Politik Dua Kaki


509

“Kasian juga si Pepo, gegara batal mengusung putra kesayangannya di kontestasi pilpres 2019 bersama Anies Baswedan,” begitu kata temanku. Apa sebegitunya?

Sebenarnya, kartu truf duet Anies-AHY sudah lama digodok bersama oleh Pepo dan Opa Jack. Tapi apa lacur, batal juga pada ujungnya. Ini dikarenakan dua faktor utama, masalah dana nyapres dan masalah ketidakpercayaan Pepo pada PKS.

Apa maksudnya?

Kita sudah mahfum, bahwa untuk nyapres, dana yang dikeluarkan tidak sedikit. Butuh 6-7 trilyun. Dan itu biasanya ditanggung bersama paslon. Biasanya berlaku aturan 60%-40%, dimana 60% bagian diambil oleh capres, sedangkan 40% bagian diambil oleh cawapres.

Nah, disini masalah kemudian muncul. Dari pihak Pepo, mungkin dana segitu nggak ada masalah, walaupun konon kabarnya Pepo agak pelit dalam menggelontorkan uang dari saku pribadinya. Tapi demi sang anak tercinta, masa mau coba-coba?

Terus? Masalah uang justru dari pihak Opa Jack. Nah si Opa cuma ngandelin dana talangan alias bail-out yang kelak akan digelontorkan pemerintah lewat kasus bank Bukopin. Namun skenario ini-pun akhirnya tinggal kenangan, karena sudah terendus oleh publik duluan.

Lha, mau ngusung gabener wan Abud untuk nyapres, dananya dari mana?

Masalah kedua adalah gangguan psikologis Pepo dengan PKS. Pepo sangat trauma dengan kelakukan kader PKS. Ini dimulai saat periode kedua Pepo berkuasa, dimana fraksi di DPR berencana membentuk tim 9 untuk mengajukan hak angket Century.

Nah, 2 orang dari tim 9 tersebut taunya adalah orang-orang PKS. Jadi lucu, karena Pepo sudah memberikan 4 posisi menteri strategis bagi kader partai pemilik kavling surga tersebut. “Nggak tau balas budi,” pikir Pepo. Wong udah dikasih roti kok malah ngasih racun?

Belum lagi skandal pilkada DKI 2017, dimana PKS yang pada awalnya sudah deal mendukung AHY, tapi justru di last minute malah membatalkan dukungan dan beralih ke Anies-Sandi. Tak heran kalo buzzer Demokrat – Andi Arief – memberikan label Partai Khianat Selalu kepada PKS.

Maka tak heran, masalah-masalah tersebut yang akhirnya membuat blunder di kubu Cikeas dan Opa Jack. Dan kesempatan baik ini tak disia-siakan oleh Om Wowo untuk nyapres berduet dengan Sandi, dan menggandeng PAN dan PKS. Dan kubu Cikeas cuma bisa gigit jari untuk kesekian kalinya.

Akibatnya jadi serba salah. Mau dukung Jokowi, atut karena ada mama Mega disana. Ya terpaksa deh, dukung Om Wowo, walaupun Om Wowo tahu pasti, kalo dukungan itu hanya bersifat lip-service semata. Tak heran jika Pepo tak dijadikan ketua Timses kubu Om Wowo, walaupun soal jam terbang, rekam jejak Pepo tak perlu diragukan lagi.

“Bisa diacak-acak ntar skenario gue di pilpres,” demikian pikir Om Wowo.

Apakah Pepo hanya tinggal diam?
Saya pikir tidak. Malah saat ini Pepo menjalankan politik 2 kaki. Dia tetap mendukung Om Wowo, sambil melihat kemungkinan jika Om Wowo ada kans untuk menang di pilpres nanti. Tujuannya jelas, agar Nemo dapat secuil kue kekuasaan di masa pemerintahan Om Wowo nantinya.

Kaki yang lain adalah dengan terus membiarkan para kadernya untuk menyerang langkah yang diambil Om Wowo. Gak percaya? Lihat apa yang dilontarkan Andi Arief kepada Om Wowo dengan julukan jenderal Kardus.

Belum lagi kalo kita lihat para kader Demokrat di daerah. TGB selaku kader, malah dukung Jokowi. Soekarwo juga nggak kalah set, dukung Pakde. Dan Lukas Enembe di Papua, juga kader partai Cikeas, juga ngusung Jokowi. Pertanyaannya: apa mereka semua selaku kader Demokrat kena sanksi organisasi?

Ahh, nenek-nenek juga tau jawabannya. Dan semua itu dijalankan Pepo, karena Pepo tahu kalo Om Wowo akan KO dengan sukses di 2019 nanti.

Memang menarik gerakan dua kaki yang dijalankan Pepo. Apalagi ketemu Om Wowo yang temperamen selaku teman satu ranjang. Alih-alih mengharapkan adegan hot yang fantastik dari seorang Mia Khalifah, eh taunya yang nongol malah Lucinta Luna…

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!