Apakah Mutasi Kopit Mematikan? (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama saya sudah menjelaskan secara singkat tentang klaim yang diaku-aku sebagai sains, ternyata nggak ada dasar ilmiahnya.
Alih-alih ketiga lembaga pemodelan di Inggris telah merilis pemodelan tentang varian virus Corona yang baru, nyatanya laporan tersebut belum divalidasi rekan sejawat alias belum di peer-review. (baca disini)
Satu yang anda perlu tahu, bahwa Prof. Neil Ferguson merupakan salah satu orang yang kembali memberikan pemodelan tentang varian varu virus Corona yang dirilis oleh Imperial College. Padahal sudah berkali-kali Prof. Lockdown tersebut buat prediksi yang tidak akurat. (baca disini)
Dan pada Mei 2020, Prof. Lockdown telah mengundurkan diri sebagai penasihat pemerintah Inggris akibat skandal selingkuh dengan ‘Sephia-nya’ saat dirinya menganjurkan social distancing dan lockdown kepada segenap warga Inggris.
Kenapa sekarang Prof. Lockdown dipakai kembali? Aneh bukan? (https://www.dailymail.co.uk/news/article-8289921/Scientist-advice-led-lockdown-QUITS-breaking-restrictions-meet-married-lover.html)
Kembali ke laptop…
Terus tahu darimana kalo mutasi virus Kopit bersifat sangat menular?
Dari makalah yang diterbitkan pada 25 September 2020 pada majalah Science. Disitu virus mutasi diujicobakan pada beberapa tikus dan ditemukan peningkatan infektivitas pada bagian paru-parunya. (https://science.sciencemag.org/content/369/6511/1603/tab-pdf)
Namun menurut Rosemary Frei, ini nggak benar-benar bisa menguji apakah virus tersebut lebih mudah menular dari tikus yang satu ke tikus yang lain. Selain itu, ini baru uji pada tikus dan bukan pada manusia. Jadi mana bisa diambil kesimpulan?
Sumber referensi kedua adalah makalah yang diposting pada 21 Desember silam di jurnal bioRχiv. Disitu dikatakan bahwa mutasi virus Kopit akan mengikat lebih banyak RBD daripada virus yang belum bermutasi. (https://www.biorxiv.org/content/10.1101/2020.10.18.344622v2)
Satu yang perlu anda ketahui bahwa bioRχiv adalah jurnal online dengan tagline yang mereka miliki: ‘The Preprint Server for Biology’. Artinya apa? Jurnal yang diterbitkan berarti non-peer review, karena arti kata ‘preprint’ ya sama saja dengan belum diulas teman sejawat.
Kalo belum diulas teman sejawat, mana mungkin jurnalnya valid?
Belum lagi sudah rahasia umum kalo bioRχiv sebagai jurnal online yang berfokus pada makalah Kopit, disponsori oleh Chan Zuckerberg Initiative. (https://www.nature.com/news/biorxiv-preprint-server-gets-cash-boost-from-chan-zuckerberg-initiative-1.21894)
Selain bioRχiv, Chan Zuckerberg Initiative juga kerap mendanai medRχiv yang concern pada makalah ilmiah yang berkaitan dengan Kopit. (http://connect.biorxiv.org/news/2020/06/18/czi_funds_medrxiv)
Aliasnya kedua lembaga tersebut nggak layak dijadikan referensi ilmiah karena setidaknya nggak bebas kepentingan.
Coba lihat kelakuan Facebook yang gemar menyensor informasi tentang Kopit yang tidak sejalan dengan narasi resmi. (https://www.forbes.com/sites/johnkoetsier/2020/03/17/facebook-deleting-coronavirus-posts-leading-to-charges-of-censorship/%3Fsh%3Dc80e0ee5962b)
Dengan fakta tersebut, apa iya Facebook nggak punya ‘kepentingan’ atas jurnal-jurnal online yang diterbitkan oleh bioRχiv dan juga medRχiv?
Selanjutnya alias makalah ketiga adalah jurnal online yang diterbitkan pada bioRχiv dan juga Cell. Dikatakan bahwa perubahan asam amino N501Y akan menghasilkan ikatan virus yang lebih kuat ke RBD. (https://www.cell.com/action/showPdf?pii=S0092-8674(20)31003-5)
Lagi-lagi jurnal online ala bioRχiv yang jadi sumber acuan.
Dan anehnya, pada bagian terakhir makalah, penulis menyatakan, “Kami tidak tahu apakah salah satu perubahan yang terjadi pada virus akan membuat virus lebih bugar dan dapat ditularkan.” Lha, gimana sih? Kok belum-belum penulisnya sendiri nggak yakin sama hasil penelitiannya?
Ini paralel dengan pernyataan Allison Greaney selaku salah satu penulis di makalah tersebut. Dia mengatakan, “Virus sudah memiliki kemampuan yang cukup untuk mengikat ACE2. Tidak ada alasan untuk percaya bahwa virus tersebut bisa lebih menular.” (https://www.fredhutch.org/en/news/center-news/2020/06/coronavirus-spike-protein-mutations.html)
Lantas bagaimana dengan perubahan asam amino lain pada virus mutasi B.1.1.7 yang juga diterbitkan pada jurnal online medRχiv? (https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.11.10.20228528v1)
Ini juga 11-12. Pertama jurnalnya belum divalidasi alias non peer-review, kedua penelitian tersebut hanya didasarkan pada sampel 6 orang yang dinyatakan positif virus Corona baru dan ketiga diagnosis positifnya menggunakan mesin PCR yang terkenal banyak menghasilkan kasus positif palsu. (baca disini)
Selain itu penulis makalah juga meragukan hasil penelitian tersebut, “Hasil ini harus ditafsirkan secara hati-hati karena sejumlah sampel dengan profil S-negatif tidak disertakan dalam penelitian ini. Jadi kami tidak tahu jika penghapusan ini akan mempengaruhi proses pengikatan atau tidak.”
Waduh, kok yang beginian bagaimana bisa dijadikan rujukan sains?
Dan terakhir perubahan asam amino pada Kopit yang disebut dengan E484K yang ‘katanya’ nggak bisa dihindari lewat kekebalan kawanan alami. Dengan kata lain seseorang harus disuntik vaksin agar bisa terhindar dari virus baru tersebut. (https://www.cidrap.umn.edu/news-perspective/2021/02/new-variant-covid-findings-fuel-more-worries-about-vaccine-resistance)
Ini sih sama saja bilang: anda harus divaksin kalo nggak mau mati konyol. Dengan kata lain ini mrupakan kampanye scaremonger untuk buat anda sekalian ketakutan. Dan orang yang ketakutan nggak punya pilihan selain ikut arus, bukan?
Sebagai penutup saya sarankan untuk ikuti petuah bijak. Bacalah sumber utama makalah ilmiah kemudian anda buat analisa terhadap apa yang telah anda baca. Jadi rujukannya sumber utama dan bukan media mainstream.
Dan jangan biarkan diri anda membaca siklus berita media mainstream yang kerjaannya membuat anda sekalian ketakutan dari hari ke hari.
Keputusan ada di tangan anda.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments