Perbankan Fraksional


517

Perbankan Fraksional

Oleh: Ndaru Anugerah – 05062024

Bagaimana sistem perbankan mengatur tata kelola keuangan suatu negara?

Menjawab pertanyaan ini, saya jadi ingat pernyataan yang dilontarkan Michael Kumhof sebagai mantan pejabat di lembaga Bretton Wood, IMF. “Fungsi utama bank adalah menciptakan uang, dan bukan lembaga intermediasi,” begitu kurleb-nya. (https://www.bankofengland.co.uk/-/media/boe/files/working-paper/2015/banks-are-not-intermediaries-of-loanable-funds-and-why-this-matters.pdf)

Lantas apa kaitannya antara pernyataan yang diungkapkan Kumhof dan pertanyaan di atas? Bagaimana mungkin fungsi utama bank adalah menciptakan uang dan bukan lembaga perantara yang menyimpan dan meminjamkan uang nasabah semata, seperti yang selama ini diajarkan di bangku sekolah?

Anda harus paham bahwa sistem perekonomian nasional di banyak negara, menggunakan sistem perbankan cadangan fraksional sebagai landasannya. Itu adalah fakta yang nggak bisa dikesampingkan. (https://open.lib.umn.edu/principleseconomics/chapter/24-2-the-banking-system-and-money-creation/)

Penggunaan cadangan fraksional berimbas pada segala hal dari mulai jumlah uang yang beredar, kesehatan pasar kredit, hingga stabilitas harga komoditas di pasaran. Dengan kata lain, imbas dari sistem cadangan fraksional adalah situasi perekonomian nasional di suatu negara.

Memangnya apa sih yang dimaksud fractional reserve?

Secara umum, fractional reserve adalah praktik yang digunakan oleh sistem perbankan, dimana simpanan bank hanya didukung oleh sebagian kecil dari total simpanan. Ini dilakukan karena para bankir paham betul kalo para deposan biasanya tidak meminta pembayaran pada saat bersamaan.

Bagaimana jika deposan meminta uangnya di bank secara bersamaan?

Otomatis bank akan oleng karena jumlah uang disimpan lebih sedikit ketimbang uang yang digandakan. Secara riil uang yang disimpan, hanya sebagian kecil saja. Sisanya digandakan dengan sistem cadangan fraksional tadi.

Kok bisa?

Sebelum kita bahas lebih lanjut, kita harus paham bahwa cikal bakal perbankan dimulai saat para pedagang emas merintis sistem penyimpanan. Para pedagang emas tersebut menyediakan tempat bagi para deposan pemilik emas untuk menyimpankan emas miliknya pada mereka.

Kenapa disimpan di para pedagang emas?

Karena mereka menawarkan fitur keamanan.

Kebayang donk saat emas yang anda punya dan disimpan di rumah, kemudian dirampok, kepada siapa anda bisa menuntut ganti rugi? Bukankah lebih aman jika emasnya disimpan di tempat khusus, milik para pedagang emas?

Merespon figur keamanan yang diberikan oleh para pedagang emas, deposan berbondong-bondong mulai menaruh emas yang mereka miliki kepada mereka. Bukti bahwa emas mereka telah disetor adalah ‘catatan’ khusus yang diberikan pedagang emas kepada para deposan.

Inilah cikal bakal perbankan modern saat ini. Kalo dulu pedagang emas mengeluarkan ‘catatan khusus’ sebagai alat tukar, maka kini para bankir menggunakan uang sebagai alat tukarnya.

Secara prinsip, antara ‘catatan khusus’ dan uang, ya sama saja, karena keduanya berfungsi sebagai alat tukar yang bisa digunakan sebagai transaksi dalam proses jual-beli.

Yang namanya pedagang emas ataupun bankir, keduanya berorientasi pada keuntungan semata. Nggak aneh jika emas ataupun uang yang telah disimpan, akan diputar oleh mereka untuk mendapatkan margin keuntungan. Ini bisa berjalan lancar, jika dan hanya jika para deposan tidak menarik emas/uangnya secara bersamaan.

Prinsip ini kemudian melahirkan sistem fractional reserve yang mampu menggandakan uang melalui pinjaman bank. Singkatnya: setiap kali pinjaman diberikan bankir, maka otomatis uang baru tercipta.

Bagaimana caranya?

Dalam perbankan, ada istilah rasio cadangan yang mengacu pada jumlah cadangan yang harus disimpan bank berdasarkan nilai simpanan di lembaga tersebut. Nilai rasio cadangan agak bervariatif, namun secara umum (biasanya) nilainya 10% dari jumlah uang yang disimpan.

Aturan ini dibuat oleh bank sentral yang berada di masing-masing negara, yang mayoritas adalah privately owned alias milik swasta. Jadi bukan negara yang menerbitkan aturan tapi swasta melalui bank sentral-nya. (https://www.investopedia.com/terms/r/reserveratio.asp)

Perhitungannya begini.

Misalkan anda punya uang 1 juta yang disimpan di bank, maka bank tersebut harus menyimpan-nya berdasarkan rasio cadangan sebesar 10%-nya. Jadi uang yang disimpan hanya 100 ribu, sisanya diputar oleh pihak bank sebagai pinjaman kepada pihak lain ataupun bentuk investasi lainnya.

Katakanlah A menaruh 1 juta di bank kemudian bank menyimpan hanya 10%-nya, sisanya dipinjamkan ke B, maka uang yang beredar bukan lagi 1 juta, tapi 1 juta milik A (yang bisa diambil kapan saja) ditambah 900 ribu milik B hasil penggandaan uang tersebut.

Katakanlah B yang baru meminjam 900 ribu dari bank, kemudian membeli barang ke C, dan C kemudian menyetor uangnya kembali ke bank, maka bank bisa meminjamkan uang 900 ribu milik C kepada D, senilai 810 ribu.

Maka otomatis uang yang ada bukan lagi 1 juta jumlahnya, tapi ditambah 900 ribu ditambah 810 ribu alias 2, 71 juta, hasil penggandaan uang.

Kebayang berapa banyak uang yang berhasil digandakan pihak bank jika transaksi penyimpanan dan peminjaman uang terus berlanjut?

Jika kita bicara soal penciptaan uang, maka kita wajib bertanya: bagaimana uang yang telah ada kemudian harus dimusnahkan? Apakah ini ada kaitannya dengan krisis keuangan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita harus paham dulu konsep ‘pemusnahan’ uang yang dimaksud.

Secara operasional, pemusnahan uang dapat terjadi jika terjadi proses gagal bayar atas pinjaman yang telah diterima dari pihak bank. Jika ini terjadi, maka daya beli masyarakat akan berkurang yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian nasional.

Begini ilustrasinya.

Anda pasti tahu kredit macet Subprime Mortgage (kaum misqueen) yang menyasar sektor perumahan di AS pada tahun 2008 silam, yang sukses memicu krisis keuangan global. (https://www.federalreservehistory.org/essays/subprime-mortgage-crisis)

Bagaimana itu bisa terjadi?

Pada mulanya, dipicu oleh banyaknya orang mencari rumah untuk dijadikan investasi, maka harga rumah otomatis terkerek naik. Hal ini selaras dengan tindakan perbankan yang membuka kran kredit sebesar-besarnya, bagi mereka yang ingin memilikinya.

Dengan adanya kredit yang diberikan perbankan, otomatis uang meningkat dan harga rumah juga ikutan naik. Positifnya, laju perekonomian makin menggeliat. Namun negatifnya, jumlah utang juga makin meningkat yang diiringi laju inflasi yang selaras dengan harga rumah.

Saat pemilik rumah nggak bisa lagi membayar utangnya karena harga rumah kian tinggi dipicu oleh kenaikan suku bunga pinjaman, yang terjadi kemudian adalah gagal bayar.

Ketika pinjaman mulai melambat (karena suku bunga-nya tinggi) dan proses gagal bayar mulai meningkat, disinilah pemusnahan uang terjadi.

Karena stok rumah-nya banyak (dipicu oleh kredit perbankan pada sektor real estate), sementara yang mau beli rumah jumlahnya berkurang drastis (akibat harganya mahal), maka kredit macet nggak bisa dihindarkan. Uang yang beredar-pun kena imbasnya, karena jumlahnya berkurang (karena uang yang disetor ke bank makin sedikit).

Setidaknya, begitulah siklus penciptaan dan pemusnahan uang bisa terjadi. Anda bisa baca ulasan saya agar memudahkan pemahaman anda tentang krisis keuangan global. (baca disini)

Apakah proses ini terjadi secara alamiah atau justru by design?

Bagian ini, biar anda yang menjawabnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Abang Minta tolong kalau Ada waktu bahas tentang bobolnya Pusat Data Nasional Yg katanya Ransomeware, dan juga Blackout YG terjadi di sebagian besar wilayah Pulau Sumatra. Terimakasih bang.

error: Content is protected !!