Proyek Besar (Yang) Bermasalah (Bagian-1)


534

Oleh: Ndaru Anugerah

Hampir 22 abad yang lalu, Kaisar Han mengutus Zhang Qian mendatangi kerajaan Dayuan di Asia Tengah untuk membentuk aliansi militer. Sejarah kemudian mencatat, perjalanan ini menghasilkan suatu rute perdagangan legendaris yang dikenal dengan nama Jalur Sutra.

Setelah vakum untuk beberapa milenium, kembali Cina mengajak negara-negara sekelilingnya untuk bergabung dalam aliansi multinasional baru yang dikenal sebagai Jalur Sutra Baru. Presiden Xi Jinping, dalam kunjungan ke Kazakhstan (7 /9/2013) mengusulkan Silk Road Economic Belt alias Sabuk Ekonomi Jalur Sutra.

Secara singkat, proyek OBOR (one belt one road) terbagi menjadi 2 bagian. Jalur darat dan jalur laut. Jalur darat mulai dari Cina melewati Eropa Timur lalu tembus ke Eropa Barat.

Sedangkan jalur laut melewati Vietnam, Malaysia, Indonesia dan India lalu ke Afrika Timur akan berlanjut ke Afrika Utara melalui terusan Suez menuju Italia.

Secara geopolitik, proyek OBOR ini adalah buah reaksi Cina atas kebijakan Pivot to Asia yang diusung oleh Obama di 2011 saat ia menjabat presiden AS. Obama menggandeng ASEAN dengan proyek ekonomi TPP (Trans Pacific Partnership) tanpa melibatkan Cina, pastinya.

Dan Cina tahu pasti proyek itu utamanya adalah membendung pengaruh Cina dalam sektor ekonomi dan juga keamanan di kawasan tersebut.

Karena itulah, solusi harus dikeluarkan, Cina melawan dengan membentuk poros ekonomi yang bernama OBOR tersebut.

Proyek OBOR yang sekarang telah berganti nama menjadi BRI alias Belt and Road Initiative, bukanlah proyek main-main. Tak pelak Cina siap menggelontorkan dana sebesar lebih dari Rp.1650 trilyun, melalui Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Dana yang cukup spektakuler.

Inilah kekuatan ekonomi baru yang digadang-gadang sebagai kolaborasi ekonomi terbesar abad ke-21. Timbul pertanyaan, apa iya motif utama Cina adalah untuk membentuk kolaborasi ekonomi semata? Sebagai gambaran, yang namanya kolaborasi adalah kerjasama saling menguntungkan. Tidak ada pihak yang superior di dalamnya.

Selidik punya selidik, Cina terpaksa mengusung proyek ini. Setidaknya ada 2 alasan. Pertama, Cina over produksi, dan bingung mau dibuang kemana tuh produk. Yang kedua, Cina sangat membutuhkan bahan bakar untuk proyek industrialisasi di negaranya. Dan ekspansi pun harus digelar.

Ada pepatah yang mengatakan, tak ada bantuan yang serta merta jatuh dari langit. Artinya, semua yang berkaitan dengan bantuan ekonomi, pasti ada embel-embelnya, alias berpamrih. Begitupun dengan proyek BRI ini. Bantuan itu pada esensinya adalah hutang, dan hutang pada gilirannya akan ditagih.

Kebayang, kalo sudah hutang tapi gak mampu bayar? Apa iya bisa kita mengemplang seenak jidat? Aliasnya, ini bukan semata proyek kolaborasi ekonomi, melainkan proyek perluasan pengaruh politik Cina ke seantero dunia. Ekonomi adalah kamuflase semata. Setidaknya China Centre for International Economic Exchange sudah menyatakan hal itu.

Nah terus dimana peran AS dalam jalur sutra besutan Cina tersebut? Tidak ada. Bahkan sengaja dipinggirkan.

Timbul pertanyaan: apakah AS akan anteng-anteng saja melihat poros ekonomi dunia yang dibesut Cina? Tunggu dalam ulasan saya berikutnya. Karena hari sudah larut, nggak kuat rasanya menanti panggilan alam untuk segera molor… Zzzz

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!