Selamat Datang Sertifikat Kesehatan Digital


538

Selamat Datang Sertifikat Kesehatan Digital

Oleh: Ndaru Anugerah

“Pandemi Kopit telah usai. Buktinya aplikasi Peduli Lindungi (PL) tidak lagi dibutuhkan saat kita bepergian ke mall,” ungkap seorang saat berbincang dengan temannya.

Benarkah?

Anda perlu tahu, kalo aplikasi PL bukannya dihapuskan, melainkan hanya ganti nama.

Berbicara kepada publik, Kemenkes menyatakan bahwa aplikasi PL telah berganti nama menjadi aplikasi SatuSehat Mobile, per tanggal 1 Februari silam. (https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/63fde766013d4/pedulilindungi-ganti-nama-jadi-satu-sehat-berapa-jumlah-pengguna)

Secara prinsip, apa yang ada pada aplikasi baru, nggak lain adalah apa yang ada pada aplikasi lama, karena keduanya menggunakan database yang sama. Jadi anda nggak perlu repot-repot buat akun baru, karena otomatis datanya terintegrasi.

“Profil anggota, sertifikat dan tiket vaksin Kopit juga akan tersinkronisasi secara otomatis,” begitu kurleb-nya.

Jadi, kalo ada yang ngomong bahwa PL udah nggak dipakai karena plandemi Kopit telah usai, itu orang pasti konslet otak-nya.

Silakan baca ulasan saya tentang ini 2 tahun yang lalu. (baca disini)

Dan kalo anda rajin baca ulasan saya, hasil KTT B20 di Bali juga secara tegas menyatakan perlunya integrasi data dalam bentuk sertifikat kesehatan digital.

Singkatnya, kalo ada plandemi lagi entah namanya Kopit, Copet atau yang lainnya, anda nggak perlu panik asalkan anda punya sertifikat kesehatan digital. Panik adalah bagi mereka yang nggak punya sertifikat digital ini. (baca disini)

Menanggapi rencana B20 di Bali, WHO sebagai organisasi payung kesehatan global, berencana mengamandemen International Health Regulations (IHR), yang isinya bakal menerapkan sertifikat kesehatan global. Sudah 94 negara anggota WHO yang mendorong rencana amandemen ini. (https://www.naturalnews.com/2023-05-08-who-plans-launch-global-digital-health-certificate.html)

“Akan ada rencana untuk mengimplementasikan jaringan kesehatan digital secara global yang bersifat sukarela,” begitu kurleb isi laporan O yang dirilis World Health Assembly. (https://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/WHA76/A76_9-en.pdf)

Berdasarkan hal ini, maka sertifikat digital ini nggak bersifat wajib alias sukarela. Kalo anda mau, ya silakan. Pun anda tampik, ya silakan juga.

Apakah benar demikian adanya?

Kalo benar sifanya sukarela, lantas untuk apa banyak otoritas pemerintahan malah membangun infrastruktur yang diperlukan untuk melacak semua orang di planet Bumi? Bahkan beberapa negara bersifat wajib. (https://thenationalpulse.com/2022/03/17/bidens-new-covid-coordinator-urges-vaccine-passports-mandates/)

Sekali lagi perlu saya luruskan, kalo plandemi Kopit mungkin akan diakhiri karena orang sudah mulai jenuh dengan skenario ini. Tapi itu bukan berarti bahwa plandemi dalam bentuk skenario yang lain nggak akan terjadi lagi di masa depan.

Itu akan ada. Percayalah.

Pandemic Treaty secara clear menegaskan hal ini. (baca disini)

Dan cara masuk akal mengantisipasi hal ini adalah dengan mengadakan sistem pengawasan digital kepada setiap orang, dalam bentuk aplikasi bernama OneHealth. (https://www.cdc.gov/media/releases/2021/s1103-one-health.html)

Mau protes? Monggo…

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!