Merajuk (Kembali) Koalisi
Oleh: Ndaru Anugerah
Pilpres 2024 memang masih lama. Namun, geliatnya sudah mulai terasa dari sekarang. “Bagaimana peta di 2024 nantinya?” begitu kurleb pertanyaan banyak orang.
Menarik apa yang disajikan kepada publik baru-baru ini oleh AB dan AHY. Mereka berdua bertemu di Balai Kota DKI Jakarta pada 6 Mei silam. (https://megapolitan.kompas.com/read/2021/05/06/15555491/ahy-temui-anies-di-balai-kota)
Ngapain keduanya bertemu?
“Saya rindu dan ingin bersilaturahmi dengan lawan politik saya pada gelaran pilkada 2017 silam,” ungkap AHY yang saat itu membawa sejumlah petinggi partai Demokrat.
Ini politik. Jadi kalo kedua tokoh politik tersebut bertemu, nggak mungkin sebatas temu kangen. Pasti ada target yang akan dicapai. “Emang anda pikir ini reuni SMA?”
Lantas apa targetnya?
Duet AB dan AHY, seyogyanya pernah mengemuka saat pilpres 2019 silam, jauh sebelum Prabowo-Sandi mengajukan diri mereka sebagai paslon. Sayang, duet ‘maut’ tersebut kandas, karena adanya black-ops selain keenganan opa Jack untuk menggarap sisi pendanaan. (baca disini)
Jadi, kalo keduanya kini mencoba untuk menjajaki kemungkinan duet yang sempat tertunda, ya wajar-wajar saja. Nggak ada yang salah untuk itu.
Pertanyaannya: seberapa besar peluangnya?
Untuk bisa maju sebagai capres, butuh PT alias presidential threshold sebesar 20% dari parpol yang kini ada di Senayan. Kalo ngandelin Partai Demokrat yang hanya punya kontribusi sebesar 7,77% di parlemen, jelas nggak cukup.
Kekurangan ini bisa ditutup oleh Nasdem melalui Surya Paloh, yang jauh-jauh hari sudah mengajukan AB sebagai capres dari partai mereka. (https://www.merdeka.com/politik/surya-paloh-siap-usung-anies-di-pilpres-2019-begini-reaksi-pdip.html)
Ini nggak mengherankan, mengingat pertemuan nasgor di Menteng tempo hari, ditenggarai sebagai penyebab dukungan SP ke AB. (baca disini dan disini)
Selain itu, bukan rahasia umum kalo SP adalah ‘sohib’ dekat opa Jack. Dengan melihat konteks tersebut, jadi lumrah jika Nasdem mengusung AB, mengingat AB adalah ‘golden boy’ opa Jack dan SP juga berkawan dekat dengan opa Jack.
Jika ini terwujud, maka akan ada tambahan dari Nasdem sekitar 9,05% suara.
Satu yang mungkin anda nggak boleh lewatkan. SP bukan orang baru dalam perpolitikan di Indonesia. Kalo anda jeli, Nasdem adalah parpol pertama yang mengusung Jokowi maju menjadi pilpres 2014, berkolaborasi dengan PDIP. (https://nasional.kompas.com/read/xml/2014/04/12/1322388/Resmi.Nasdem.Dukung.Pencapresan.Jokowi)
Berikutnya di pilkada Jabar 2018, Nasdem sekali lagi merupakan parpol pertama yang mengusung Ridwan Kamil melaju ke Jabar 1 saat belum ada parpol lain yang mendeklarasikan dukungan kepada dirinya. (https://tirto.id/nasdem-usung-ridwan-kamil-di-pilgub-jabar-2018-ckQE)
Singkatnya, SP sebagai sosok dibelakang Nasdem, bukan tokoh kaleng-kaleng.
Kembali ke laptop.
Dengan adanya PD dan Nasdem sebagai kekuatan pengusung, tetap masih ada kekurangan untuk mencapai PT 20%. Kekurangan ini, sangat mungkin ditutup oleh PKS yang menguasai kursi parlemen sebanyak 8,21%.
Ini bukan tanpa sebab, mengingat PKS adalah ‘sekutu’ alami AB sejak pilkada DKI 2017 digelar. (https://www.wartaekonomi.co.id/read329939/pks-nasdem-kemungkinan-jagokan-anies-baswedan-di-pilpres-2024)
Merujuk pada rekapitulasi tersebut, terbuka jalan yang selebar-lebarnya bagi paslon AB-AHY untuk maju digelaran pilpres 2024 mendatang.
Lalu bagaimana dengan modal politik keduanya?
Survei yang digelar oleh Litbang Kompas pada Aprul 2021 silam, sudah menempatkan AB selaku kandidat potensial dengan posisi runner-up. (https://nasional.kompas.com/read/2021/05/04/11175101/survei-litbang-kompas-elektabilitas-prabowo-tertinggi-disusul-anies-dan?page=all)
Bagaimana dengan AHY sendiri?
Sejak dirinya sukses merebut kembali PD yang sempat ‘dikudeta’ oleh Moeldoko, elektabilitas PD dan AHY makin meroket.
Merujuk pada hasil survei yang digelar oleh LP3ES pada awal Mei 2021 silam, popularitas PD kini telah menyalib Gerindra. Sedangkan posisi AHY sebagai ketua partai, bahkan mencapai posisi 3 besar, melebihi kepopuleran seorang Airlangga Hartarto. (https://nasional.tempo.co/read/1459758/survei-lp3es-elektabilitas-demokrat-salip-gerindra-ahy-populer/full&view=ok)
Bisa dikatakan, tandem tersebut sudah nggak perlu diragukan lagi kredibilitasnya. Mereka sangat punya modal politik yang mumpuni. Belum lagi, kedua sosok tersebut punya koneksi langsung ke Mamarika yang saat ini dipimpin oleh Partai Demokrat.
“Tapi kan Bang, belum tentu publik bakal bereaksi positif pada sosok AB,” ungkap seorang netizen.
Saya tanya balik: apakah pada pilkada DKI 2017 silam, AB punya citra positif di mata warga Jakarta? Kan nggak. Nyatanya bisa menang tuh dengan melibas petahana secara telak, walaupun dengan mengusung politik identitas. (https://nasional.kompas.com/read/2017/10/18/11155931/anies-baswedan-diminta-tak-bermain-politik-identitas?page=all)
Itulah cara yang paling mungkin akan digunakan kembali dalam merebut dukungan rakyat Indonesia. Dan mereka sudah punya mesin-nya, yang tokohnya saat ini masih mendekam di hotel Prodeo.
Makanya saya bilang dalam analisa saya, pembubaran ormas RS hanya onani politik semata. (baca disini dan disini)
Kenapa?
Karena mereka akan digunakan kembali saat waktunya tiba.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments