabatan anda yang jadi taruhannya.”

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!