Program PHP?


504

Program PHP?

Oleh: Ndaru Anugerah

“Pa, sekolah mulai memberlakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di 30 Agustus nanti,” ungkap istri saya setelah membaca postingan di WAG. Maklum, namanya juga emak-emak, ya itulah salah satu aktivitas yang kerap dilakukannya bersama konco-konconya via dumay.

Tentang PTM, saya menyambut gembira jika memang itu didasari pada itikad baik. Namun sebaliknya, kalo itu hanya sebatas ‘harapan palsu’, siapa juga yang suka jika jadi korban prank?

Saya ingat bagaimana seorang Nadiem dengan jumawa-nya pada Maret silam, akan berencana membuka kembali sekolah pada awal tahun ajaran di Juli 2021. Seolah-olah, apa yang diucapkannya bakal menjadi kenyataan. (https://nasional.tempo.co/read/1442577/nadiem-makarim-sebut-pembelajaran-tatap-muka-juli-2021-bisa-dilakukan)

Sebaliknya saya kritisi apa skenario yang bakal terjadi, sebelum itu menjadi kenyataan. (baca disini)

Dan apa yang saya takutkan kembali terjadi, dimana PTM yang semula digembar-gemborkan, akhirnya kandas di tengah jalan karena melonjaknya jumlah kasus Kopit, sehingga pempus memberlakukan PPKM Darurat, tepat seminggu sebelum pembukaan tahun ajaran baru. (https://www.tribunnews.com/nasional/2021/07/02/ppkm-darurat-diberlakukan-mulai-3-juli-2021-apa-bedanya-dengan-ppkm-mikro)

Dan sekarang, kembali PTM dihembus-hembuskan yang rencananya akan dieksekusi pada 30 Agustus 2021 pada sekitar 615 sekolah di Jakarta. (https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/27/094500265/bersiap-sekolah-tatap-muka-terbatas-di-jakarta-dibuka-30-agustus-ini?page=all)

Apa yang mendasarinya?

PPKM saat ini, mulai turun ke level 3. Itu alasan sederhanya.

Jadi aktivitas belajar bisa dilakukan. Walaupun hanya terbatas alias nggak semua siswa dan nggak setiap hari proses pembelajaran dilakukan.

Bagi saya ini lebih baik ketimbang hanya belajar online yang kebanyakan mendemotivasi siswa dalam belajar. (https://www.liputan6.com/health/read/4431723/semangat-belajar-anak-menurun-selama-pandemi-covid-19-ini-penyebabnya)

Bukan itu saja. Sasus terdengar bahwa semua sekolah akan dibuka kembali pada November 2021 mendatang. Jika ini memang rencananya, saya sangat bersyukur.

Pertanyaan sederhana: apakah seorang mas menteri atau seorang presiden sekalipun punya cukup kuasa dalam menetapkan kebijakan bukaan sekolah, dalam kondisi saat ini? Ini pertanyaan retorik, bukan?

Kenapa?

Karena setidaknya akan ada 3 skenario yang mungkin terjadi begitu rencana mulia itu dilakukan.

Pertama seperti yang pernah saya ulas pada tulisan sebelumnya, yaitu terbentuknya klaster Kopit di sekolahan. Saat sekolah tengah berjalan langsam, tetiba ada satu peserta didik yang terinfeksi Kopit. Dan bila ini terjadi maka sekolah akan dengan mudahnya di-off-kan kembali.

Skenario kedua, kurleb-nya sama dimana klaim lonjakan Kopit tiba-tiba terjadi, sehingga menyebabkan zona dimana sekolah berada, menjadi berwarna merah. Kalo sudah begini, apa bisa aktivitas belajar di sekolah dilanjutkan kembali?

Apalagi jika MSM ikutan ‘turun’ didalamnya. Maka makin runyam-lah situasi yang ada.

Ingat juga bahwa musim hujan kini hanya menghitung hari saja, bukan? (baca disini)

Dan skenario ketiga yang mungkin terjadi adalah munculnya varian baru, dengan embel-embel lebih menular dan lebih mematikan. Dengar yang model begini, ortu middle-class mana bisa berpikir logis?

Ini nggak mengada-ada, karena varian Mu yang diklaim lebih ‘dahsyat’ ketimbang Delta dan juga kebal terhadap vaksin, kini tinggal sepelemparan lembing menuju Indonesia, alias tunggu kabar saja. (https://nasional.sindonews.com/read/531250/15/varian-mu-lebih-ganas-dari-varian-delta-ini-penjelasan-kemenkes-1630710585)

Dengan ketiga skenario itu saja, akankah sekolah dibuka kembali selamanya?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!