Mendingan Diam Aja


511

Mendingan Diam Aja

Oleh: Ndaru Anugerah

Apa yang bisa membelah opini masyarakat Indonesia saat ini?

Banyak tentunya. Salah satunya adalah vaksin nusantara yang dibesut oleh mantan Menkes Terawan. Banyak yang setuju, namun nggak sedikit juga yang menentangnya.

Kubu pendukung khususnya berasal dari kalangan politisi Senayan yang digalang oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dengan membawa gerbong sekitar 40 anggota DPR lintas fraksi.

Puncaknya mereka ramai-ramai disuntik vaknus sebagai bentuk dukungan, walaupun belum ada ‘restu’ dari BPOM. (https://www.jawapos.com/nasional/politik/22/04/2021/disuntik-vaksin-nusantara-anggota-dpr-terima-kasih-terawan/)

“Kami mendukung pemerintah untuk pakai vaksin nusantara,” begitu kurleb-nya. (https://www.tribunnews.com/nasional/2021/04/14/dipimpin-dasco-40-anggota-dpr-jalani-proses-vaksinasi-vaksin-nusantara-di-rspad)

Di sisi yang lain, kubu penolak juga nggak kalah set. Mereka mendukung skenario yang dikeluarkan BPOM bahwa vaksin nusantara harus memenuhi akidah ilmiah sebelum bisa digunakan oleh masyarakat luas.

Masalahnya menurut BPOM, ada hambatan dalam uji klinis yang kemudian membuat vaknus nggak bisa melanjut ke tahap uji klinis selanjutnya. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210414193354-20-630057/hasil-inspeksi-bpom-proses-vaksin-nusantara-bermasalah)

Walhasil, gerbong yang menentang vaknus sukses membawa lebih dari 100 orang bergabung untuk mendukung BPOM. (https://nasional.kompas.com/read/2021/04/17/16310061/polemik-vaksin-nusantara-lebih-dari-100-tokoh-nyatakan-dukung-bpom)

Jadilah, saat ini vaknus dianggap sebagai vaksin oposan, karena nggak dikasih ‘space’ untuk berkembang. Masing-masing pihak saling tuding kepada pihak lawannya. Dan situasi mulai memanas menyikapi polemik vaknus.

Menariknya, dimana suara ‘penguasa’ saat polemik ini mulai meruncing?

Publik menilai, ‘penguasa’ cenderung diam dan nggak mau turun tangan dalam menyelesaikan masalah di antara kedua pihak.

Padahal, Nasdem sudah meminta ‘penguasa’ untuk turun tangan agar masalahnya clear. Toh, tetap nggak digubris oleh dirinya. Setidaknya belum, untuk saat ini. (https://kabar24.bisnis.com/read/20210419/15/1383139/polemik-vaksin-nusantara-nasdem-minta-jokowi-turun-tangan)

Pertanyaan sederhana, kenapa ‘penguasa’ memilih diam dalam menangani polemik tersebut?

Karena posisinya dilematis.

Coba anda pikir jika ‘penguasa’ memihak pada kubu yang pro-vaknus, apa nggak bakal diserang oleh kubu lainnya? Begitupun jika dirinya memihak pada kubu penentang vaknus, apa nggak kusut kejadiannya?

Padahal, menanggapi polemik vaknus, ‘penguasa’ sempat kasih statement pada bulan lalu. “Sebaiknya, vaknus harus mengikuti kaidah saintifik dalam proses pengembangannya.” (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210312143600-20-616714/jokowi-minta-vaksin-nusantara-ikuti-kaidah-saintifik)

Tapi itu kan pernyataan ‘ngambang’ yang nggak bisa dirujuk sebagai bentuk dukungan atau penentangan terhadap vaknus.

Setelah itu, hanya terdengar derik jangkrik di malam hari dari ‘penguasa’ menanggapi polemik yang terus berkembang. Jadilah publik dibuat bingung, “Maunya sebenarnya apa?”

“Kenapa ‘penguasa’ memilih bungkam, bang?” tanya seorang netizen.

Setidaknya menyangkut 2 hal.

Pertama karena tahu informasi bahwa stok vaksin-nya mulai menipis. Nggak heran kalo ‘pembiaran’ sengaja dilakukan agar ‘dengan sendirinya’ orang akan melakukan vaksinasi dengan vaknus tersebut, mengingat vaksin yang resmi tidak tersedia.

Dengan kata lain, pembiaran yang sengaja dilakukannya merupakan bentuk ‘persetujuannya’ pada vaknus yang sedang marak diperbincangkan.

Ini bukan tanpa sebab, mengingat India selaku produsen vaksin AstraZeneca sudah memutuskan untuk menghentikan ekspor-nya ke Indonesia. Sementara, vaksin lainnya belum ada yang masuk. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/4517702/india-setop-sementara-ekspor-vaksin-astrazeneca-pasokan-untuk-indonesia-tersendat)

Coba anda dalam posisi sebagai ‘penguasa’, apa sikap yang akan anda ambil menanggapi kelangkaan vaksin yang ada di pasaran?

Padahal anda jauh-jauh hari punya ‘impian’ bahwa proses vaksinasi massal akan kelar secepatnya bahkan kurang dari setahun. (https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5322095/jokowi-targetkan-vaksinasi-covid-19-selesai-kurang-dari-setahun)

Bagaimana program bisa dilaksanakan dalam satu tahun kalo vaksinnya nggak memadai?

Lagian dengan ‘pembiaran ini’ secara nggak langsung akan mendukung program ‘penguasa’ untuk mencintai produk dalam negeri, bukan? (https://www.dw.com/id/jokowi-cinta-barang-kita-benci-produk-dari-luar-negeri/a-56765790)

Dan keuntungan kedua dibalik sikap diamnya, adalah dalam rangka ‘mengamankan’ posisinya dibalik polemik vaknus yang sedang terjadi.

Seperti saya sudah ungkapkan di atas, vaksnus itu ibarat bola panas yang siap ditendang oleh siapapun yang akan dijadikan target.

Termasuk ‘penguasa’ sekalipun. So, to keep silent is the best possibility to take.

Wajar saja, mengingat politik memang dinamis sifatnya, bukan? Alih-alih mau menjadi penengah, tahunya bola malah diarahkan kepada dirinya. Apa nggak berabe?

Mendingan diam aja deh, penonton…

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!