Mentalitas Keroyokan


513

Jaman saya SMA dulu, banyak sekali terjadi tawuran pelajar. Dan biasanya anak-anak STM yang tingkahnya lumayan brutal. gimana nggak? mereka biasa menguasai bis PPD dan sepanjang perjalanan mereka menyasar anak sekolah lain untuk dijadikan korban.

Tingkah yang paling menakutkan adalah pemalakan, sampai tawuran pelajar jika mereka menemukan lawan yang setimpal. Aksi saling serang dengan menggunakan pisau, golok, celurit hingga gear sepeda motor-pun mereka pertontonkan.

Tak jarang aksi ini memakan korban jiwa. Pertanyaannya: kenapa aksi tersebut selalu diulang dari tahun ke tahun?

Kasus pengeroyokkan Haringga tempo hari dan yang biasa dipertontonkan oleh kelompok 212 sebagai kekuatan penekan sebenarnya adalah ulah sejenis, dimana mereka memperlihatkan kepada publik tentang esensi suatu identitas sosial.

Ketika individu menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompok, ia akan menggunakan identitas dirinya sebagai anggota kelompok tersebut. Apa tujuannya?

Pertama untuk meningkatkan rasa percaya diri yang ia punya. Ini bisa terjadi karena biasanya mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki rasa percaya diri yang baik sebagai individu.

Kedua, untuk menimbulkan rasa bangga pada kelompoknya tersebut.

Untuk menguatkan mentalitas gerombolan, biasanya mereka menggunakan atribut tertentu. Ini mereka butuhkan agar mereka ditakuti oleh pihak lain. Dengan atribut yang mereka gunakan, akan dapat menumbuhkan rasa pede setinggi langit, walaupun sebenarnya sifatnya semu.

Seseorang yang masuk bagian kelompok yang demikian, maka otomatis akan menganggap dirinya sebagai kelompok tersebut, dan bukan melihat dirinya sebagai individu yang berdiri sendiri. Sampai sini sih, nggak ada yang salah. Hingga kemudian terbentuklah in-group favoritism.

Apa maksudnya?

Ini adalah sebuah bias sosial, dimana seseorang akan menganggap bahwa segala sesuatu yang ada dan berasal dari kelompoknya sebagai hal yang baik minimal untuk meningkatkan derajat dirinya sebagai bagian dari kelompok.

Namun dilain sisi, ia akan dengan mudah memandang rendah segala sesuatu yang ada dan berasal dari luar kelompoknya.

Ini bisa terjadi karena satu sebab: perbandingan sosial.

Menurut suatu riset, individu yang terlibat pada in-group favoritism adalah kelompok orang yang secara status ekonomi dan sosial (SES)-nya rendah. Seseorang yang SES-nya rendah cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah pula. Ini berbeda dengan orang yang berasal dari SES tinggi.

Namun, masalah tidak berhenti sampai disitu, karena orang dengan SES-rendah memiliki kecenderungan potensi agresivitas yang tinggi. Ini bisa terjadi karena kebutuhan dasar mereka (sandang, pangan & papan) belum bisa mereka penuhi. Bahasa sederhananya: orang yang lapar jauh lebih gampang naik darah.

Maka jangan heran, jika situasi dimana in-group favoritism sudah terbentuk, hanya butuh sedikit pemicu, dengan sendirinya perilaku brutal akan segera menemukan ladangnya.

Jadi pahamkan, kenapa kelompok kampret petamburan senantiasa menggunakan kekuatan massa dalam setiap aksi mereka. Karena mereka pada intinya adalah kekuatan yang lemah, minimal secara sosial dan ekonomi.

Dan terlebih lagi, mereka adalah golongan cemen yang seolah-olah perkasa hanya karena mentalitas keroyokkannya. Gak percaya? Coba perhatikan tingkah mereka pas diciduk oleh aparat keamanan? Apalagi kalo nggak kekuatan gerombolan siberat yang mereka pertontonkan?

Karena apa? Mereka nggak berani hadapi masalahnya sendirian…

Anyway saya kok lebih salut sama yang ada di mako Brimob sana. Walaupun ia dikeroyok ‘jutaan’ massa, namun ia sendirian tetap gentle menghadapinya. Bukan malah kabur ke Saudi,… apalagi sampe didampingi 300 pengacara.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!