Menyoal Konflik di Tanah Suci (*Bagian 1)


533

Menyoal Konflik di Tanah Suci (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, kenapa nggak bahas soal konflik di Palestina?” beberapa netizen bertanya tentang hal yang kurleb sama.

Bukan nggak mau bahas, tapi sudah terlalu banyak yang sudah membahasnya. Jadi saya pikir akan kontraproduktif jika saya harus bahas masalah yang sama. Tapi saya jadi nggak tega kalo direngekin terus menerus tentang hal yang itu-itu juga.

Saya akan coba bahas konflik di Tanah Suci dengan perspektif yang beda. Tujuannya agar anda punya pemahaman yang baik akan ketegangan yang ada disana. Karena ulasannya agak panjang, saya terpaksa break analisa saya menjadi 3 bagian.

Simpul dimana warga Palestina dan Israel bersitegang baru-baru ini adalah Gerbang Damaskus yang ada di Yerusalem Timur, yang merupakan pintu masuk utama ke kawasan Kota Tua.

Sejak awal Ramadhan warga Palestina protes karena Israel membatasi akses mereka ke alun-alun Gerbang Damaskus tersebut untuk sholat tarawih. Dan pos pemeriksaan di-intensifkan guna memeriksa warga Palestina yang akan masuk ke sana. (https://www.middleeasteye.net/news/israel-installs-checkpoint-entrance-damascus-gate)

Dengan adanya restriksi tersebut, jelas buat warga Palestina ‘gerah’.

Puncaknya, polisi Israel menahan 4 warga Palestina yang dinilai nggak ‘patuh’ terhadap larangan Israel. Padahal itu tradisi orang-orang Palestina selama Ramadhan. (https://www.middleeasteye.net/news/jerusalem-palestine-israel-damascus-gate-ramadan-arrests)

Sejak itu, eskalasi terus meningkat dan pada 14 April silam, polisi Israel memasuki Masjid Al-Aqsa yang ada di Kota Tua dan memutus kabel pengeras suara yang ada di menara masjid tersebut serta menahan imam Al-Aqsa Sheik Ekrima Sabri untuk bepergian keluar. (https://www.middleeasteye.net/news/ramadan-israel-palestine-thousands-blocked-aqsa-first-friday)

Provokasi yang dilakukan oleh kaum sayap kanan Israel yang turun ke jalan serta meneriakkan seruan ‘Matilah orang Arab’, makin memanaskan suasana. (https://www.haaretz.com/middle-east-news/.premium-death-to-arabs-palestinians-need-protection-from-israel-s-racist-jewish-thugs-1.9747860)

Cerita selanjutnya, anda bisa baca sendiri di media.

Pertanyaannya: apakah konflik tersebut di sengaja atau terjadi secara kebetulan? Kalo memang disengaja, arahnya kemana?

Kalo kita bilang bahwa konflik tersebut terjadi secara tiba-tiba, kita terlalu naif untuk itu. Karena nyatanya, konflik tersebut memang sengaja diciptakan. Untuk apa?

Di tahun 2001, Israel menggelar operasi rahasia yang diberinama Justified Vengeance.

Penggagasnya adalah Jenderal Meir Dagan selaku penasihat keamanan PM Israel, Ariel Sharon dan juga Direktur Mossad. Karenanya Operasi Justified Vengeance dikenal juga dengan Dagan’s Plan. (https://www.globalresearch.ca/operation-justified-vengeance-secret-plan-destroy-palestinian-authority/5745390)

Apa sih cetak biru rencana tersebut?

Mengusir orang Palestina dari negerinya sendiri. Dan ini nggak mungkin dilakukan dengan jalur diplomasi, karena Israel nggak punya peluang untuk menang pakai cara itu. Jadi, jalur ‘kekerasan’ yang akan diambil.

Karenanya, operasi Cast Lead kemudian digelar pada tahun 2008 guna mengusir warga Palestina dari wilayah pendudukan, dengan menjatuhkan bom lewat udara selain invasi darat. (https://www.haaretz.com/1.5146098)

Walaupun Israel mengklaim bahwa operasi tersebut digelar untuk mengalahkan Hamas, tapi itu bukan yang sesungguhnya jadi target mereka.

Dengan penghancuran yang disebabkan oleh agresi militer yang otomatis menghancurkan sektor ekonomi orang Palestina, siapa juga yang bisa bertahan dengan kondisi tersebut?

Yang paling logis untuk bisa dilakukan adalah migrasi besar-besaran orang Palestina pada wilayah mereka-lah secara ‘sukarela’ guna menghindari ‘tekanan maksimum’ dari Israel. Kalo begini skenario yang diambil, orang Israel tinggal tepuk tangan deh. Prok-prok-prok.

Kembali ke laptop.

Dagan’s Plan menjadi faktor utama dalam sejumlah peristiwa penting di wilayah pendudukan. Salah satu tokoh yang menjadi target untuk dimusnahkan adalah Yasser Arafat di tahun 2004. (baca disini)

“Kami akan memilih cara dan waktu yang tepat untuk menyingkirkannya,” ungkap Shaul Mofaz selaku Menhan Israel kala itu. (http://www.dailystar.com.lb/ArticlePrint.aspx?id=66854&mode=print)

Kenapa Arafat penting untuk dilenyapkan?

Karena ada 2 alasan utama. Pertama untuk menghancurkan otoritas Palestina yang kala itu dipimpin oleh Arafat. Dan kedua mengadu domba antara pihak Fatah dan Hamas.

Dan naiknya Mahmoud Abbas sebagai pengganti Arafat, bisa terjadi atas sokongan Israel dan juga AS, karena dinilai cocok sebagai rezim boneka di Palestina. Nggak aneh jika kemudian, Israel kerap kasih ‘arahan’ kepada Abbas. (https://www.haaretz.com/1.5146048)

Dagan’s plan juga menjadi dasar penghapusan semua pemukiman Yahudi di Gaza. Jadi, kedepannya nggak akan ada orang Yahudi di wilayah tersebut. Dan ini akan disambut positif oleh orang Palestina karena ‘dinilai’ sebagai kemenangan dan akan membuka jalan bagi proses perdamaian. (https://www.cbc.ca/news/world/sharon-promises-to-remove-jewish-settlements-from-gaza-1.475016)

Padahal bukan begitu skenarionya.

Gaza itu adalah kamp konsentrasi warga Palestina yang sengaja diciptakan pemerintah Israel. Dengan adanya pemukiman Yahudi disana, maka akan menggagalkan rencana tersebut. Tidak aneh jika Gaza selalu berkecamuk, karena memang rencananya demikian adanya.

Selain itu, Dagan’s Plan juga menjadi pembuka jalan bagi didirikannya tembok Apartheid yang ada di Israel. Dengan adanya tembok pemisalh tersebut, maka secara otomatis, Israel punya hak penuh atas wilayah yang ‘dirampasnya’ dari Palestina. (https://www.telesurenglish.net/news/Israel-Apartheid-Wall-Stands-15-yrs-UN-Deemed-it-Illegal-20190709-0032.html)

Dan yang terakhir, Dagan’s Plan juga memandulkan peran Hamas yang berhasil memenangkan pemilu di Palestina pada tahun 2006 silam, mengalahkan Fatah. (https://www.theguardian.com/world/2006/jan/26/israel1)

Dengan asumsi bahwa Hamas adalah organisasi teroris, maka Hamas akhirnya hanya akan diberi wewenang atas jalur Gaza oleh pemerintah Israel sejak 2007 silam. Sungguh tragis. (https://www.nytimes.com/2007/06/14/world/middleeast/14mideast.html)

Sementara itu, Fatah yang keok pada pemilu Palestina, tetap diberi wewenang untuk memimpin wilayah Tepi Barat lewat rezim boneka Mahmoud Abbas.

Dengan adanya pemisahan tersebut, maka friksi antara kedua organisasi di Palestina tersebut makin meruncing. Dan untuk ini, Israel bisa tersenyum lega atas perpecahan yang terjadi di antara sesama warga Palestina.

Lantas, kenapa Gaza kerap bergejolak? Apakah hanya karena faktor Hamas yang ada disana?

Pada bagian kedua, saya akan membahasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!