Sanksi Nan Lebay


509

Sanksi Nan Lebay

Oleh: Ndaru Anugerah

Bagaimana cara AS untuk menggulingkan suatu negara yang tidak sesuai dengan garis kebijakan Washington? Banyak cara, tentunya. Dari mulai revolusi warna, perang sampai memberlakukan sanksi ekonomi.

Anda pernah dengar lembaga yang bernama OFAC alias Office of Foreign Assets Control?

Secara sederhana OFAC adalah kantor pengawasan aset LN yang tugasnya mengidentifikasi dan mengelola hukuman secara finansial yang menyasar individu atau kelompok yang telah diberikan sanksi oleh pemerintah AS. (https://sanctionssearch.ofac.treas.gov/)

Pada tataran teknis, mereka yang diberi label Specially Designated National dan Blocked Persons oleh OFAC, maka otomatis asetnya yang berada di AS bakal diblokir. Selain itu mereka juga nggak bisa melakukan transaksi keuangan apapun melalui perbankan milik AS.

Nah, berdasarkan pembaruan data OFAC per November 2020 silam, ada 10 nama-nama individu dan perusahaan milik China dan Iran yang masuk dalam daftar hitam. (https://home.treasury.gov/policy-issues/financial-sanctions/recent-actions/20201110)

Jadi kalo OFAC sudah mengeluarkan daftar hitam, sudah pasti bank-bank internasional nggak mau berurusan dengan individu, kelompok atau negara tersebut. Siapa juga yang mau dapat sanksi sekunder dari AS selaku polisi dunia?

Sebagai klaimnya, mereka akan menarget individu, kelompok atau entitas yang terlibat dengan aktivitas berbahaya, seperti terorisme dan penyeludupan narkotika. Ya tentu saja ‘pemahaman’ karet tersebut sesuai dengan ‘kacamata AS’ sendiri.

Jadi kalo dianggap AS berbahaya, maka sanksi dijatuhkan. Sebaliknya jika dianggap tidak mengganggu kepentingan AS, maka sanksi akan dicabut atau tidak diberlakukan.

Dengan kata lain, sanksi yang diberikan OFAC bersifat politis.

Contoh black-list OFAC yang diberlakukan pada Iran karena dianggap negara sponsor terorisme. Padahal kita tahu siapa sebenarnya negara sponsor terorisme. (baca disini dan disini)

Sedikit banyak, Iran yang hanya mengandalkan minyak sebagai komoditi utama, jadi kesulitan buat menjual barang dagangan tersebut akibat sanksi yang diberlakukan. Akibatnya, mereka kesulitan untuk mendapatkan obat dan juga makanan.

Lantas, apakah sanksi tersebut efektif?

Coba tengok Kuba yang telah kurleb 60 tahun menerima sanksi dari AS. Apakah rejim sosialis disana bisa ditumbangkan? Apakah rakyat Kuba kelaparan karenanya? Kan nggak juga. (https://www.jstor.org/stable/40203845)

Nah baru-baru ini, AS kembali memberlakukan sanksi abrakadabra yang menyasar istri Bashar al-Assad, Asma dan juga keluarga besarnya yang tinggal di London yang sudah jadi warga negara Inggris. (http://www.ronpaulinstitute.org/archives/featured-articles/2020/december/23/us-announces-sanctions-on-assads-wife-even-her-british-family-members/)

Pompeo menegaskan, “Sanksi tersebut diberlakukan karena Asma telah mempelopori upaya konsolidasi ekonomi dan politik bagi keberlangsungan rejim al Assad.” (https://www.state.gov/syria-sanctions-designations-on-the-anniversary-of-un-security-council-resolution-2254/)

Singkatnya, Asma dituduh telah mengumpulkan harta kekayaan ‘haram’ yang diambil dari rakyat Suriah.

Jadi, bukan saja Asma yang bakal kena sanksi, tapi juga keluarga besarnya. Ini jadi lucu, sebab ayah mertua Asma, Fawaz Akhras merupakan seorang ahli jantung terkenal di RS Cromwell di South Kensington, Inggris juga kena sanksi. Padahal dia sudah jadi warga Inggris selama beberapa dekade.

Kok kena sanksi juga?

Selanjutnya, bisakah AS memberikan bukti perihal tuduhannya tersebut? Saya ragukan hal ini bisa dilakukan AS.

Lalu apa yang mendorong AS mengeluarkan sanksi atas Asma al-Assad?

Pertama karena AS berkepentingan atas rencana Israel dalam mengakuisisi Dataran Tinggi Golan, selain mewujudkan rencana Oded Yinon. (https://www.congress.gov/bill/108th-congress/house-bill/1828)

Sialnya, sejak 2004 hingga kini, rejim Bashar Assad nggak bisa juga digulingkan. Padahal AS telah mendukung kelompok-kelompok jihadis di Suriah guna melawan pemerintahan Damaskus. (https://www.theamericanconservative.com/articles/how-america-armed-terrorists-in-syria/)

Yang kedua, seperti saya pernah ulas, bahwa akan ada rencana lanjutan AS pada Suriah menyusul kegagalan mereka pada perang Suriah sebelumnya. (baca disini dan disini)

Dengan melihat konstelasi geopolitik yang demikian, wajar jika sanksi AS terus diberlakukan pada Suriah. Duit sudah banyak keluar, tapi rejim nggak tumbang-tumbang.

Yang nggak wajar adalah pemberian sanksi pada Asma al-Assad dan keluarga besarnya. Apa urusannya kok dikenakan sanksi? Padahal Asma oleh media Barat dikenal sebagai sosok Rose in the Desert dengan kecantikan dan sifat pilantropis bagi wanita Suriah.

Jelas ini lebay.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!