Uji Coba Kontroversial
Oleh: Ndaru Anugerah
Klaim Pfizer dan mitra kolaboratifnya BioNTech yang menyatakan keberhasilannya dalam menciptakan vaksin Kopit langsung disambut positif oleh pasar. Saham Pfizer di bursa saham New York langsung terkatrol 15%. (https://www.ft.com/content/9bde4bff-acf0-4c2a-a0d0-5ed597186496)
Apa klaim yang dilakukan Pfizer dan BioNTech, benar adanya?
Nyatanya justru sebaliknya. Saya pernah bahas pada tulisan saya sebelumnya. (baca disini)
Dr. Sin Hang Lee selaku ahli patologi dan juga direktur Laboratorium Diagnostik Molekuler Milford justru mengajukan petisi ke Food and Drug Administration (FDA).
Inti petisinya, “Kami meminta kejelasan tentang data ujicoba yang dilakukan Pfizer untuk menilai efektivitas vaksin sebelum vaksinnya digunakan.” (https://vaccineimpact.com/wp-content/uploads/sites/5/2020/11/Stay-Pfizer-vaccine-phase-3-trial.pdf)
Dalam kaji keilmuwan, ini sangat wajar untuk dilakukan. Jadi nggak bisa main klaim bahwa vaksinnya efektif atau 95% berhasil, tanpa adanya data ilmiah yang menunjang. Kalo soal klaim, nenek juga bisa.
Memang apa dasarnya Dr. Lee mengajukan petisi tersebut?
Dr. Lee menduga bahwa uji diagnostik RT qPCR yang dilakukan Pfizer hanya bersifat dugaan. Akibatnya banyak menghasilkan tingkat positif palsu. Diuji positif Kopit, eh tahunya bukan, alias positif palsu.
Ini bisa terjadi karena ambang batas siklus (cycle threshold) yang digunakan pada ujicoba Pfizer dan BioNTech besar kemungkinan mencapai 44,9. Ya jelas aja hasilnya banyak yang positif. “Ambang batas siklus yang lebih dari 30-35, hasilnya positif palsu,” ungkap Dr. Lee.
Tentang ketidakakuratan test PCR, saya sudah banyak mengulasnya. (baca disini, disini dan disini)
Tambahan lagi, puluhan ilmuwan internasional baru-baru ini juga kasih catatan khusus tentang penggunaan test PCR, “Untuk mengetahui virusnya SARS-CoV-2 atau bukan, uji validasi diagnostik wajib dilakukan.” Dengan kata lain, urutan produk yang akan diamplifikasi pada alat PCR harus sesuai dengan SARS-CoV-2. (https://cormandrostenreview.com/report/)
Perihal akurasi test PCR, ini juga sempat digugat oleh beberapa ilmuwan kondang dunia kepada European Medicines Agency. (https://corona-transition.org/IMG/pdf/wodarg_yeadon_ema_petition_pfizer_trial_final_01dec2020_signed_with_exhibits_geschwa_rzt.pdf)
Sebenarnya langkah buat petisi yang diambil Dr. Lee bukan yang pertama.
Pada 1 Desember yang lalu, Swissmedic selaku regulator medis di Swiss juga buat langkah serupa dengan tidak memberikan ijin kepada 3 vaksin yang sudah dipesan pemerintah Swiss, termasuk vaksin buatan Pfizer, karena kurang lengkapnya data yang diberikan. (https://www.swissinfo.ch/eng/incomplete-data-stalls-swiss-authorisation-of-covid-19-vaccines/46196598)
Dengan semua paparan di atas, darimana asalnya Pfizer bisa klaim bahwa vaksin Kopit buatannya memiliki tingkat efektivitas 95%? (https://www.statnews.com/2020/11/18/pfizer-biontech-covid19-vaccine-fda-data/)
Apakah kali ini Pfizer kembali ngibul dengan memanipulasi data penelitian?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Bang bahas fpi dong yang lagi rame, itu kenapa sampe di tembak gtu , siapa yang salah, terus kenapa anggota TNI yang pro hrs sampe dipecatin bang, ga kasian gtu sama keluarganya,
kasih saya alasan kenapa saya harus mengulas hal itu?
Kasih sy satu alasan knp perlu utk dibahas?