“Bang, teror yang ditujukan kepada pimpinan KPK, apa motifnya?” demikian suara bertanya melalui kanal whatsapp-ku.
Terlalu naïf kalo kita buat pernyataan bahwa teror tersebut adalah kejadian lepas, mengingat tahun ini adalah tahun politik. Yah wajar, kalo semua kejadian di tahun ini, akan ditarik benang merahnya ke ranah politik.
Ada dua kejadian yang menimpa para petinggi KPK. Pertama kasus bom molotov dan kedua kasus bom palsu. Keduanya terjadi pada rentang waktu yang tidak lama berselang, yaitu dihari yang sama pada tanggal 9 Januari kemarin.
Kasus teror bom Molotov menyasar kediaman Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di Jalan Kalibata Selatan, Jakarta Selatan. 2 buah bom Molotov itu dilemparkan oleh orang tidak dikenal, pada Rabu dinihari.
Sedangkan kasus bom palsu menyasar kediaman Ketua KPK Agus Rahardjo di Perumahan Graha Indah, Jatih Asih, Bekasi – Jawa Barat. Benda yang mirip bom disangkutkan ke pagar rumah pada pukul 05.30 WIB. Setelah dicek petugas, ternyata bom palsu itu hanyalah paralon yang dimasukkan ke dalam tas yang berisi kabel, baterai dan semen putih.
Walaupun kedua kasus teror bom itu tidak menimbulkan korban jiwa, namun tetap timbul spekulasi apa motif sesungguhnya dari aksi teror tersebut?
“Yang paling mungkin adalah pengalihan isu,” demikian sebuah narsum mengungkapkan.
Pertanyaan selanjutnya, pengalihan isu apa yang paling mungkin?
Ada sedikit titik terang. Pada 11 Desember 2018 lalu, anggota komisi III DPR dari partai NASDEM – Taufiqulhadi – melontarkan pernyataan kepada awak pers. “KPK tengah mempersiapkan dan segera akan melimpahkan ke pengadilan tipikor sebuah kasus korupsi korporasi,” demikian ungkapnya.
Bukan itu saja. Dia bahkan menambahkan kalo nantinya akan ada salah satu calon wakil presiden (cawapres) yang akan dipanggil KPK untuk menjadi saksi dalam kasus tersebut. Jika ditelusur, siapa cawapres yang dimaksud? Tak lain dan tak bukan adalah Sandiaga Uno, cawapres paslon 02.
Adalah PT Duta Graha Indah (DGI) yang dimiliki oleh M. Nazaruddin, dimana Sandi pernah tercatat sebagai komisaris di sana. Sandi bisa menjadi komisaris, karena dia adalah salah satu investor besarnya.
Nah, negara konon dirugikan sebesar 25 M, saat DGI melakukan korupsi proyek pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata di Universitas Udayana, Bali pada rentang waktu 2009-2010. Direktur dan Nazaruddin, keduanya sudah dicokok oleh KPK, namun rupanya aliran dana tidak hanya berhenti pada kedua orang tersebut.
Diduga, ada pihak ketiga yang diduga menjadi penikmat ‘kue’ korupsi proyek pembangunan tersebut. Siapakah itu? Nggak mungkin juga-kan, petugas keamanan alias satpam yang disasar. Paling nggak, setingkat komisaris-lah yang jadi sasaran. Dan Sandi ada pada posisi yang strategis saat bancakan itu terjadi.
Kebayang donk, kalo misalnya ada pemanggilan dari KPK saja sudah cukup menggerus elektabilitas paslon 02. Apalagi kalo misalnya meningkat statusnya dari saksi jadi tersangka. Bisa terjun bebas paslon BOSAN. Dan ini tidak boleh terjadi. langkah yang paling mungkin dibuat adalah intimidasi alias teror. Pesan yang disampaikan jelas, “Jangan lanjutkan kasus-nya.”
Dengan sibuknya KPK karena parno pimpinannya yang diteror oleh bom, maka bukan tak mungkin upaya OTT menjadi kendor. Dan ini menguntungkan bagi orang-orang yang sudah dijadikan target oleh KPK untuk diciduk. Yah, minimal ada perpanjangan waktu untuk tidak buru-buru memakai rompi oranye.
Kalo misalnya ada pihak yang tahu daftar target KPK, kemudian pihak tersebut datengin rumah tuh orang yang ada di list tersebut. “Mau diciduk KPK atau bayar sejumlah uang kepada kami?” begitu kurang lebih deal-nya. Bisa dipastikan orang yang ada didaftar pasti ketakutan setengah mati dan dengan sukarela mau membayar ‘uang japrem’ yang diminta oleh pihak tersebut.
Apalagi kalo pihak tersebut berafiliasi kepada salah satu paslon yang notabene-nya kekurangan dana kampanye saat ini. Bisa wikwik ahh ahh, pastinya…
Akankah teror ini akan berakhir dengan sukses atau malah gagal maning? Kita lihat nanti..
“Papa, jangan nulis mulu.. Sini temenin mama nonton debat capres,” teriak suara di luar sana. Apaan sih menariknya debat. Mendingan nonton adegan satu menit neng Vanessa aja, mama cayank…
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)
0 Comments