Saat Operasi Psikologis Terbongkar


527

Saat Operasi Psikologis Terbongkar

Oleh: Ndaru Anugerah

2016. Trump memenangkan kontestasi pilpres dengan menghempaskan pesaingnya dari kubu Demokrat, Hillary Clinton.

Nggak lama setelah kemenangan tersebut, berhembus kabar bahwa Rusia ikut campur dalam pilpres AS tersebut dengan tujuan akhir menjatuhkan Hillary Clinton.

Bahkan menurut badan intelijen AS, operasi rahasia yang diberi nama Project Lakhta tersebut diperintahkan langsung oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. (https://abcnews.go.com/International/officials-master-spy-vladimir-putin-now-directly-linked/story?id=44210901)

Benarkah tudingan AS tersebut?

Baru-baru ini, analis profesional independen yang terdiri dari Stephen McIntyre, Adam Carter dan ‘The Forensicator’ mengungkapkan kebohongan yang dilakukan oleh pemerintah AS.

Russiagate merupakan rekayasa yang bertujuan untuk membendung pengaruh geopolitik Rusia,” demikian kurleb-nya. (https://swprs.org/russian-hacking-nato-psyop-revealed/)

Jadi proyek tersebut merupakan gabungan operasi psikologis yang dibesut oleh AS dan NATO yang melibatkan media mainstream sebagai corongnya. (https://swprs.org/the-american-empire-and-its-media/)

Ini bukan yang pertama, sebab pada November 2020 silam, peneliti independen asal Inggris David Blake yang menulis buku Loaded for Guccifer 2.0, juga mengungkapkan hal yang kurleb sama. (https://loadedforguccifer.wordpress.com/)

Blake menambahkan, “Aksi ini dilakukan sebagai aksi balas dendam yang dilakukan AS dan NATO di tahun 2014, setelah Rusia berhasil merebut kendali atas Semenanjung Krimea.”

Pada tataran teknis, di tahun 2014 NATO membuat Cyber Defence Trust Fund alias Dana Perwalian Pertahanan Siber dan menggunakan entitas palsu guna meretas situs AS dan juga NATO. Dan tentu saja Rusia yang akan dijadikan kambing hitam atas aksi peretasan palsu tersebut.

Merujuk pada kasus peretasan email dan dokumen yang menyasar kubu Demokrat pada kampanye presiden Hillary Clinton di tahun 2016, ternyata pihak yang mempermasalahkan adalah kontraktor keamanan siber FBI yang bernama CrowdStrike.

Dan siapa yang mendirikan CrowdStrike? Nggak lain adalah Dmitri Alperovitch yang merupakan anggota senior di Dewan Atlantik AS-NATO. (https://www.crowdstrike.com/blog/author/dmitri-alperovitch/)

Jadi modusnya nggak lain adalah maling teriak maling.

Blake mengungkapkan, persona misterius hacker yang diberi nama Guccifer 2.0 tersebut, dimainkan oleh Alperovitch sendiri dengan memakai situs dcleaks.com sebagai host-nya (yang berpusat di Rumania), dimana penyedianya nggak lain adalah AS dan NATO.

Kemudian mantan direktur FBI Robert Mueller akan berpura-pura menyelidiki operasi peretasan palsu tersebut dan langsung tuding bahwa kelompok hacker Rusia yang bernama Cozy Bear dan Fancy Bear yang jadi biang keladinya, berdasarkan laporan yang dibuat CrowdStrike. (https://loadedforguccifer.wordpress.com/2020/11/13/how-the-fbi-hid-their-russia-special/)

Klop sudah.

Semuanya yang memang awalnya didesain secara sempurna tersebut, toh nggak mulus sesuai rencana.

Meskipun CrowdStrike berhasil kasih ‘sidik jari Rusia’ palsu pada jejaknya, tapi mereka membuat kesalahan teknis dimana zona waktu yang digunakan adalah waktu AS dan bukan Rusia.

Nggak aneh jika nggak ada data yang diungkap ke publik perihal peretasan tersebut.

Kenapa?

Karena takut ketahuan bohongnya terbongkar.

Lantas apakah Rusia sendiri nggak pernah menggelar peretasan yang menarget negara-negara Barat?

Nggak juga.

Blake mengatakan bahwa operasi peretasan yang menyerang British Institute for Spacecraft dan Integrity Initiative, kemungkinan besar Rusia-lah pelakunya. (https://swprs.org/the-integrity-initiative/)

Apa ciri utamanya?

Terlalu rumit untuk mencari jejak digitalnya selain bingung mau dikaitkan kemana guna mencari motif utama kenapa Rusia melakukannya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!