Menutup Celah


506

Kemenangan mutlak. Itulah diktum yang kini ada di kepala Jokowi selaku petahana. Jika pada pilpres 2014, suara yang mendukungnya banyak babak belurnya, kini istilah itu harus lenyap. Ini sangat mungkin mengingat pakde adalah incumbent dengan sederet prestasi di era kepemimpinannya buat negeri ini.

Jadi jangan heran kalo suara dukungan mengalir deras buat dirinya. Kalo pada pilpres 2014 hanya beroleh suara 53%-an, yang hanya terpaut 8 juta suara pemilih dgn Prabowo, maka pilpres 2019 nanti, kemenangan mutlak harus diraih. Itu pun senada dengan hasil berbagai survei yang kian intens digelar menjelang hari pencoblosan.

Tetapi masih ada yang mengganjal di kepala pakde. Apa itu? Dukungan militer yang diberikan pada dirinya. Maklum, pakde adalah tokoh sipil mantan tukang kayu. Nggak punya background militer sama sekali. Pada pilpres 2014, suara pakde tenggelam di kompleks-kompleks militer.

Suara hampir mayoritas memenangkan paslon Prabowo-Hatta. Sangat masuk akal, mengingat Prabowo yang kerap memainkan isu bahwa dirinya adalah mantan serdadu. Jadi mahfum kalo para serdadu ramai-ramai mendukungnya. Kedekatan emosional dikalangan tentara masih sangat kental adanya.

Itu baru dari sisi dukungan suara. Apa ada yang lain?

Kebayang gak, kalo misalnya ditahun politik ini, Jokowi ada salah ucap yang kemudian diplintir oleh para kampret, mirip kejadian pilkada DKI tempo hari. Demo berjilid-jilid kembali digelar dan kali ini sasarannya sudah jelas Jokowi. Apa iya, dengan mengandalkan Polri semata, situasi bisa langsung kondusif?

Sedikit flash back, dimana demo togel digelar, posisi panglima TNI yang diemban oleh Gatot Nurmantyo, malah kemudian memperkeruh suasana. Dan ujung-ujungnya, blunder yang kerap dilakukan GN menyebabkan dirinya digantikan oleh Hadi Tjahjanto pada 8/12 tahun lalu. Padahal GN belum pensiun.

Dengan digantinya GN oleh HT, bukan otomatis menyelesaikan masalah. Sasus beredar, para serdadu, terutama yang berada pada matra Angkatan Darat, tidak langsung legowo atas kepemimpinan yang diemban HT. “Masa mayoritas kok dipimpin minoritas? Yang boneng aja..”

Ada celah disana, mengingat 2 klausul.

Pertama, KASAD Jenderal Mulyono memasuki masa persiapan pensiun sehingga butuh pengganti. Kedua ada keresahan didalam tubuh serdadu tentang janji Jokowi yang akan memberikan Tunjangan Prajurit TNI-Polri yang konon nomimalnya naik sebesar 70%.

Kasak-kusuk pun mulai berkembang, mengingat janji adalah hutang yang harus dibayar. Tapi apesnya, janji Pakde yang seharusnya dicairkan pada bulan Juli lalu, sampai sekarang belum juga kelihatan’hilal’-nya. Bahkan seorang pensiunan Pati berani mengatakan bahwa tunjangan itu pasti akan dibayar dengan menggunakan ‘mata uang Yen’.

Yen ono anggaran-ne,” selorohnya.

Kenapa tidak terealisasi hingga kini? Ini dikarenakan defisit APBN gegara dollar yang meleset jauh dari patok yang telah dibuat negara. Akibatnya semua anggaran membengkak dan skala prioritas-pun dijalankan. Dan lagi-lagi kepentingan serdadu dikesampingkan.

Rasa kecewa yang dipoles dengan baik, bisa berakibat dahsyat, nantinya.

Mengingat 2 kasus tersebut, singkatnya dibutuhkan pemimpin baru dikalangan serdadu, utamanya matra darat, untuk meredam gejolak yang sangat mungkin terjadi. Dan dari sekian banyak capon alias calon potensial, nama Andika Perkasa yang kemudian ditunjuk oleh pakde.

“Rekam jejak, saya kira Pak Andika ini pernah di Kopassus, pernah di Kodiklat, pernah di Pangdam, pernah di Kostrad, kemudian sebelumnya pernah di Penerangan TNI juga. Saya kira tour of duty-nya komplet dan pernah di Komandan Paspampres, semuanya komplet,” ujar pakde (22/11).

Sebenarnya, penunjukkan AP sebagai KASAD yang baru bukan tanpa sebab. Itu sudah terlihat dari kenaikan pangkat yang diterimanya secara cepat alias dikarbit. Hanya dari bulan Juli lalu, pangkatnya dinaikkan menjadi Letjen, eh sekarang langsung bintang 4 penuh. Warbiyasah.

Pasti ada udang dibalik rempeyek. Apakah itu? Terjawab sudah dengan pelantikan beliau sebagai KASAD yang baru.

Ini dapat dimungkinkan karena AP secara psikologis lebih dekat dengan pakde, mengingat sang mertua – Hendropriyono – adalah orang yang sangat dekat dengan ketua umum partai Banteng, Megawati. “Masa iya mantu tega mengkhianati mertua-nya?” begitulah yang ada di kepala pakde.

Kedua, dengan posisi AP, diharapkan dukungan penuh matra darat terhadap kepemimpinan pakde, mampu dijawab olehnya.

Akankah rencana yang dirancang oleh pakde berjalan mulus?

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!