Menguak Kudeta di Mali


515

Menguak Kudeta di Mali

Oleh: Ndaru Anugerah

Terjadi aksi kudeta di Mali (18/8) yang dilancarkan oleh sekelompok prajurit AD Mali. Aksi kudeta ini akhirnya memaksa Presiden Ibrahim Boubacar Keita dan juga PM Boubou Cisse, mundur dari jabatannya.

“Saya nggak mau ada pertumpahan darah terjadi jika saya tetap berkuasa,” demikian kurleb ungkap Presiden Keita. (https://www.aljazeera.com/news/2020/08/mali-soldiers-promise-elections-coup-200819094832716.html)

Kenapa sampai ada kudeta di Mali? Apa tujuan utamanya?

Saya coba bahas dengan bahasa yang sederhana, agar anda mengerti duduk masalahnya.

Mali itu negara yang sangat kaya SDA-nya. Kalo anda tahu kaisar Mali pada abad ke-14 yang bernama Mansa Musa, anda akan tahu betapa kayanya Mali, karena tambang emasnya saat itu. (baca disini)

Namun kekayaan alam Mali (sampai saat ini) nggak hanya emas. Ada juga nikel, bauksit, berlian hingga uranium. Dan kandungan minyak di wilayah Taoudeni, Tamesna, Ilumenden hingga Gao juga kasih kontribusi kekayaan alam yang nggak sedikit. (http://www.jmpmali.com/html/miningandpetroleum.html)

Wajar jika Mali jadi wilayah primadona. Dan Perancis-lah yang selama ini ‘menguasai’ lapak yang ada di Mali, mengingat Mali dulunya adalah wilayah jajahan Perancis.

Seiring berjalannya waktu, China juga ingin merasakan ‘manis-nya kue’ yang ada di Mali demi mengembangkan proyek Belt & Road Initiative yang diusungnya.

Untuk mewujudkan rencana tersebut, maka China dan Mali akhirnya menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) di Bamako (ibukota Mali) tentang kerjasama BRI pada 25 Juli 2019 silam. (https://www.beltandroad.news/2019/07/29/china-mali-sign-mou-on-belt-road-cooperation/)

Apa yang diincar China pada Mali?

Selain mengincar SDA-nya, China juga mengincar wilayah Sahel yang sangat strategis bagi jalur perdagangan Tiongkok di Afrika. Wilayah ini terbentang dari pantau Atlantik Senegal hingga Eritrea di pantai Laut Merah.

Selain itu China juga akan membangun infrastruktur seperti jalur kereta api yang akan menghubungkan Mali ke pelabuhan Dakar, Senegal dan Conakry di Guinea. (https://www.scmp.com/news/china/diplomacy/article/3098397/china-watches-mali-coup-threatens-stability-strategic)

Jadi skema-nya mirip-mirip perjanjian kerjasama pembangunan infrastruktur di negeri berflower. Mali terbantu kemajuan negaranya karena adanya pembangunan infrastruktur, dilain sisi China juga dapat untung karena infrastruktur tersebut kelak bisa dipakai sebagai jalur niaga negaranya di Mali.

Dan pembangunan infrastruktur jelas butuh suasana yang kondusif. Gimana bisa membangun tanpa ada keamanan yang baik? Salah-salah, bukan membangun tapi malah mati konyol. Inilah situasi yang dikehendaki China agar bisa membangun infrastrukturnya sesuai jadwal.

Nggak aneh, demi terciptanya suasana kondusif, China terpaksa mengirimkan pasukan tentaranya sebagai bagian untuk menjaga keamanan di Mali.  Pada Mei 2019 silam, sebanyak 413 tentara Tiongkok dikirim ke Mali sebagai bagian Misi Stabilisasi Terpadu Multi-Dimensi PBB di Mali alias MINUSMA. (https://www.oboreurope.com/en/mali-officially-bri/)

Bayangkan jika tanpa ada halangan apapun, maka China akan sukses membangun koridor BRI mereka di Afrika Barat yang terkoneksi dengan Mali.

Eh, tiba-tiba terjadi kudeta di Mali, yang dipimpin oleh Kolonel Assimi Goita.

Pertanyaannya: siapa yang diuntungkan dengan kudeta tersebut? Kalo menuduh China sebagai pihak yang mendalangi, jelas lebay.com. Ngapain harus kudeta? Toh dengan situasi aman, pembangunan infrastruktur akan berjalan sesuai rencana.

Sebaliknya, dengan adanya kudeta tersebut, maka otomatis situasi keamanan di Mali menjadi nggak terkendali. Dengan kata lain, bukan nggak mungkin rencana China di Mali bakal berhenti dengan terjadinya pergolakkan di negara tersebut.

“Ini akan mengancam stabilitas di kawasan strategis,” begitu kurleb pemikiran China. (https://www.scmp.com/news/china/diplomacy/article/3098397/china-watches-mali-coup-threatens-stability-strategic)

Lalu siapa pihak yang berada dibalik kudeta tersebut?

Sebuah sumber anonim menyatakan bahwa Kolonel Assimi Goita telah bekerjasama selama bertahun-tahun dengan pasukan Operasi Khusus AS yang berfokus memerangi ekstrimisme di Afrika Barat. Bukan itu saja, Kolonel Goita juga secara teratur mengikuti pelatihan militer yang diberikan AS.

Bahkan Kolonel Goita juga menerima pelatihan militer dari Jerman dan Perancis, sehingga dirinya kemudian didaulat sebagai pemimpin unit pasukan khusus Mali. (https://www.independent.co.uk/news/world/africa/mali-coup-leader-us-military-colonel-assimi-goita-a9682426.html)

Dan bukan sekali ini saja AS terlibat dalam melatih para perwira AD di Mali. Pada kudeta di tahun 2012, Kapten Amadou Haya Sanogo juga telah mendapatkan pelatihan militer dari AS, termasuk pendidikan militer profesional dan pelatihan dasar. (https://www.reuters.com/article/us-mali-security/us-halts-military-cooperation-with-mali-as-coup-supporters-celebrate-idUSKBN25H190)

Tentang ini saya pernah bahas dengan lengkap. (baca disini)

Semoga nggak ada lagi yang tanya ke saya tentang kudeta di Mali.

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!