Kenapa Berseteru? (*Bagian 3)
Oleh: Ndaru Anugerah
Pada bagian pertama dan kedua, saya telah mengulas tentang bagaimana perseteruan antara Soros dan BlackRock menyangkut bantuan yang diberikan kepada China. Selain itu, juga telah dibahas tentang bagaimana krisis keuangan yang terjadi di China saat ini. (baca disini dan disini)
Krisis tersebut merupakan akumulasi yang tidak terelakan, mengingat untuk tumbuh dan berekspansi, tentu membutuhkan utangan, bukan? Dengan kata lain, ekspansi yang telah digelar Evergrande, punya efek samping yaitu bertambahnya utang perusahaan.
Bagaimana kondisi yang terjadi di Evergrande saat ini?
Sangat-sangat parah. Bahkan kabarnya, perusahaan menekan para staf-nya untuk meminjamkan uang ke perusahaan. Dan perusahaan menjanjikan skema investasi berbunga tinggi bagi mereka yang bersedia melakukannya. “Bonus akan kami berikan kepada mereka yang bersedia memberikan pinjaman uang,” demikian kurleb-nya.
Selain itu, para karyawan sudah nggak terima pembayaran gaji selama berbulan-bulan. Uang darimana untuk membayarnya? (https://www.bbc.com/news/business-58579833)
Dari sini saja kita sudah punya gambaran, bagaimana kondisi memprihatinkan yang dimiliki Evergrande. Dan percayalah, selain Evergrande dan Huarong, masih banyak perusahaan raksasa sejenis yang juga memiliki kondisi keuangan yang sama, namun belum terungkap.
Lantas apa yang dilakukan Xi Jinping?
Kalo boleh jujur, Xi mulai putus asa. Saking putus asanya, pada awal tahun ini beliau mengungkapkan ke publik China, “Perumahan itu untuk kita bisa hidup, bukan untuk spekulasi.” Kalo nggak putus asa, ngapain juga ungkapan itu terungkap dari seorang Xi? (https://www.france24.com/en/live-news/20210914-evergrande-dream-turns-to-nightmare-for-chinese-property-buyers)
Memang berapa persen kontribusi real estate bagi pertumbuhan ekonomi Tingkok?
Estimasi resminya mencapai 28% dari PDB. Dan untuk bisa menggerakan sektor tersebut pada saat ini ke proyek-proyek produktif, bukanlah perkara mudah. “Harga properti yang menjulang tinggi dengan kondisi saat ini, siapa juga yang mau jadi investor? (https://www.statista.com/topics/1500/real-estate-in-china/)
Yang paling masuk akal dilakukan Xi guna menghindari efek domino dari Evergrande adalah menahan pembiayaan real estate. Menurut data yang dikeluarkan China, jumlah total pembiayaan real estate turun hingga 13% pada paruh pertama tahun 2021 in, dibanding 2020 silam. (https://www.thestandard.com.hk/breaking-news/section/2/178791/China-halts-private-equity-fund-investment-in-residential-property)
Harapannya satu, agar pembangunan tidak terus dilakukan oleh pengembang properti.
Apakah akan membuahkan hasil?
Kalo untuk menghambat laju pembangunan properti, mungkin iya. Tapi gimana dengan utang jatuh tempo real estate yang mencapai RMB 1,3 triliun di tahun 2021 dan RMB 1 triliun pada 2022 mendatang? Akan sangat sulit untuk menjawab masalah yang satu ini.
Bahkan grup asuransi terbesar di China yang bernama Ping An, yang ikutan nimbrung investasi di bidang properti, terpaksa menyisihkan dana USD 5,5 miliar akibat investasinya mangkrak pada China Fortune Land Development Co., (https://www.reuters.com/business/exclusive-china-regulator-probes-ping-an-insurances-property-investments-sources-2021-08-30/)
Jadi, masalah di China saat ini bukan hanya Evergrande tapi juga Huarong, Ping An dan banyak lagi investor properti besar di China lainnya yang telah banyak berhutang dalam jumlah spektakuler untuk berspekulasi di sektor yang kini madesu.
Masalah tambah runyam karena saat ini makin banyak penutupan bank yang dilakukan di China. Apakah penutupan tersebut berkorelasi dengan ekonomi yang membaik? Anda bisa jawab sendiri, bukan? (https://www.globaltimes.cn/page/202109/1233511.shtml)
Belum lagi kalo kita lihat krisis demografi akibat maraknya pembangunan sektor properti.
Dulu, masyarakat desa berbondong-bondong pindah ke kota dengan harapan bisa bekerja pada sektor properti dan pembangunan infrastuktur lainnya. Namun saat ini, berapa angka pengangguran yang tercipta akibat proyek properti yang menukik tajam? (https://www.cnbc.com/2021/08/16/china-economy-retail-sales-slow-more-than-expected-in-july.html)
Selain itu, pertumbuhan ekonomi di China juga telah meningkatkan hipotek dan pinjaman konsumen kelas menengah untuk kredit mobil dan peralatan rumah tangga. Dan angkanya menurut Institute of International Finance (IIF) mencapai 335% dari PDB di tahun 2020. (https://www.iif.com/Portals/0/Files/content/Research/Global%20Debt%20Monitor_July2020.pdf)
Bagaimana menanggulangi hal ini?
Dan kini, ditengah kegalauan yang dimiliki Xi, tetiba BlackRock mendekati China dan berupa memberikan bantuan.
Artinya apa?
Memang ada masalah serius yang terjadi di China. Perang verbal itu menegaskan masalah itu. Jadi ini bukan perseteruan antara kedua pihak pada kartel yang sama, tapi karena adanya masalah besar di Tiongkok yang diproyeksi akan menimbulkan efek domino.
Lalu apa implikasinya pada jalur BRI yang dikembangkan China?
BRI sendiri terjebak pada skenario utang, karena banyak negara mitra yang nggak mampu membayar cicilan akibat plandemi. Akibatnya, bank-bank China terpaksa memotong jumlah pinjaman dari USD 75 miliar pada 2016 silam, menjadi hanya USD 4 miliar di tahun 2020. (https://issafrica.org/iss-today/is-the-silk-road-unravelling)
Kenapa pemotongan dilakukan secara signifikan? Apakah nasib BRI akan gemilang pasca plandemi?
Ditengah krisis yang menerpa Uni Eropa dan juga pasar saham AS, kartel Ndoro besar sangat berharap agar China dapat menyelamatkan status mereka dari kejatuhan akibat efek domino yang mungkin ditimbulkan.
Sebagai analis, saya menyangsikan upaya yang dilakukan oleh kartel Ndoro besar, mengingat fase kebangkrutan global memang harus terjadi karena tatanan dunia baru nggak akan bisa dibentuk tanpa melewati fase The Great Reset. (baca disini, disini dan disini)
Jadi saat upaya penyelamatan gagal dilakukan, mereka tinggal bilang: ‘China-lah biang kerok atas runtuhnya kapitalisme global’.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments