Menebak Arah Karambol


516

Menebak Arah Karambol

Oleh: Ndaru Anugerah – 07082024

“Bang, ayo ulas soal rusuh di Inggris. Kan udah janji mau bahas hari ini?” pinta seorang netizen.

Ok saya bahas.

Kita yang di Indonesia tahu bahwa Inggris saat ini sedang tidak baik-baik saja dipicu oleh kerusuhan berbau rasial. Nggak hanya mobil dibakar, para migran dipukuli hingga babak belur, bahkan penjarahan juga berlangsung secara masif di beberapa kota besar. (https://www.theguardian.com/politics/article/2024/aug/05/why-people-rioting-across-england-how-many-involved)

Pemicunya adalah anak berusia 17 tahun keturunan Rwanda bernama Axel Muganwa Rudakubana, yang tanpa babibu tetiba masuk ke kelas dansa Taylor Swift khusus anak-anak yang ada di Southport dan melakukan serangan dengan menggunakan pisau.

Akibat serangan ini, dikabarkan 10 orang luka-luka dan 3 orang dinyatakan meninggoy. (https://www.bbc.co.uk/news/articles/c6p2yrg3pvpo)

Sampai saat itu, afiliasi keagamaan Axel belum ditetapkan oleh pihak berwajib.

Belum cukup satu masalah, satu masalah lainnya muncul.

Saat upacara peringatan untuk para korban digelar warga Inggris, ternyata ada lagi pemuda yang terpaksa diamankan dalam acara tersebut, karena kedapatan memakai penutup kepada dan membawa parang. Sasus beredar pemuda tersebut ditenggarai seorang muslim. (https://www.express.co.uk/news/uk/1930075/southport-stabbing-vigil-man-arrested-knife)

Kuat dugaan, kelakuan 2 pemuda tersebut yang memicu kemarahan warga Inggris. Apalagi korbannya para bocil. Makin gampang ngomporin orang untuk langsung bereaksi.

Singkat cerita, mesjid-mesjid di Inggris jadi salah satu tempat favorit para perusuh untuk melampiaskan kemarahan mereka pada imigran muslim yang ada di negara monarki itu.

Setidaknya, itu narasi yang terjadi disana.

Perihal bagaimana cerita sebenarnya, masih simpang siur. Misalnya keterangan pihak berwajib yang nggak konsisten dari satu konpers ke konpres yang lain tentang status tersangka.

Ini jelas membuka peluang bagi ruang publik untuk berspekulasi liar.

Harusnya kan pihak berwajib nggak boleh kasih keterangan yang mencla-mencle. Sehingga narasinya ajeg dan dapat diterima publik dengan jelas dan nggak membuka peluang bagi persepsi untuk menari liar.

Kita pantas bertanya: ada apa sebenarnya, kok masalah dibuat seolah-olah penuh ketidakjelasan oleh pihak berwenang? Apakah kepolisian Inggris nggak punya kapabilitas untuk mengungkap masalahnya dengan jelas guna menghindari berita yang simpang siur?

Dari sini saja kita bisa lihat adanya ketidak beresan.

Lantas, kemana kira-kira alur akan bergulir?

Kalo lihat polanya yang mencoba menebar masalah dan memancing amarah publik, ini jelas false flag operation. Tebar masalah dan memancing reaksi publik. Pada akhir episode, akan ada solusi atas masalah yang terjadi.

Lantas apa akar masalah yang dianggap sebagai biang kerok atas kerusuhan rasial tersebut?

Tentu saja berita hoax yang bebas bergentayangan di jagat dunia maya.

Lalu bagaimana cara membuktikannya?

Kita lihat isi media mainstream dalam menyikapi situasi rusuh.

Misalnya Sky News yang menyatakan bahwa misinformasi atas serangan di Southport memicu wacana sayap kanan di media sosial. (https://news.sky.com/story/southport-attack-misinformation-fuels-far-right-discourse-on-social-media-13188274)

ABC News juga punya judul yang sama untuk headline-nya bahwa misinformasi daring memicu ketegangan atas serangan di Inggris yang menewaskan 3 orang anak. (https://abcnews.go.com/Business/wireStory/online-misinformation-fueling-tensions-southport-stabbing-attack-killed-112463073)

Sama halnya dengan Byline Times yang menyatakan adanya kontribusi masyarakat dalam memicu kriminalitas melalui media sosial dengan adanya misinformasi. (https://bylinetimes.com/2024/07/31/southport-violence-we-all-need-to-consider-our-role-in-the-wild-west-of-social-media-hypercriminality/)

Bahkan BBC juga memberitakan hal yang sama bahwa media sosial sebagai biang kerok rusuh rasial di Southport dengan misinformasi yang beredar. (https://www.bbc.co.uk/news/articles/cd1e8d7llg9o)

Masih banyak headline sejenis yang dapat anda temukan pada outlet media mainstream.

Pesan yang hendak disampaikan: solusinya adalah perlu regulasi pada ranah media sosial, utamanya menyangkut hoax. jika disinformasi pada media sosial tidak diregulasi di Inggris, maka akan timbul kekacauan yang sulit ditangani.

Begitu kurleb pesan yang hendak disampaikan.

Solusi konkrit-nya: tentu saja upaya penyensoran. Nggak mungkin ada disinformasi pada dunia maya, jika pemerintah melakukan penyensoran disana. Dengan adanya penyensoran, maka kebebasan berbicara, otomatis akan terbelenggu.

Sasaran kedua atas masalah ini adalah pengawasan digital dengan cara menerapkan teknologi face recognition. Ini diperlukan agar para pelaku kerusuhan dapat dikenali secara langsung, sehingga pihak berwajib dapat langsung memberikan sanksi pada mereka.

PM Keir Starmer telah menyatakan dengan gamblang atas rencana tersebut. Bahwa pemerintah Inggris akan melawan kelompok pembuat rusuh dengan membentuk divisi baru di kepolisian yang bertugas melakukan pengawasan digital dengan menerapkan teknologi pengenalan wajah untuk membatasi pergerakkan para perusuh. (https://www.gov.uk/government/speeches/prime-minister-keir-starmers-statement-in-downing-street-1-august)

Ini yang sebenarnya yang jadi target utama dari rusuh di Inggris. Pengawasan digital.

Dan itu adalah stepping stone dari sang Ndoro besar atas rencana besarnya The Great Reset. (baca disini, disini, disini dan disini)

Jika rencana penerapan pengawasan digital di Inggris sukses dilakukan, copas kebijakan serupa di Planet Namek apa susahnya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


error: Content is protected !!