Kenapa Nggak Berpatokan pada Data?


527

Kenapa Nggak Berpatokan pada Data?

Oleh: Ndaru Anugerah

“Kita harus terus divaksin, agar tingkat kematian akibat Kopit bisa ditekan?” begitu ungkap seorang pejabat kesehatan berwenang di Wakanda. Sekilas masuk akal tentang apa yang diungkapkannya, mengingat kapasitasnya sebagai seorang dokter.

Tapi apa iya, yang diungkapkannya benar adanya?

Kenapa kita wajib meragukan hal tersebut?

Karena selama ini, semua hanya berpatokan pada asumsi dan nggak ada data penelitian yang menunjang. Nggak aneh jika ambil kebijakan ibarat orang main layangan yang sangat bergantung pada kemana angin berhembus. Terombang-ambing. (baca disini, disini, dan disini)

Sekarang kita lihat lagi, apakah pernyataan yang diungkapkan benar adanya?

Pada Maret 2021 yang lalu, sebuah data penelitian mengungkapkan bahwa IFR alias Infectious Fatality Rate dari si Kopit hanya 0,15%. Dengan angka segitu, artinya tingkat kematian akibat Kopit kurang lebih sama dengan penyakit flu biasa. (https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/eci.13554)

Apakah penelitian tersebut dapat dijadikan rujukan?

Tentu saja. Siapa yang nggak kenal Prof. John Ioannidis?

Epidemiolog kondang asal Stanford University tersebut memang dikenal sebagai sosok ‘singa’ dalam ilmu kedokteran selain dikenal juga sebagai pakar statistika. Jadi kalo dia ngomong, banyak akuratnya ketimbang nggak-nya. Beliau bukan pakar kaleng-kaleng.

Selain itu Prof. Ioannidis juga dikenal dikalangan ilmuwan sebagai sosok yang berkepala dingin dengan data-data yang akurat. (https://www.statnews.com/2020/03/17/a-fiasco-in-the-making-as-the-coronavirus-pandemic-takes-hold-we-are-making-decisions-without-reliable-data/)

Dia-lah yang mengeluarkan hasil riset tersebut. Jadi nggak perlu diragukan kredibilitasnya.

Kalo kita flashback, di Maret 2020 WHO kasih pengumuman bahwa IFR dari si Kopit mencapai 3,4%. Dengan angka segitu besar, siapa yang nggak panik? (https://www.cnbc.com/2020/03/03/who-says-coronavirus-death-rate-is-3point4percent-globally-higher-than-previously-thought.html)

Bahkan guna mendukung skenario panik yang dikembangkan Tedros dan kroninya, seseorang kemudian bahkan mengedit data kematian di laman Wikipedia tentang Kopit yang disandingkan dengan Flu Spanyol. (https://web.archive.org/web/20200212112202/https://en.wikipedia.org/wiki/Spanish_flu)

Pesan yang mau disampaikan, Kopit kurleb sama mematikan dengan Flu Spanyol.

Banyak pakar kesehatan mempertanyakan angka 3,4% yang dilontarkan WHO. Salah satunya adalah Prof. Ioannidis.

Menurutnya, IFR-nya ketinggiannya, karena menurut penelitian beliau di April 2020, IFR yang didapat hanya 0,27%. (https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.05.13.20101253v1)

Dan belakangan (walau secara tidak langsung) WHO mengakui bahwa IFR si Kopit pada Oktober 2020 silam, hanya sekitar 0,14%. “Tingkat infeksi Kopit secara global mencapai 10%,” begitu kurleb-nya.

Dengan data tersebut, artinya ada sekitar 780 juta orang terpapar dari 7,8 milyar penduduk dunia. Mengambil data kematian global akibat Kopit di bulan Oktober, adalah 1.061.539.

Artinya, IFR si Kopit 1.061.539 dibagi 780 juta = 0,14%. (https://apnews.com/article/virus-outbreak-archive-united-nations-54a3a5869c9ae4ee623497691e796083)

Jadi, kalo IFR dari 3,4% seperti klaim awal WHO, dan kini hanya tinggal 0,15%, terjadi penurunan tajam tingkat kematian akibat Kopit secara global. Hampir mencapai 95%.

Tentang ini, saya juga pernah ulas di Januari 2020 silam dan kini terbukti benar. (baca disini)

Merujuk pada data tersebut, wajar kalo kita katakan bahwa Kopit nggak lebih dari penyakit flu biasa.

Sekarang coba anda pikir, kalo saat musim flu, anda perlu divaksin nggak?

Kenapa sekarang pada ribut bicara vaksin?

Sekarang anda lihat, kalo saat musim flu, anda perlu pakai prokes abrakadabra nggak?

Kenapa sekarang pada lebay menerapkan prokes ekstra ketat yang nggak ada dasarnya?

Dan terakhir, data penelitian yang diungkap Prof. Ioannidis (yang kurleb sama dengan yang diakui WHO pada Oktober 2020 silam) menyatakan bahwa tanpa divaksin-pun, peluang anda hidup jika terkena si Kopit mencapai 99,85%.

Ini data yang bicara.

Masalahnya, anda lebih percaya data atau kata si ‘dokter’ tadi?

Katanya anda makhluk terdidik?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!