Temuan Spektakuler Dr. Kaufman


523

Temuan Spektakuler Dr. Kaufman

Oleh: Ndaru Anugerah

Salah satu ahli yang banyak diperbincangkan dikolong jagad saat ini adalah Dr. Andrew Kaufman. Beliau adalah ahli pada bidang Biologi, Kedokteran, Onkologi sekaligus Psikiatri, dan juga jebolan kampus ternama Medical University of South Carolina serta Massachusetts Institute of Technology.

Lantas apa yang membuatnya sensasional?

Menurut Dr. Kaufman, apa yang disebut para ahli sebagai COVID19, sebenarnya bukan penyakit dan virus yang mematikan, melainkan materi lain yang disebut sebagai exosome. (https://youtu.be/Xr8Dy5mnYx8)

Kontan pernyataannya tersebut buat heboh dunia persilatan.

Bagaimana dia bisa sampai pada kesimpulan tersebut? Apapula exosome? Dan apa dampak dari temuan Kaufman tersebut pada pandemi C19?

Saya akan coba mengulasnya.

Berdasarkan penelitiannya, Dr Kaufman menyatakan bahwa ilmuwan China dan juga para ilmuwan lainnya telah ‘bersepakat’ tentang kematian banyak orang dikaitkan dengan virus misterius yang belakangan diketahui sebagai COVID-19.

Ini bukan tanpa dasar, mengingat penyakit yang ditemukan sebagai pneumonia tersebut, konon diinduksi oleh virus dengan gejala klinis seperti kenaikan suhu tubuh, limfosit dan penurunan sel darah putih serta infiltrate paru baru pada radiografi bagian dada.

Bukan itu saja. Setelah 3 hari pengobatan dengan menggunakan antibiotik, sialnya nggak ada juga perbaikan pada kondisi paru. Jadi nggak lain, penyakit tersebut disebabkan oleh virus. “Kalo bakteri pasti sudah mati oleh antibiotik, Bray..”

Untuk menunjukkan benar tidaknya virus tersebut, maka para ahli kemudian melakukan serangkaian tes. Caranya? Dengan mengumpulkan cairan sampel dari paru-paru, selain dengan swab oral dan swab hidung, guna melakukan deteksi PCR.

Disinilah awal kesalahan prosedur terjadi, menurut  Dr. Kaufman. Tes menggunakan RT-PCR (Reverse Transcription – Polimerase Chain Reaction) hanya bisa mengurutkan RNA dari sampel dan bukan untuk menemukan jenis virusnya.

“Seharusnya sampel dimurnikan dan divisualisasi terlebih dahulu, guna memisahkan bagian-bagian, agar virus-nya bisa dideteksi,” begitu kurleb ungkap Dr. Kaufman.

Singkatnya, deteksi virus dengan melakukan tes RT-PCR, hasilnya jelas nggak kredibel. Malah 80% bisa berakibat false positive pada hasilnya. (baca disini)

Kenapa para ahli tidak mau melakukan uji pemurnian terlebih dahulu?

Entahlah. Mungkin karena biaya yang dikeluarkan nggak sedikit, atau bisa juga mau ambil cara gampangnya saja.

Sebaliknya, Dr. Kaufman justru melakukan uji pemurnian dari sampel orang yang terkena C19, dan hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata yang diduga ‘virus’ tersebut, bukanlah virus, melainkan exosome. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2248418/)

Apa itu exosome?

Secara prinsip, exosome dan virus memang memiliki kemiripan. Exosome diekresikan oleh sel-sel tubuh ketika melawan racun dan materi biologi lainnya, ketika seseorang stress, mengalami infeksi, terkena radiasi berbahaya atau jenis cedera lainnya.

Exosome, menurut Dr. Kaufman, tidak membahayakan tubuh, tetapi justru memberi manfaat bagi kesehatan manusia dengan memfasilitasi penyembuhan.

Exosome akan mengeluarkan racun dari sel-sel yang sakit dan memberi perintah kepada tubuh untuk membentuk sistem kekebalan guna menyerang penyebab penyakit,” demikian ungkapnya.

Kenapa tubuh bisa mengeluarkan exosome?

Banyak pemicunya, mulai dari kelelahan yang berlebihan, keracunan makanan, penggunaan obat-obatan, terkena paparan elektromagnetik hingga usia tua. Singkatnya, semua kondisi tersebut bisa memicu tubuh untuk mengeluarkan exosome, yang sebenarnya memang dibutuhkan oleh tubuh.

Masalahnya, kampanye global (yang didukung WHO) untuk memerangi ‘virus’ (baca: exosome) tersebut, bukan saja sia-sia, melainkan dapat memicu penyakit lainnya untuk reaktif, selain memicu penyakit baru akibat penggunaan obat-obatan dan treatment lainnya.

Nggak aneh kalo seseorang mengalami gejala keracunan, stress, terpapar radiasi dan infeksi, jika kemudian di tes C19 maka akan dinyatakan positif C19. Karena apa? Tes-nya nggak akurat, sehingga yang diambil justru malah exosome-nya, yang nyatanya diperlukan tubuh untuk recovery.

Lantas penyebab kematian yang selama ini ditenggarai disebabkan oleh C19, itu apa?

Menurut Dr. Kaufman penyebabnya adalah penyakit-penyakit umum seperti flu, batuk hingga sesak nafas (yang dipicu oleh kondisi di atas), tapi itupun angkanya lebih sedikit dibandingkan flu musiman yang terjadi tiap tahun di AS.

Dan terakhir Dr. Kaufman menegaskan bahwa radiasi gelombang elekromagnetik bisa menjadi salah satu penyebabnya. “5G dapat memiliki efek buruk pada kesehatan manusia, termasuk kerusakan DNA.”

Temuan Dr. Kaufman tersebut jelas bikin heboh dunia kesehatan. Bukan saja menyorot kesalahan prosedur dalam menentukan jenis virus (yang menyebabkan penyakit), tapi juga penanganan orang yang diduga terinfeksi C19.

Akankah temuan Dr. Kaufman tersebut bisa dijadikan rujukan?

Entahlah.

Satu yang pasti, bahwa C19 ini bukanlah virus mematikan seperti yang banyak diklaim oleh banyak ahli kesehatan lewat media mainstream sebagai corongnya.

Dan bila temuan Dr. Kaufman kemudian layak dijadikan rujukan, apakah kita masih mau dipaksa untuk menerima vaksin pada tubuh kita?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 

 

 

 


4 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Exosome yg diduga virus itu sendiri merupakan rekayasa genetik yang baru ada saat ini bukan? Kalo misalkan jenis exosome yang dimaksud sudah ada jauh sebelum adanya pandemi ini, agak aneh juga para ilmuwan bisa keliru mengidentifikasikannya sebagai virus. Saya belum bisa sepenuhnya menalar penjelasan saudara, karena menurut saya masih ada penjelasan yang kurang.

  2. Menarik Pak.

    Saya sepakat bahwa virus bukanlah penyebab, melainkan akibat. Dengan logika spt itu, maka sy jd meragukan germ theory milik Pasteur. Di lain sisi, sy jd tertarik utk melihat teori terrain milik Bechamp. Berangkat dr sana saya malah mmpertanyakan sistem imun, benarkah sistem imun itu bertindak layaknya tentara bagi tubuh kita? Usut punya usut, rasanya sustem imun memiliki fungsi yg sama dgn sistem limfatik, krn kedua sistem organ itu terdiri dari organ2 yg sama. Sistem imun sbnrnya adalah janitor, antibodi adlh “cairan pembersih”, makanya kalau tubuh disuntik vaksin atau racun, antibodi akan dikeluarkan utk mnyingkirkan racun itu. Ternyata bnyk keanehan pada teori yg diajarkan di sekolah ya….

error: Content is protected !!