Gerakan Keseimbangan
Seminggu ini, media ribut melulu soal SP3 Habib Rizieq Shibab (HRS). Di tivi, Koran, majalah apalagi medsos, seakan semua berlomba-lomba. Ada apa gerangan?
Entah lah. Yang jelas, status HRS belum mendapat SP3 sepenuhnya. Ada sekitar 5-6 kasus lagi yang harus ia hadapi, termasuk chat mesum bersama neng Firza yang telah melegenda itu.. Baru setelah itu semua di SP3, “Ana berani dahh balik ke kandang kambing” begitu pikirnya.
Benarkah SP3 memunculkan spekulasi dari hasil pertemuan jokowi dengan PA 212 sebelumnya, yang meminta pakde mengeluarkan SP3 untuk kasus HRS?
Benarkah jokowi telah melakukan intervensi hukum terhadap kasus HRS?
Sebelum melangkah jauh, dapat WA dari teman pers, kalo ternyata pihak berwajib-pun sampai detik ini belum menunjukkan surat SP3 tersebut. Cuma jawaban normatif, “Sudah keluar dari Februari lalu, kok.” Wattt??
Kalo memang keluar dari Februari, pertinyiinnyi: kenapa baru disundul ke publik April ini? Banyak tanda tanya diseputar kasus SP3 ini. Sebagian besar menduga, ada upaya untuk memecah kubu pro-Jokowi di 2019, dengan membuat framing kalo jokowi membantu mengintervensi kasus hukum HRS. “Jokowi kok lembek sama hukum..” Begitu tag’nya.
Diharapkan, cebongers akan kecewa melihat langkah yang diambil pakde, dan akibatnya mereka rame-rame hengkang menjadi cebongers dan memilih GOLPUT di 2019. Sederhananya, kalo memang targetnya memecah kubu cebongers, itu jelas menjadi kontra-produktif. Kenapa? Cebongers gak akan mudah dibelah dengan politik model gitu, bray…
Terus, gimana ceritanya?
Bahwa kelompok PA 212 membuat jadwal ketemuan di Bogor dengan pakde tempo hari, adalah benar adanya. Siapa penggagasnya? Kelompok 212.
Apa targetnya? Bagi kelompok 212, mereka meminta agar kasus HRS di SP3, sehingga sang bibul bisa kembali ke Indonesia dan memimpin panasbung grup kembali beraksi. “Janji gak ribut lagi, dahh sama pakde…”
Nah untuk jokowi, apa targetnya? Sekedar test the water. Dan ada satu lagi, untuk membuat gerakan keseimbangan. Apa maksudnya?
Pakde sudah berhitung tentang rencana besar, pembubaran HTI lewat MK. Bayangkan, kalo dia tidak mau bertemu kubu 212 tempo hari. Maka akan kentallah pertalian antara kubu 212 dengan HTI. Mereka akan merasa senasib sepenanggungan dan punya musuh bersama. Jokowi, namanya.
Bukan gak mungkin, akan terjadi “letupan” jelang atau paska penetapan putusan MK atas pembubaran HTI. Ini bisa dimungkinkan, karena HTI dan organisasi teroris itu 11-12. Itu yang bisa menjelaskan kenapa di banyak negara Arab, HT dilarang eksistensinya. Organisasi makar…
Dan pembubaran kemarin, tidak ada keributan yang berarti. Hebatkan. Padahal organisasi makar, lho? Paling cuma partai-partai micin yang berebut bangkai kader-kader HTI, supaya masuk ke partainya. Tak ada gaduh, but it works.
Kok tiba-tiba jadi ingat kasus penerbitan perpres pembubaran HTI tempo hari. Dilakukan tepat saat begundal 212 berpesta pora menyambut putusan pengadilan atas penetapan Ahok bersalah. Seakan kelompok 212 tidak lagi peduli siapa itu HTI, walaupun kita tahu, tanpa HTI apa mungkin seorang Gabener bisa menang saat pilkada 2017?
Gerakan keseimbangan itu ada, kawan…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
Hmmm. Bahasanya makjleb bnget. Tapi deskrikpsinya keren