Ngemis-pun Jadilah


511

Sebenarnya apa yang mendorong seorang Prabowo untuk mau nyapres berkali-kali? Dendam. Mungkin itu jawaban yang tepat. Dalam sejarah kemiliteran Indonesia, mungkin hanya Prabowo satu-satunya Perwira Tinggi yang pernah ‘diberhentikan’ oleh Panglima ABRI.

Mau melawan seperti yang dilakukan oleh Kolonel Qadaffi yang sukses mengkudeta raja Idris di Libya, namun nyalinya cuma setipis kondom. Walhasil hanya bisa terima putusan yang dijatuhkan pada dirinya.

Rasa sakit hati dan malu bercampur aduk jadi satu, dan akhirnya berujung dendam kesumat, bagaimana dendam itu suatu hari bisa terbayar. Dan hanya satu caranya, menjadi presiden di negeri ini.

Sasus beredar, sang kakak-lah (Hashim Djojohadikusumo-red) yang akhirnya memotivasi Om Wowo untuk kemudian mendirikan partai Gerindra. “Soal uang lu gak usah pusing, biar gue yang atur,” demikian kira-kira kata sang kakak.

Namun, beberapa kali manuver dilancarkan, toh tetap tak membuahkan hasil. Dari mulai jadi cawapres-nya Megawati di 2004, sampai kemudian bersolo karir menjadi capres di 2014, semuanya berujung pada kekalahan telak.

Sudah bukan rahasia umum lagi, bila untuk maju menuju istana, dana yang dikeluarkan memang tidak sedikit. Trilyunan pasti melayang. Kalo mengandalkan dari kantong sendiri maupun dari sang kakak, lama-lama boncos juga.

Siasat harus diubah. Harus bisa cari cawapres yang secara ekonomi mumpuni. Dipilihlah Sandi, dengan harapan ‘celah’ itu bisa ditambal. Tapi rupanya, Sandi maunya cuma modal kolor doang. Ticket to ride yang dia sudah punya, rencananya dia jual di kalangan pengusaha, dengan harapan bila dia menang, usaha sang pengusaha bisa moncor dibawah kepemimpinannya.

Namun, dagangan nggak laku, akibat pengusaha mulai pragmatis, mengingat Sandi yang terkenal sebagai tukang obral janji dan tukang eating-friend. “Lha orang tua angkatnya aja tega dikhianati, gimana kita nanti,” demikian pikir para koleganya. Walhasil sepi dukungan.

Jadilah, Om Wowo yang kelimpungan nyari dana kesana dan kemari.

“Buat upaya penggalangan dana aja, pak kek Obama?” sebuah bisikan maut terdengar di telinga Om Wowo. Ahaa…Tak butuh waktu lama, akun Telegram Galang Perjuangan segera terbentuk. Sret-sret…hasil yang didapat dari Juni hingga November telah mencapai angka hampir 500jeti. Namun dana segitu masih jauh panggang dari asap.

Awalnya ada celah, dimana pihak Cendana mau menyokong soal pendanaan. Tapi apes, karena Yayasan Supersemar justru terkena kasus yang mengharuskan aset-asetnya disita oleh negara. Dan ajaibnya putusan MA dieksekusi tepat di tahun politik. Bubar grak dahh..

Kartu truff terpaksa harus dimainkan. Ngemis dari para relawan-pun akhirnya dilakukan.

Di depan para relawannya pada Kamis (22/11) yang lalu bertempat di Istora Senayan, Om Wowo menyatakan bahwa partai-partai di Koalisi Adil Makmur bukan partai yang memiliki sumber dana melimpah. Sokongan para relawan-lah solusinya.

“Terpaksa aku minta bantuan dari kalian semua karena kita kekurangan dana perjuangan. Kami minta kerelaan yang mau bantu 2ribu, 5ribu, 10ribu 20ribu. Kami nanti akan umumkan rekeningnya,” ungkap sang mantan Danjen Kopassus tersebut.

Dirinya mengaku sempat berupaya ngutang ke bank-bank BUMN, namun akhirnya ditolak. Kecewa-lah Om Wowo, mengingat pengorbanannya pada negara juga nggak sedikit.

“Hai dirut-dirut BUMN, jangan lo kira BUMN milik nenek moyang lo. Lo kasih kredit ke itu-itu saja terus, satu saat lo harus tanggungjawab,” ancamnya.

Bicara etika, sebenarnya malu sih. Masa sekelas Prabowo harus ‘ngemis’ ke relawan. Apa kata dunia? Begini yah..yang namanya relawan itu ada 2 tipe, yang tajir dan yang tongpes. Kalo relawan tajir, tentu nggak masalah kasih sumbangan. Nah giliran relawan tongpes, uang dari mana?

Dengan menyebut uang recehan dari 2ribu sampai 20ribu, nggak mungkin juga relawan tajir yang disasar. Aliasnya para kampret yang hendak ‘di-palak’ Om Wowo. Tahu sendiri,kan tingkah para kampret? Gimana mau nyumbang, orang sarapan aja ngarepin nasbung gratis?

Apakah upaya ini akan berujung sukses?

Jadi ingat video viral dari Thailand, dimana seorang cowok yang alih-alih ingin menikahi buah hatinya, namun upayanya ditelikung orang lain di akhir cerita. Tinggal dirinya meratap dan hanya bisa mendengar sang pujaan hati tengah bercinta dengan orang lain di malam itu, disertai rintihan suara, “Wik wik ahh ahh…” Ingin bunuh diri, rasanya.

Semoga tidak ada yang ‘gila’ diakhir cerita…

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!