Krisis Solar Global (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama tulisan, kita sudah mengulas pentingnya solar dalam menjalankan mesin-mesin industri. Tanpa solar sebagai bahan bakar mesin diesel, maka akan mendatangkan bencana besar pada sektor industri. (baca disini)
Bagaimana ini bisa terjadi?
Karena solar dipakai untuk menggerakkan mesin diesel. Pada kendaraan salah satunya.
Jika nggak ada solar, maka mesin transportasi nggak bisa mengangkut barang dari dan ke pelabuhan ataupun ke daerah-daerah lainnya. Barang-barang yang diangkut ke supermarket juga nggak bisa diangkut, tanpa truk yang menggunakan solar sebagai bahan bakar kendaraannya.
Itu kenapa tanpa kehadiran solar, maka sektor industri jadi mandek.
Apa yang terjadi dengan solar saat ini?
Sejak lockdown diberlakukan pada Maret 2020 silam, permintaan global akan solar untuk transportasi, konstruksi hingga pertanian, menjadi berkurang drastis. Siapa juga yang mau beroperasi pakai mesin diesel ditengah plandemi Kopit?
Akibat proses ini, banyak kilang minyak yang terpaksa ditutup karena dinilai nggak profitable. Turunannya, kapasitas produksi jadi berkurang untuk pasokan global. (https://www.reuters.com/article/us-health-coronavirus-oil-refineries-idUSKBN21D19K)
Pada awal tahun ini saja, stok solar dunia mulai menipis.
Sebelum krisis Ukraina di Februari silam, stok solar di AS hanya sekitar 21% di bawah rata-rata konsumsi tahunan dibandingkan masa sebelum plandemi. Di Inggris, juga 11-12, dengan stok yang tersedia hanya 8% di bawah konsumsi rata-rata tahunan sebelum plandemi. (https://www.zerohedge.com/energy/global-diesel-shortage-raises-risk-even-greater-oil-price-spike)
Itu bicara ketersediaan stok. Lalu, bagaimana dengan kebutuhan konsumsi pasar?
Seiring dengan dibukanya kembalinya aktivitas perdagangan global, pasar membutuhkan lebih banyak solar untuk menjalankan industri. Dan ini jadi nggak imbang dengan ketersediaan stok. Akibat stok yang sedikit sementara permintaan banyak, harga jadi melonjak.
Masalah diperburuk dengan sikap yang diambil China yang memberlakukan larangan ekspor solar untuk menjamin keamanan energi nasionalnya. Langkah ini diambil, karena China melihat stok solar global mulai menipis seiring merebaknya krisis Ukraina. (https://oilprice.com/Energy/Energy-General/China-Asks-State-Owned-Refiners-To-Halt-Gasoline-Diesel-Exports.html)
Bahkan pemerintahan Biden juga memberlakukan larangan impor atas semua produk migas asal Rusia, termasuk solar. (https://www.businessinsider.com/biden-us-ban-russian-oil-natural-gas-coal-imports-report-2022-3)
Eropa juga akan memberlakukan larangan impor yang sama, atas produk Rusia dalam waktu dekat.
Parahnya lagi, banyak perusahaan minyak Barat dan juga pedagang minyak yang menolak mengolah minyak mentah asal Rusia, karena takut dikenakan ‘kartu merah’ atas pelanggaran sanksi atas produk Rusia.
Dampaknya bisa ditebak.
Per April, harga solar di Jerman naik dari € 1,5 per liter, menjadi € 2,1 alias melambung 40%. (https://www.globalpetrolprices.com/Germany/diesel_prices/)
Kasus yang sama juga terjadi di banyak tempat di belahan dunia lainnya. (https://www.nytimes.com/2022/03/31/business/economy/diesel-economy-russia-ukraine.html)
Apa yang akan terjadi kemudian, jika ini terus berlanjut?
Penjatahan bahan bakar diesel alias solar secara global, akan terjadi dalam waktu dekat. “Kekurangan solar secara sistemik akan terjadi,” ungkap Russell Hardy selaku CEO Vitol. (https://oilprice.com/Energy/Energy-General/Rationing-Looms-As-Diesel-Crisis-Goes-Global.html)
Itu yang ngomong CEO perusahaan minyak papan atas dunia. Jadi bukan kaleng-kaleng prediksinya.
Prediksi akan langkanya solar, juga diungkapkan oleh ekonom Irlandia terkemuka, Prof. David McWilliams. “Tidak hanya harga minyak yang naik, solar juga akan naik. Bahkan ada ancaman nyata solar akan langka untuk wilayah Eropa Barat selama beberapa waktu ke depan,” ujarnya.
Apa penyebabnya?
Kilang minyak tempat solar dihasilkan, nggak punya lagi minyak mentah untuk diolah. Dan minyak mentah itu berasal dari Rusia yang kini AS dan sekutunya kenakan sanksi.
Prof. McWilliams menambahkan, “Kita tidak hanya mengalami krisis minyak kali ini, tapi krisis energi yang belum pernah kita lihat dalam 50 tahun terakhir.” (https://extra.ie/2022/04/07/news/fears-diesel-will-run-dry)
Singkatnya, krisis solar global, sudah di depan mata. Dan jika ini terjadi, maka bencana akan menimpa sektor transportasi truk dan mobil, pertanian, konstruksi hingga pertambangan. Efek domino-nya yang harus diantisipasi, dimana semua akan dibebankan pada konsumen selaku penikmat akhir produk industri.
Kenapa krisis solar bisa terjadi?
Karena ada skenario The Great Zero Carbon sang Ndoro besar, dimana semua produk bahan bakar hidrokarbon akan dicampakkan selamanya dari muka bumi. (baca disini, disini dan disini)
Dengan skenario penyetelan ulang yang dilakukan oleh kartel Ndoro besar guna mewujudkan tatanan dunia baru tersebut, efek domino atas krisis solar yang akan mendorong ekonomi global ke jurang kebangkrutan, akan terjadi, cepat ataupun lambat.
Pertanyaannya: siapkah anda menyambut skenario ini?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments