Menyongsong Ambruknya Ekonomi Global? (*Bagian 2)
Oleh: Ndaru Anugerah
Resesi ekonomi,
Dunia gelisah semakin nyata
Tuntutan hidup seba harmoni
Hanya mimpi belaka.
Itu adalah cuplikan lagu Resesi yang dilantunkan oleh Chrisye di tahun 1983 silam. Lagu tersebut mencoba menggambarkan kondisi resesi ekonomi yang (kalo boleh jujur) terpengaruh oleh kebijakan menaikkan tingkat suku bunga oleh The Fed, dalam menaklukkan laju inflasi saat itu. (baca disini)
Diakhir cerita, inflasi memang bisa ‘diredam’, namun dampaknya resesi justru terjadi, karena banyak perusahaan dipaksa gulung tikar karena tingkat suku bunga melambung tinggi. Inilah yang memicu resesi global di era 1980-an, termasuk di Indonesia. (https://bancroft.berkeley.edu/ROHO/projects/debt/1980srecession.html)
Sekarang kita mau lanjut pada pembahasan berikutnya.
Lantas apa yang menyebabkan laju inflasi begitu tinggi?
Harga kebutuhan pokok-lah yang justru berkontribusi terhadap laju inflasi. Penelitian yang dilakukan oleh analis ekonomi kondang asal AS, Mike Shedlock. Shedlock menyatakan bahwa ada komponen inelastis dalam ekonomi yang mempengaruhi laju inflasi.
Apa saja?
Macam-macam. Mulai dari harga bahan pangan, harga BBM, biaya pendidikan, hingga biaya perumahan. Faktor-faktor inilah yang berkontribusi secara langsung pada laju inflasi, ketimbang naiknya timgkat suku bunga. (https://ussanews.com/2022/03/30/global-economic-suppression/)
Pertanyaannya: apa yang terjadi dengan faktor inelastis tersebut belakangan ini?
Semuanya cenderung merangkak naik. Harga pangan melonjak karena kelangkaan biji-bijian. Harga minyak nabati bunga matahari juga mengalami kenaikkan akibat kelangkaan pupuk secara global. Ini bisa terjadi karena naiknya gas alam sebagai sumber energi utama penghasil pupuk. (baca disini dan disini)
Dan lumpuhnya pasokan global ini, terjadi SEBELUM konflik di Ukraina ada.
Konflik di Ukraina yang dipaksakan itu, hanya menjadi katalis terhadap naiknya harga-harga, yang secara langsung akan mempengaruhi laju inflasi. Jika kondisi saat ini saja sudah demikian berat, kebayang dong jika tingkat suku bunga dinaikkan?
Ini nggak mengada-ada, mengingat Rusia adalah eksportir minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. (https://www.iea.org/reports/russian-supplies-to-global-energy-markets/oil-market-and-russian-supply-2)
Nggak hanya itu, sebab Rusia juga merupakan eksportir gas alam terbesar di dunia, yang sebagian besar dialirkan ke Uni Eropa. (https://www.rbth.com/business/332975-russia-worlds-largest-gas-exporter)
Dengan adanya sanksi ekonomi yang diberlakukan pada Rusia (oleh AS dan sekutunya), maka bukan Rusia yang keteter, tapi justru negara-negara yang memberlakukan sanksi pada Rusia. Dan ini sudah saya prediksi sebelumnya. (baca disini)
Ambil contoh kenaikan harga BBM yang dipicu oleh konflik di Ukraina. Siapa yang kena imbasnya? (https://www.reuters.com/business/energy/diesel-shortage-europe-threatens-slow-economic-growth-2022-03-24/)
Itu baru dari minyak.
Anda tahu gas neon? Gas neon yang telah dimurnikan, diperlukan untuk memproduksi chip dalam proses litografi. Dan negara pembuat chip terbesar di Eropa, salah satunya Ukraina, lewat perusahaan Ingas dan Cryoin. (https://www.channelnewsasia.com/business/ukraine-halts-half-worlds-neon-output-chips-clouding-outlook-2558311)
Dapat darimana kedua perusahaan tersebut akan pasokan gas neon-nya?
Tentu saja dari Rusia, dimana 2 pabrik penyedianya terletak di Ukraina. Satu di Odessa dan satunya lagi di Mariupol. Dan setelah konflik Ukraina terjadi, kedua pabrik nggak lagi beroperasi. Siapa juga yang mau mati konyol dengan membuka pabrik saat aksi koboy digelar?
Nggak hanya gas neon, Rusia juga merupakan penyedia sepertiga palladium dunia yang dipakai dalam sensor dan memori yang ada pada Magnetoresistive RAM komputer. “Rusia adalah penyedia C4F6 yang sangat dibutuhkan AS dalam memproduksi chip,” begitu ungkap seorang narsum. (https://techcet.com/supply-chain-threats-from-russia-us-tensions/)
Satu lagi yang mungkin anda ketahui bahwa Rusia juga penyedia utama pasokan dunia bagi logam tanah jarang yang banyak dicari sebagai bahan baku pembuatan prosesor dunia, dari mulai Intel hingga AMD. Dengan adanya penarapan sanksi kepada Rusia, siapa yang babak belur? (https://anti-empire.com/if-russia-cant-have-chips-no-one-will-russian-inputs-are-critical-to-global-semiconductors-supply-chain/)
Bisa dikatakan bahwa penerapan sanksi ekonomi yang lebih lagi, hanya akan memperburuk kondisi perekonomian global saat ini. Dan jika harga kebutuhan pokok makin melambung tinggi, AS dan sekutunya tinggal bilang: “Rusia yang menyebabkan semua ini terjadi.”
Sekarang coba kita mereka-reka, apa yang akan terjadi jika seandainya tingkat suku bunga dikerek naik alih-alih untuk menaklukkan inflasi, yang rencananya akan dieksekusi pada kuartal kedua tahun ini? (https://www.wsj.com/livecoverage/federal-reserve-meeting-inflation-march-2022/card/fed-raises-interest-rates-signals-plans-to-raise-rates-many-times-this-year-jZJ73rMiCcjwnzpIyisa)
Memangnya dengan kenaikan suku bunga, harga kebutuhan pokok bisa dikenadalikan, atau malah sebaliknya? Nggak butuh seorang Einstein untuk menjawab pertanyaan retorik ini.
Bisa disimpulkan, bahwa upaya The Fed dalam mengatrol tingkat suku bunga, hanya akan mengantar perekonomian global ke jurang depresi. Dan ajaibnya, ini selaras dengan agenda sang Ndoro besar – The Great Reset.
Akankah ini menjadi skenario ambruknya ekonomi global?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments