Capres Ketinggalan Kereta
Oleh: Ndaru Anugerah
Ada yang tahu bagaimana rasanya di PHP?
Mungkin sosok yang bisa menjawab pertanyaan ini adalah Prabowo Subianto.
Bagaimana nggak?
Dulu saat pertemuan ‘nasi goreng’ di bilangan menteng, Om Wowo ‘dijanjikan’ oleh petinggi partai Banteng untuk berduet dengan mbak Puan pada gelaran pilpres 2024. Tentu saja sebagai capres. (baca disini dan disini)
Sinyal itu makin santer terdengar saat Jokowi menggalang koalisi besar yang berisi beberapa parpol yang tergabung dalam pemerintahannya untuk menjagokan nama-nama yang akan dijadikan capres pada 2024 mendatang.
Sudah jadi rahasia umum jika akhirnya nama Prabowo menjadi salah satu nama yang akan diusung, selain nama Ganjar Pranowo. (baca disini)
Jika mimpi koalisi besar tercapai, maka niat Jokowi yang akan menjadi King Maker, bakal terealisasi. Bukankah jika seorang terpilih menjadi presiden akibat adanya intervensi politik dari presiden terdahulu, ini adalah definisi dari King Maker itu sendiri? (https://www.merriam-webster.com/dictionary/kingmaker)
Belakangan, niatan menjadi King Maker dari seorang Jokowi kandas, manakala mama Mega mengumumkan Ganjar sebagai capres konstitusional dari PDIP.
Dengan adanya statement politik yang dilontarkan kubu Banteng, maka otomatis mama Mega-lah King Maker sejati, dan bukan Jokowi. (baca disini)
Saya dapat bocoran jika pengumuman capres yang dilakukan tepat sehari sebelum moment Idul Fitri tersebut, sengaja digelar, agar PDIP a.k.a mama Mega nggak mau ditikung kader partainya.
“Bagaimana mungkin Mega yang senantiasa menyebut Jokowi sebagai petugas partai, kok lambat merespon ketimbang sosok petugas partainya dalam hal penentuan nama capres?”
Aliasnya, gerakan harus dibuat.
Dan, voila, nama Ganjar ada dalam menu tersaji di 2024.
Walaupun sudah kehilangan moment yang telah dirancangnya, Jokowi tetap keukeuh menyatakan kepada publik jika dirinya adalah sosok King Maker sejati.
Apa buktinya?
Ngapain seorang Jokowi repot-repot ngumpulin relawannya di Istora Senayan dalam bungkus Musra alias Musyawarah Rakyat, pada 14 Mei silam kalo bukan sekegas menegaskan bahwa dirinya sosok King Maker? (https://news.detik.com/pemilu/d-6719827/lengkap-pidato-berapi-api-jokowi-di-puncak-musra-singgung-pemimpin-berani)
Kembali ke laptop…
Lantas bagaimana sosok Prabowo yang sudah kena PHP sana-sini?
Sungguh kasian nasibnya. Ibarat anak ayam kehilangan induknya, Prabowo yang tetap ngotot untuk bisa ikutan kontestasi di 2024, terpaksa berjuang seorang diri.
Bahkan demi meluruskan isu yang santer berhembus bahwa dirinya akan disandingkan dengan sosok Ganjar sebagai cawapres-nya, partai Gerindra terpaksa buka suara.
“Kami mendukung nama Prabowo sebagai capres pada 2024 mendatang, dan bukan kapasitasnya sebagai cawapres siapapun. Ini hasil rapimnas partai (Gerindra) pada Agustus 2022 silam,” begitu kurleb-nya. (https://news.republika.co.id/berita/ru4gtz377/gerindra-prabowo-bukan-cawapres-siapa-pun)
Merujuk pada keterangan resmi yang diberikan partai Gerindra, maka pantang bagi seorang Prabowo untuk mundur dari gelanggang sebelum berperang. Apapun yang terjadi, Prabowo harus maju pada kontestasi 2024.
Apa yang menbuatnya begitu ngotot?
Karena ini mungkin gelaran pilpres terakhir yang bisa diikutinya, mengingat usianya yang sudah tidak lagi mumpuni untuk menjadi seorang capres. Saat ini saja usianya telah menginjak 72 tahun. Agak sulit diharapkan dari sosok capres yang berusia 77 tahun, bukan?
Yang kedua, lembaga-lembaga survei juga kasih kontribusi untuk menyulut niatan Prabowo untuk ikutan kontestasi.
Bagaimana nggak, pada hampir semua hasil survei yang dirilis ke publik, nama Prabowo ada disitu dengan posisi runner up. “Kok bisa-bisanya namanya masuk dalam radar, tapi kok nggak ikutan nyapres?” begitu kurleb-nya. (https://www.liputan6.com/pemilu/read/5292521/3-hasil-survei-terkini-pilpres-2024-yang-dirilis-indikator-politik-indonesia-ganjar-pranowo-masih-di-posisi-puncak)
Nggak hanya itu, sebab ada juga lembaga survei yang merilis hasil polling mereka, dengan menyatakan Prabowo pada posisi puncak elektoral, mengalahkan nama Ganjar dan juga Anies. (https://news.detik.com/pemilu/d-6728290/survei-lsi-denny-ja-prabowo-339-ganjar-319-anies-208)
“Kalo saja nama Anies yang berdasarkan hasil survei berada pada posisi ketiga, namun bisa ikutan nyapres, kenapa saya yang berada pada posisi runner-up atau malah pertama, malah nggak ikutan nyapres?” begitu mungkin pikiran yang muncul di benak Prabowo.
Jadilah sekarang Prabowo kelimpungan, sibuk cari dukungan sana-sini untuk maju nyapres, dalam bungkus silahtuhrahmi. Sejumlah nama ada dalam list, dari mulai Wiranto. (https://20.detik.com/detikupdate/20230425-230425079/prabowo-berkunjung-ke-rumah-wiranto-bahas-apa)
Hingga Mahfud MD. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230425164323-32-941915/usai-kunjungi-wiranto-prabowo-sambangi-rumah-mahfud-md)
Bahkan yang terakhir terdengar kabar bahwa Prabowo coba mendekati Gibran guna diajak kolaborasi di 2024. (https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/5277940/gibran-disebut-bakal-dampingi-prabowo-di-pilpres-simak-syarat-jadi-capres-dan-cawapres-pada-pemilu-2024)
Yah, Namanya usaha. Berhasil apa nggak-nya, menurut Prabowo dan para pembisiknya, jalani saja dulu.
Sebagai analis, kalo saya boleh usul ke Prabowo, mendingan urungkan saja niat untuk melaju di 2024 mendatang. Setidaknya saya punya 3 alasan utama untuk dipertimbangkan.
Pertama, untuk nyapres tentu butuh banyak uang dipersiapkan. Uangnya darimana? Lha wong di 2019 saja, Sandiaga Uno yang ‘dibemper’ untuk membiayainya.
Kedua, hadirnya sosok Prabowo dalam kontestasi capres hanya akan memecah suara nasionalis, yang secara nggak langsung akan berebut konstituen dengan Ganjar. Jika kondisi ini terjadi, jelas Anies yang diuntungkan, bukan?
Dan yang terakhir, terima atau tidak, pembentukkan tatanan dunia baru membutuhkan kader-kader Young Global Leaders yang tersebar di seluruh dunia untuk bisa berkomunikasi satu dengan yang lain. Pertanyaannya: apakah sosok Prabowo merupakan kader sang Ndoro besar?
Bagi saya, mendingan Prabowo legowo dengan duduk manis menjadi penonton atau menjadi cawapres-nya Ganjar. Biarlah kedua pihak yang head-to-head. Dengan begini, kekuatan tidak terpecah, mendukung capres sang Ndoro besar atau justru menentangnya.
Sekali lagi, ini hanya saran.
Saya tahu rasa sakitnya jika kena PHP.
Tapi rasa sakit itu akan bertambah jika awalnya diberi ilusi kemenangan namun berakhir duka diakhir cerita.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments