Sekali Lagi Tentang Carter
Oleh: Ndaru Anugerah
Seorang teman protes kepada saya perihal tulisan saya tentang Jimmy Carter. “Masa segitu aja dosa-dosa Carter?” protesnya. (baca disini dan disini)
Karena dapat protes, terpaksa saya perpanjang ulasan saya mengenai Carter. Satu yang pasti, dua tulisan saya terdahulu nggak akan cukup untuk mengungkapan ‘prestasi’ Carter secara keseluruhan.
Misalnya, saat Perang Vietnam. Berdasarkan Perjanjian Paris pasal 21 (19873), harusnya AS kasih kontribusi untuk pemulihan pasca perang di Vietnam dan seluruh IndoChina. Nyatanya Carter tidak mengindahkan ‘amanat’ tersebut. (http://www.cvce.eu/content/publication/2001/10/12/656ccc0d-31ef-42a6-a3e9-ce5ee7d4fc80/publishable_en.pdf)
Carter malah menjawab, “Kehancuran itu dialami kedua pihak. Jadi kami nggak punya kewajiban untuk membayar kerugian perang.” (http://www.presidency.ucsb.edu/ws/%3Fpid%3D7229)
Asal tahu saja, awalnya AS menginvasi Vietnam setelah gagal meyakinkan Perancis untuk menggelar perang disana. Dan AS punya kepentingan agar Vietnam nggak tersapu bahaya ‘merah’. Karena pemerintahan Eisenhower memberikan sokongan atas rezim Ngo Dinh Diem dan juga Theju.
Dan berapa banyak korban jiwa saat rezim boneka AS berkuasa di Vietnam karena dapat sokongan dari penuh dari Washington. Sampai-sampai ada yang ditaruh di kandang Harimau sebagai hukuman. (http://www.pbs.org/vietnampassage/Stories/stories.tao.02.html)
Belum lagi lebih dari 100 ribu warga Vietnam yang harus tewas gegara ranjau darat dan persenjataan yang di-supply oleh AS.
Anda pernah dengar Agen Oranye sebagai senjata kimia yang digunakan pasukan AS terhadap warga Vietnam?
The Cancer Panel Presiden melaporkan sekitar 4,8 juta orang Vietnam terpapar Agen Oranye yang mengakibatkan 400 ribu kematian dan lebih dari setengah juta anak yang lahir dalam keadaan cacat. (http://deainfo.nci.nih.gov/advisory/pcp/annualReports/pcp08-09rpt/PCP_Report_08-09_508.pdf)
Coba seandainya Carter mau kasih ganti rugi, mungkin bahaya Agen Oranye nggak akan menyasar kelahiran cacat sebanyak itu di Vietnam sana.
Itu baru di Vietnam, Bagaimana dengan di Nikaragua?
Saat Presiden Nikaragua Anastasio Somoza berkuasa, AS menyokong penuh rezim tersebut guna memberantas gerakan revolusioner Sandinista. Setidaknya begitu yang ditulis oleh William Blum dalam bukunya Killing Hope. (https://www.pdfdrive.com/killing-hope-d22297642.html)
Sial bagi AS, karena Somoza dipaksa hengkang dari Nikaragua setelah ditumbangkan oleh Sandinista. Dan Carter ‘dipaksa’ menyudahi dukungan yang diberikannya. (http://www.thecrimson.com/article/1978/9/19/carter-must-end-aid-to-somoza/)
Sekali lagi, berapa baanyak korban nyawa melayang karena perlakuan sadis Somoza terhadap rakyat Nikaragua?
Berikutnya di Kamboja. Kalo dengar kata Pol Pot dan Khmer Merah, siapa yang akan lupa? Tentu saja nama-nama itu berkaitan erat dengan tragedi The Killing Fields yang digunakan sebagai propaganda anti-komunis oleh media mainstream Barat.
Lucunya, saat Vietnam menginvasi Kamboja di tahun 1978, status Khmer Merah sebagai negara komunis yang ‘jahat’ otomatis hilang saat AS mendukung rezim Khmer Merah dalam melawan Vietnam.
Saat itu Carter memberikan dana sekitar USD 15 juta kepada Khmer Merah dalam melawan Vietnam setiap tahunnya. (http://articles.chicagotribune.com/1990-07-18/news/9002280544_1_khmer-rouge-cambodia-guerrilla-coalition)
Akibat bantuan Carter pada Khmer Merah untuk melakukan perang melawan Vietnam (yang telah sukses mengalahkan AS), lagi-lagi, berapa korban jiwa yang ditimbulkan?
Selanjutnya, jejak Carter juga terlihat jelas di Korea Selatan saat Jenderal Chun Doo Hwan melakukan kudeta di negara tersebut di Desember 1979 setelah mendapat ‘arahan’ dari Carter. Tentang ini saya pernah ulas dengan lengkap. (baca disini)
Anda tahu berapa korban jiwa sipil yang ditimbulkan akibat pembantaian Gwangju yang dilakukan kubu militer pimpinan Jenderal Chun Doo Hwan?
Dan yang terakhir kita juga bisa melacak jejak Carter di Filipina.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada September 1972, Presiden Ferdinand Marcos memberlakukan darurat militer, dan status tersebut tidak dicabut sampai 3 hari sebelum masa jabatan Jimmy Carter berakhir sebagai presiden AS di tahun 1981. (http://factsanddetails.com/southeast-asia/Philippines/sub5_6b/entry-3844.html)
Tentu saja ini bisa terjadi, mengingat Carter adalah sosok pendukung diktator Marcos. (https://www.csmonitor.com/1982/0920/092044.html)
Berapa korban pelanggaran HAM (dari mulai penyiksaan, penangkapan massal, hingga pembunuhan) yang dilakukan oleh diktator Marcos di Filipina selama berkuasa? (https://news.abs-cbn.com/focus/09/21/18/by-the-numbers-human-rights-violations-during-marcos-rule)
Dan masih ada jejak berdara Carter lainnya kalo kita mau cari dengan teliti.
Misalnya anda pernah dengar istilah Carter Doctrine? Itu adalah kebijakan yang dijadikan rujukan bagi AS dalam memperbanyak pangkalan militernya di seluruh dunia. Dan itu Carter yang menginisiasi. (https://www.airforcemag.com/article/0410keeperfile/)
Masalahnya saya terbatas pada space analisa yang saya buat agar tidak terlalu panjang untuk dibaca. Untuk alasan efisiensi, saya hanya membatas skala prioritas. Ini bukan berarti hal yang tidak sempat saya ulas nggak penting. Bukan begitu alasannya.
Semoga anda nggak komplain lagi sama saya ya, setelah saya menurunkan tulisan ini.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments