Menata Pengobatan Modern (*Bagian 2)


529

Menata Pengobatan Modern (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian pertama tulisan, kita telah mengulas tentang peran Rockefeller dalam menggelar pandemi palsu bertajuk poliomeilitis yang dieksekusi dengan sangat baik oleh seorang Simon Flexner di tahun 1907. (baca disini)

Apa tujuan Rockefeller menggelar plandemi ini, nggak lain dan nggak bukan karena Rockefeller ingin memonopoli sistem pengobatan modern yang didasarkan pada teori kuman yang tentu saja harus ditangani dengan menggunakan obat-obatan produk farmasi.

Lalu bagaimana langkah yang diambil Rockefeller dalam mengkudeta kurikulum pengobatan modern kala itu, yang terkenal banyak mazhab-nya?

Mula-mula, ditugaskanlah adik dari Simon Flexner yang bernama Abraham Flexner. Abraham adalah mantan kepala sekolah sebuah sekolah swasta yang nggak pernah mengenyam pendidikan medis.

Anehnya, Abraham justru didaulat untuk memberikan rekomendasi medis agar setengah dari jumlah sekolah kedokteran yang ada di AS kala itu (yang jumlahnya 165-an), untuk segera ditutup karena ditenggarai menggelar pendidikan yang nggak bermutu alias di bawah standar. Ini terjadi di tahun 1909. (https://www.jpands.org/vol8no2/hiatt.pdf)

Walhasil, banyak sekolah kedokteran yang mazhabnya berseberangan dengan teori kuman dan juga rezim American Medical Association (AMA), langsung ‘dilikuidasi’ ijin operasionalnya.

Nggak hanya itu, Rockefeller juga menggelontorkan uang ke sekolah-sekolah kedokteran ‘terpilih’, dengan syarat bahwa profesor yang mengajar disana harus mau menerima kurikulum teori kuman yang mengutamakan penggunaan obat dan pembedahan sebagai upaya pengobatan dan bukan pencegahan penyakit. “Kalo bisa diobati, ngapain dicegah?”  (https://archive.org/details/Rockefeller–InternationalistEmanuelMannJosephson1952)

Untuk menggelar skenario ini, tercatat Rockefeller menggelontorkan dana yang nggak sedikit. Di tahun 1919 saja, dana yang diberikan pada Universitas John Hopkins, Universitas Yale dan Universitas Washington, telah mencapai USD 5 juta.

Dana hibah juga terus diberikan bagi kemajuan sekolah-sekolah kedokteran yang ada di seantero Amrik, sebanyak USD 20 juta. Dengan amunisi demikian besarnya, siapa juga yang berhasil dibeli oleh Rockefeller? (https://www.science.org/doi/10.1126/science.43.1108.419)

Sejak saat itu, virologi ditetapkan sebagai cabang kedokteran yang independen, terpisah dari bakteriologi. Dan begitu ada penyakit yang berpotensi ‘mematikan’, secara otomatis maka virus-lah yang dituding sebagai penyebab-nya. Titik. (https://www.sciencedirect.com/topics/immunology-and-microbiology/history-of-virology)

Bukankah ini mirip dengan kelakuan para dokter tiktok yang banyak beroperasi di Planet Namek, yang kalo nggak tahu apa nama penyakitnya, langsung cepat-cepat dikatakan bahwa virus-lah sebagai biang kerok penyakit yang diderita pasien-nya.

Lanjut Mang…

Segera setelah virologi ditetapkan sebagai cabang ilmu baru, sejak saat itulah berbagai macam penyakit yang ‘katanya’ disebabkan oleh virus, mulai bermunculan, mulai dari cacar, gondok, campak hingga Yellow Fever.

Dan solusinya sangat mudah, cukup suntik vaksin, langsung habis perkara.

Kemenangan yang diperoleh Rockefeller, tidak berhenti sampai disitu, sebab mereka juga berhasil memasukkan virus sebagai biang kerok penyebab penyakit poliomeilitis yang ditularkan melalui udara, pada UU Kesehatan di AS di tahun 1911.

Meskipun mereka nggak pernah bisa membuktikan bagaimana virus itu bisa masuk dalam tubuh manusia. (https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/14847781/)

Apakah penipuan ini berjalan mulus?

Nggak juga.

Adalah Dr. Ralph Scobey yang mengkritisi pekerjaan Institut Rockefeller pada plandemi poliomeilitis. “Kurang cukup bukti bahwa poliomeilitis menular,” begitu ungkapnya.

Kok bisa?

Berdasarkan penelitian yang dibuat Dr. Scobey di tahun 1951, anak-anak yang menderita penyakit poliomeilitis dan dirawat di bangsal rumkit, nyatanya tidak menularkan penyakitnya tersebut pada orang lainnya yang juga berada pada bangsal rumkit yang sama.

Jadi argumen Flexner bahwa penyakit poliomeilitis sangat menular melalui saluran udara dan juga mematikan, langsung dibantah berdasarkan temuan Dr. Scobey. (https://harvoa.org/polio/scoblaw.htm#MassEtiology1907)

Terus, kalo bukan virus yang menyebabkan penyakit poliomeilitis, lantas apa?

Dalam dengar pendapat dengan DPR AS, Dr. Scobey menyatakan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya poliomeilitis pada seseorang, yaitu racun yang ada pada makanan yang dikonsumsinya. (https://harvoa.org/polio/scobpois.htm)

Apa maksudnya?

Selama masa depresi ekonomi dan juga PD II, kasus polio mulai merebak. Menurut catatan sejarah, sejak 1945, secara khusus saat datangnya musim panas, makin banyak anak di AS yang terkena poliomeilitis.

Namun anehnya, 99% pasien tidak melakukan tes darah di laboratorium untuk menyatakan status penyakitnya, tapi cukup berdasarkan gejala yang dideritanya (seperti nyeri akut, demam, sakit perut hingga diare). Kalo nggak ada tes lab, bagaimana mungkin seseorang divonis terkena polio? (https://whale.to/a/scobey3.html)

Karena dianggap wabah, maka di tahun 1938, Franklin Delano Roosevelt (FDR) selaku presiden AS kala itu, memfasilitasi pendirian National Foundation bernama March of Dimes, yang kelak meneliti bagaimana cara terbaik untuk mengatasi polio. Untuk hal ini, Rockefeller Institute dilibatkan sebagai rekanan utama. (https://www.history.com/this-day-in-history/franklin-roosevelt-founds-march-of-dimes)

Pada tataran operasional, upaya pengentasan polio hanya bisa dilakukan dengan satu cara, yaitu suntik vaksin, yang kala itu sedang dibesut oleh Jonas Salk.

Fungsi Rockefeller Institute adalah selain sebagai rekanan utama pemerintah sekaligus pemberi dana pengembangan vaksin, juga menyediakan ilmuwan-nya dalam pengembangan vaksin polio. Salah satu diantaranya adalah Dr. Henry Kumm yang secara khusus diterbangkan dari Jerman.

Siapakah sosok Dr. Kumm?

Kita akan ulas pada bagian berikutnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!