Proyek Pegasus
Oleh: Ndaru Anugerah
Proyek Pegasus kini buat heboh, mengingat media mainstream menyoroti program tersebut yang bertujuan untuk ‘menyadap’ warga, atas persetujuan negara. Dan ini telah dieksekusi di India sana dan juga beberapa negara lainnya. (https://www.washingtonpost.com/world/2021/07/19/india-nso-pegasus/)
Lalu siapa yang bertanggungjawab atas proyek penyadapan tersebut?
Tak lain adalah perusahaan NSO Group asal Israel. Alasannya sungguh klise, “Program ini dibesut untuk menanggulangi terorisme.” (https://www.theguardian.com/world/2021/jul/20/pegasus-project-turns-spotlight-on-spyware-firm-nso-ties-to-israeli-state)
Jadi modus operandinya, spyware yang dibuat, akan menyusup ke ponsel orang yang disasar. Dan saat orang tersebut membuka ponsel-nya, maka secara otomatis semua data yang dimuat disana, bakal bisa kena sadap. Ini jelas pelanggaran berat terhadap privacy seseorang.
Apa anda mau percakapan anda melalui ponsel, disadap tanpa sepengetahuan anda?
Menurut laporan Washington Post, ada 10 negara yang kena sasar Proyek Pegasus tersebut. Selain India, salah satunya adalah Hungaria. (https://www.washingtonpost.com/investigations/2021/07/18/responses-countries-pegasus-project/)
Apakah negara tersebut terima-terima saja dijadikan sasaran proyek penyadapan tersebut?
Justru sebaliknya. Orang Hungaria malah bertanya balik, “Kenapa proyek tersebut tidak diarahkan ke AS, Inggris, Jerman atau Perancis? Kenapa justru diarahkan kepada kami?”
Secara umum, siapa juga yang bersedia secara sukarela kalo kehidupan pribadinya dijadikan konsumsi publik oleh pihak lain?
Karena dianggap punya potensi membahayakan, sekelas Edward Snowden yang pernah jadi agen NSA Amrik, menyerukan agar program tersebut dihentikan. (https://thewire.in/world/pegasus-project-edward-snowden-spyware-trade)
Apakah proyek tersebut akan dihentikan?
Ibarat mengharap salju turun di gurun yang tandus. Itu nggak akan mungkin terjadi.
Sebenarnya, ada apa dengan proyek Pegasus tersebut, ditinjau secara geopolitik?
Sebelumnya anda perlu tahu, bahwa kesepuluh negara yang jadi target proyek Pegasus adalah negara yang notabene-nya disebut oleh kalangan geopolitik sebagai swing countries. Teknisnya, negara-negara tersebut kasih andil yang sangat besar bagi perluasan politik LN AS secara internasional, dengan slogan utamanya: demokratisasi.
Jadi kalo di negara-negara boneka tersebut pemimpinnya ‘buat ulah’, maka AS nggak akan ragu menggunakan proyek ‘revolusi warnanya’ guna menjungkal siapapun pemimpinnya yang nggak bisa ‘disetir’ oleh Washington. (baca disini)
Masalah muncul, saat China dengan hegemoninya mencoba menantang kekuatan AS dan sekutunya, yang mengusung konsep dunia multi-polar. (baca disini)
Dan kalo ini tidak diantisipasi sedari awal, maka akan ada dampak serius dikemudian hari yang bakal ditanggung oleh AS dan sekutunya, sebagai akibat tantangan yang diberikan China.
Termasuk nasib swing countries, yang punya andil sangat besar bagi kokohnya hegemoni Paman Sam.
Memang ada apa dengan swing countries tersebut dalam konteks hubungan dengan China?
Ambil contoh Hungaria. Negara ini adalah negara di Eropa pertama yang menggunakan vaksin Kopit buatan China, Sinopharm pada Februari 2021 silam. (https://www.euronews.com/2021/02/24/hungary-becomes-first-eu-nation-to-use-china-s-sinopharm-vaccine-against-covid-19)
Nggak hanya itu. China dan Hungaria juga sudah teken kerjasama dalam bidang pendidikan, utamanya dalam membuka universitas Fudan milik China di Budapes pada 2024 mendatang. Dan ini bakal menjadi kampus China pertama yang ada di dataran Eropa. (https://thepienews.com/news/fudan-hungary/)
Kenapa Hungaria bersedia meneken kerjasama dengan China?
Karena kerjasama tersebut bersifat menguntungkan.
Kerjasama vaksin dengan Sinopharm misalnya, akan memungkinkan bagi Hungaria untuk memproduksi vaksin secara mandiri, karena akan ada pabrik farmasi dibangun di wilayah Debrecen, Hungaria. Ini dimungkinkan karena China telah bersedia untuk transfer teknologi atas vaksin Sinopharm tersebut.
Kalo ini berjalan sesuai rencana, maka ke depannya otomatis Hungaria nggak perlu repot-repot impor vaksin Big Pharma dalam mengatasi si Kopit, mengingat mereka bisa produksi vaksin mandiri dan harga vaksinnya akan jauh lebih ekonomis dan terjangkau.
Siapa yang bakal keteter, jika kerjasama ini terwujud?
Kerjasama di bidang pendidikan juga sami mawon.
Fudan adalah kampus China yang masuk dalam 100 besar kampus top dunia. Dan rencananya, Fudan bakal menggenjot standar pendidikan tinggi yang ada di Hungaria. (https://apnews.com/article/hungary-europe-business-government-and-politics-education-35f4d55eca487cc4fb6e02f0b9ed8870)
Ditambah lagi partisipasi aktif Hungaria dalam mega proyek BRI China, yang juga nggak bisa dikesampingkan begitu saja. (https://www.reuters.com/article/hungary-china-railway-loan-idUSL5N2CC6A0)
Bisa dikatakan, proyek Eastern Opening yang sering disebut-sebut oleh Hungaria tersebut (dengan menggandeng rekan China dan Rusia), bakal menimbulkan kegelisahan tersendiri bagi AS dan sekutunya. (https://www.researchgate.net/publication/282217890_The_Eastern_Opening_-_An_Element_of_Hungary’s_Trade_Policy)
Tidak aneh jika kemudia proyek Pegasus digelar dengan menyasar swing countries, karena ada kepentingan AS dan sekutunya yang terancam pada negara-negara tersebut, secara khusus dalam hal pengaruh.
Jadi alih-alih memberantas gerakan terorisme, yang ada kemudian rakyat dan juga pemimpin negara dimana proyek Pegasus dijalankan, bakal bisa disadap untuk tujuan politis, demi melanggengkan hegemoni AS.
Warbiyasah!
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
Bisa jadi pula sebagai akibat dari perang hegemoni tersebut, membuat Pemerintah Kompeni di Batavia cari aman dalam membuat kebijakan.
Kedua belah pihak adalah sahabat dagang yang baek bagi kompeni, makanya barang dagangan kedua sohibnya diwajibkan utk seluruh rakyat. Rakyat dihalangi/tidak boleh bikin vaksin sendiri, sebab akan sangat berbahaya jika putus dengan salah satunya apalagi keduanya.
Yah… namanya aja kompeni… pasti cari untung. Sudah mafhum kita siapa Gubernur Jenderal, Menko BUMN, Menko Marinves, Menhan, Menkominfo, dan MENKES. Team work yang bagus bukan ? Klop !