Rencana Jangka Panjang Sang Ndoro (*Bagian 2)


538

Rencana Jangka Panjang Sang Ndoro (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, kita sudah membahas tentang rencana pembentukan kota cerdas di London oleh Sadiq Khan, dan implementasi terbentuknya sistem pemerintahan global berupa teknokrasi. Dengan teknokrasi, ide global control hanya tinggal selangkah lagi. (baca disini)

Bagaimana mungkin?

Di tahun 1970, Zbigniew Brzezinski yang merupakan salah satu konseptor Rockefeller mengatakan bagaimana teknologi yang berkembang pesat saat itu dapat memiliki dampak yang signifikan pada masyarakat.

“Akan datang jaman baru, era teknetronik,” ungkap Brzezinski. (http://21stcenturywire.com/2016/06/17/americas-role-in-technetronic-era-revisited-brzezinskis-fractured-mirror/)

Selanjutnya Brzezinski menambahkan, “Dengan munculnya teknologi, akan terbentuk masyarakat yang lebih terkontrol dan terarah secara bertahap. Masyarakat seperti itu akan didominasi oleh elit berkuasa yang pijakannya pengetahuan ilmiah.”

“Elit yang berkuasa ini tidak akan ragu untuk mencapai tujuan politiknya dengan menggunakan teknik modern terkini untuk mempengaruhi perilaku publik serta menjaga masyarakat di bawah pengawasan dan kontrol yang ketat,” imbuh Brzezinski.

Kalo bisa disimpulkan, maka term ‘teknetronik’ yang dipakai Brzezinski kala itu, nggak lain adalah teknokrasi, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sengaja dipakai oleh elit penguasa untuk menerapkan kontrol mereka pada masyakarat.

Singkatnya, Brzezinski merupakan peletak dasar ide teknokrasi pada masyarakat global.

Bukankah teknologi baru yang kini dipakai, dari mulai pengenalan wajah, implantasi RFID dan chip hingga pembatasan memori pada otak manusia, semua menerapkan kontrol atas populasi? (https://www.darpa.mil/program/our-research/darpa-and-the-brain-initiative)

Jadi, elit teknokratis nggak akan pernah berhenti mengembangkan ide-ide kontrol atas manusia, sebelum tujuan mereka tercapai.

Namun, memasarkan ide teokrasi mereka, jelas bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Mana mungkin ada masyarakat yang mau terima ide gila bahwa hidup mereka akan dikontrol dan dimanipulasi oleh elit teknokratis alias sang Ndoro besar?

Untuk memudahkan ide ini agar bisa diterima publik, mereka butuh strategi pemasaran yang baik. Salah satu cara yang diambil adalah dengan mengganti istilah ‘teknokrasi’ dengan istilah yang lebih soft, antara lain pembangunan berkelanjutan, pemanasan global dan ekonomi hijau.

Patrick Wood menyatakan, “Agenda 21 PBB adalah rencana teknokrasi untuk abad ke-21, dimana implementasinya dalam bentuk SDG, juru mudinya adalah PBB, dan pelakunya adalah Komisi Trilateral plus elit globalis, serta korbannya adalah semua penduduk dunia.” (http://21stcenturywire.com/2016/05/08/agenda-21-an-introduction/)

Saat ini, Agenda 21 yang kini berganti nama menjadi Agenda 2030 a.k.a Sustainable Development Goals (SDG), punya segudang rencana, dari mulai pembatasan penggunaan energi, pengurangan penggunaan air, pembatasan perjalan dan transportasi hingga peralihan hunian ke unit tempat tinggal yang lebih kecil. (http://21stcenturywire.com/2015/09/26/agenda-2030-translator-how-to-read-the-uns-new-sustainable-development-goals/)

“Agenda 21 akan mendorong orang untuk tinggal di kota, sehingga mereka akan beralih tinggal di kondominium dan mengalihkan penggunaan mobil pribadi dengan naik sepeda,” ungkap Rosa Koire. (https://www.democratsagainstunagenda21.com/)

Lebih lanjut Koire menambahkan, “Agenda 21 adalah rencana seumur hidup yang mengatur sistem pendidikan, pasar energi, sistem transportasi, sistem pemerintahan, sistem perawatan kesehatan, hingga produksi makanan. Intinya akan ada kontrol pada sumber daya alam, alat produksi dan populasi global.”

Jadi, jika ini diberlakukan, maka sang Ndoro besar, lewat pemerintah dunia, akan mengambil kendali atas kebebasan dan semua hak-hak yang anda miliki. Dan jika anda membangkang terhadap skenario ini, maka anda harus siap dikriminalisasi.

Salah satu payung hukumnya kini tengah digarap. (http://www.newsweek.com/should-climate-change-deniers-be-prosecuted-378652?piano_t=1)

Kalo dirunut, maka Agenda 21 adalah implementasi KTT Bumi PBB 1992 di Rio de Janeiro yang diketuai oleh Maurice Strong. KTT yang menggarap isu Lingkungan dan Pembangunan tersebut, berakhir dengan lahirnya resolusi utama: Agenda 21. (https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/Agenda21.pdf)

Pertanyaannya: apakah resolusi tersebut muncul secara spontan atau memang sengaja dirancang?

Jawabannya: memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dokumen Club of Rome di tahun 1991 menegaskan hal itu.

“Musuh bersama umat manusia adalah manusia. Sehingga harus ada musuh bersama dalam menanggulangi manusia, seperti: polusi, pemanasan global, kelaparan, hingga kekurangan air. Dengan adanya isu-isu tersebut, maka secara otomatis umat manusia sebagai penyebab bahaya iklim tersebut, perlu segera ‘ditangani’,” begitu kurleb isi dokumen tersebut. (https://archive.org/details/the-first-global-revolution-a-report-by-the-council-of-the-club-of-rome-alexande)

Singkatnya, kenapa KTT Bumi PBB di tahun 1992 bisa menelorkan ide Agenda 21 yang isinya pemanasan global hingga kelaparan, karena memang sudah ada grand design-nya. Klub Ndoro besar-lah yang punya gawean atas rencana besar ini dan KTT hanya jadi ajang ketok palu saja.

Silakan baca ulasan saya, agar anda lebih paham duduk masalahnya. (baca disini, disini dan disini)

Jika dirangkum maka sang Ndoro besar lewat Club of Rome-nya, kasih proposal ke PBB untuk dieksekusi. Bungkusnya bagus yaitu SDG 2030, namun tujuan utamanya ‘menangani’ umat manusia yang merupakan akar masalah sang Ndoro, dengan menerapkan kontrol atas populasi global.

Lebih jauh lagi, konsep smart-city dengan IoT-nya, yang merupakan turunan program SDG 2030, sudah pasti jadi lahan garapan sang Ndoro. Untuk itulah maka The Fourth Industrial Revolution (4IR) diperlukan guna menerapkan pengawasan dan kontrol total sang Ndoro atas manusia.

Kembali ke pertanyaan awal.

Apakah hanya kebetulan jika kota pintar yang diusung Khan, dimana Dewan Internasional untuk Inisiatif Lingkungan Lokal (ICLEI) sebagai pressure group bagi pemerintahan lokal agar mau menggunakan konsep smart city yang jadi bagian rencana induk SDG 2030 PBB? (https://sustainablemobility.iclei.org/events/2021-smart-city-summit-expo/)

Apakah hanya kebetulan jika konsep kota pintar yang digadang-gadang Khan, sama polanya di seluruh belahan dunia, dimana digital control yang mengadopsi sistem teknokrasi sengaja diterapkan?

Sekarang coba anda jawab peryanyaan di awal tulisan: apakah IKN yang diusung Jokowi, dan mengadopsi konsep kota pintar dengan Tony Blair sebagai konduktor-nya, akan terhenti saat presiden baru terpilih di 2024 nanti? (https://en.tempo.co/read/1701081/authority-of-new-capital-nusantara-and-tony-blair-discuss-development-plans)

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!