Shanghai Lockdown (*Bagian 1)


522

Shanghai Lockdown (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

Diceritakan, bahwa Shanghai kembali tertutup kabut kelam. Media mainstream menggambarkan kota tersebut terpaksa melakukan aksi lockdown karena meningkatnya kasus Kopit di wilayah tersebut.

Akibatnya warga dilarang keluar rumah sama sekali, kecuali untuk urusan medis. Ini ditambah dengan hadirnya robot yang berpatroli di jalan-jalan dan juga drone yang berseliweran kesana kemari untuk memantau pergerakkan warga Shanghai agar nggak keluar rumah. (https://www.msn.com/en-us/news/world/apparently-drones-and-robot-dogs-are-issuing-lockdown-commands-in-shanghai/ar-AAVVJBn)

Agar situasi tambah menegangkan, nggak lama beredar video warga Shanghai yang dikurung dalam rumah dan kemudian berteriak-teriak meminta otoritas berwenang menyediakan makanan dan juga kebebasan bagi mereka. (https://tinyurl.com/bdxkuue4)

Suasananya sungguh sangat mencekam.

Setidaknya itu pesan yang mau disampaikan oleh media mainstream.

“Apa yang sesungguhnya terjadi disana, Bang?” tanya seorang netizen.

Saya akan mencoba menjawabnya.

Awalnya, kasus penularan Kopit terjadi di sisi Timur Sungai Huangpu di Pudong pada akhir Maret silam, dan kemudian menyebar kasusnya di penjuru kota Shanghai pada awal April. (https://www.infobae.com/en/2022/03/28/china-confined-half-of-shanghai-in-an-attempt-to-contain-the-largest-covid-19-outbreak-in-the-country/)

Karena China sudah menetapkan kebijakaran zero tolerance alias toleransi nol atas kasus Kopit (yang sungguh membagongkan), maka Shanghai pun diberlakukan lockdown tanpa ampun. (https://www.forbes.com/sites/jackkelly/2022/04/12/a-zero-tolerance-covid-19-policy-in-china-leads-to-a-dystopian-nightmare-for-26-million-residents/)

Memang seberapa banyak kasus yang terjadi?

Menurut laporan resminya, ada lebih dari 26 ribu kasus. Dan dari jumlah tersebut, hanya 914 yang bergejala. Masih sangat wajar. Lagian, kalo nggak ada gejalanya, kenapa harus dikhawatirkan? (https://www.scmp.com/news/people-culture/social-welfare/article/3173882/shanghai-lockdown-residents-fear-false-positive?module=inline&pgtype=article)

Jika kemudian otoritas Shanghai menerapkan lockdown dan menyebabkan warganya kelaparan dan memicu kemarahan, bukankah itu hal yang lebay untuk dilakukan? (https://www.cnn.com/2022/04/19/china/shanghai-covid-lockdown-nightmare-intl-dst-hnk/index.html)

Atas kejadian ini, lembaga HAM Barat dan kanal media mainstream langsung tuding bahwa pemerintah Komunis China telah melakukan pelanggaran HAM atas warganya. (https://www.hrw.org/news/2022/04/06/china-treatment-non-covid-illnesses-denied)

Kalo memang pelanggaran HAM yang jadi acuannya, bukankah lockdown yang sama yang diterapkan oleh negara-negara Barat, apakah itu juga tidak melanggar HAM? Kenapa ada double standard dalam hal ini?

Apa yang melatar belakangi lockdown yang diterapkan di Shanghai?

Untuk jawab masalah ini, kita perlu tahu latar geopolitik yang melatar belakanginya.

Awalnya Joe Biden memperingatkan Xi Jinping pada 18 Maret silam, bahwa akan ada konsekuensi serius bagi Tiongkok jika mereka kedapatan memberikan sokongan pada Rusia pada konflik di Ukraina, utamanya di bidang ekonomi dan militer. (https://www.cnn.com/2022/03/18/politics/joe-biden-xi-jinping-call/index.html)

“Rusia telah bertindak brutal terhadap warga sipil Ukraina,” demikian alasan Gedung Putih. (https://www.rferl.org/a/biden-xi-ukraine-russia/31759721.html)

Entah ini ancaman serius atau apa, tapi yang jelas 3 hari setelah ultimatum dilayangkan AS, nggak hujan nggak angin, China Eastern Airlines dengan nomor penerbangan 5735 yang sedianya akan mendarat di Bandara Guangzhou, mengalami kecelakaan yang nggak bisa diketahui apa penyebabnya. 132 korban meregang nyawa atas kecelakaan tersebut. (https://abcnews.go.com/International/wireStory/month-china-eastern-crash-mystery-84186145)

Sudah hampir sebulan berlalu, masa iya di jaman yang super canggih ini, penyebab kecelakaan nggak bisa diketahui?

Santer berhembus kabar, bahwa kecelakaan tersebut sengaja dibuat oleh AS, untuk menegaskan bahwa ‘ancaman’ serius telah dilayangkan kepada China. Dengan kata lain, ada tangan AS yang sengaja menginginkan insiden tersebut terjadi (https://stateofthenation.co/?p=109907&fbclid=IwAR1tPtOWrbJwffxXnZokEVtpY5BnmAg0qNibNq8_hT4G7qHqCSKREFPqBJY)

Asumsi makin menguat saat 7 orang personil dari AS rencananya akan dilibatkan dalam penyelidikan formal atas insiden kecelakaan di Bandara Guangzhou.

“Ngapain juga harus melibatkan tim investigasi AS atas kecelakaan pesawat domestik? Bukankah ini hal yang aneh?”

Dan tiba-tiba datanglah kebijakan lockdown di Shanghai pada 28 Maret silam, dengan menerapkan kebijakan zero tolerance atas Kopit. Ini jelas kebijakan brutal yang sebenarnya nggak perlu diambil oleh otoritas Shanghai dalam menangani Kopit.

Apakah semua runtutan itu saling berkait?

Kita jawab pada tulisan kedua nanti.

Satu yang pasti, AS telah lama terlibat sebagai dalang kerusuhan di Hong Kong, yang merupakan wilayah otonomi khusus milik China. Kalo di Hong Kong mereka bisa beraksi, apa susahnya mendalangi kejadian serupa di Shanghai? (baca disini dan disini)

Apakah begitu ceritanya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!