Menata Pengobatan Modern (*Bagian 1)


530

Menata Pengobatan Modern (*Bagian 1)

Oleh: Ndaru Anugerah

“Bang, apakah plandemi Kopit adalah yang pertama kali dibuat oleh kartel Ndoro besar?” tanya seorang netizen.

Sebenarnya ini pertanyaan retorik.

Kenapa?

Sebab plandemi lainnya sebelum Kopit, juga telah ada. Yang paling dekat rentang waktunya adalah plandemi flu babi (H1N1) yang terjadi pada 2009 silam. Modusnya juga sama, yaitu dengan menggunakan tangan WHO yang menetapkan status plandemi.

Bukan hanya itu, sebab penanganan berbasis enjus massal, juga diterapkan kala itu. Sangat mirip dengan plandemi Kopit. Hanya saja, saat ini korban enjus massal Kopit belum menunjukkan ‘panen’ yang melimpah. (baca disini)

Pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah: kapan pertama kali ‘permainan’ berkedok plandemi mulai diterapkan oleh sang Ndoro besar?

Kalo pertanyaannya demikian, saya akan buka suara untuk membahasnya.

Di tahun 1907 tepatnya di bulan Oktober, merebak wabah penyakit yang belakangan disebut sebagai poliomyelitis, pada kawasan kota New York. Penyakit ini ditenggarai menyerang bagian sumsum tulang belakang, yang ‘katanya’ disebabkan oleh virus.

Menurut catatan sejarah, ada sekitar 2.500 warga New York yang terpapar penyakit ini, yang mayoritas adalah para bocil. Akibat mengidap penyakit poliomeilitis, mereka menderita kelumpuhan hingga harus meregang nyawa. Sungguh hal yang bisa membuat bulu kuduk merinding. (https://www.jstor.org/stable/4588451)

Bagaimana skenario plandemi poliomeilitis tersebut dan siapa yang bermain?

Awalnya, plandemi ini dimulai saat Simon Flexner selaku Direktur Institut Rockefeller bersama rekannya, Paul Lewis mengklaim telah berhasil mengisolasi patogen alias agen penyebab penyakit, yang tidak kasat mata dan ukurannya lebih kecil dari bakteri. Mereka berdua menuding, patogen itulah penyebab wabah di Amrik saat itu.

Patogen inilah yang kelak disebut sebagai golongan virus.

Kok mereka (Flexner dan Lewis) bisa menuding bahwa virusnya sebagai penyebab poliomeilitis?

Berdasarkan JAMA (Journal of American Medical Association) yang terbit di tahun 1909, Flexner mengklaim telah berhasil mengisolasi virus penyebab poliomeilitis.

Setelah menyuntikan virus (yang diambil dari jasad anak yang telah meninggal akibat polio) pada jaringan sumsun tulang belakang dan juga otak monyet, nggak lama monyet-nya pun sakit. “Berarti benar donk, kalo virus itu yang menyebabkan penyakit polio, buktinya monyetnya juga jatuh sakit setelah disuntikkan virus tersebut,” begitu kurleb-nya. (https://harvoa.org/polio/misc/OstromParalyticpolio.htm%20)

Anehnya, Flexner juga menyatakan, “Kami gagal menemukan adanya bakteri pada jasad manusia maupun tubuh monyet. Oleh karena itu, penyebab penyakit poliomeilitis adalah sejenis virus yang sejauh ini belum dapat dibuktikan secara pasti di bawah mikroskop.” Aneh bin ajaib, bukan? (https://harvoa.org/polio/misc/OstromParalyticpolio.htm)

Dengan kata lain, tahapan isolasi virus, tidak pernah dilakukan oleh Flexner. Yang dia lakukan adalah sekedar membuat asumsi, mengingat virus-nya nggak pernah bisa dilihat di bawah mikroskop. (https://www.semanticscholar.org/paper/THE-NATURE-OF-THE-VIRUS-OF-EPIDEMIC-POLIOMYELITIS-Flexner-Lewis/827d24a68a51e8e93fee10014d7ce85ae11a6e17)

Jadi karena seorang Flexner menyatakan bahwa ‘virus’ yang menyebabkan polio, maka orang seamrik harus percaya kalo penyakit itu disebabkan virus. Titik. Mirip dengan plandemi Kopit, bukan? (https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/430940)

Bagaimana seorang Flexner menjadi demikian ‘digdaya’? Siapa yang ada di belakangnya?

Untuk itu kita perlu tahu, apa itu Institut Rockefeller (IR).

Secara singkat, IR didirikan oleh saudagar miinyak, John D. Rockefeller (JDR) di tahun 1901, yang otomatis menjadi institut biomedis pertama di AS. Dan Simon Flexner adalah direktur pertama pada institut tersebut. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1257380/)

Apa tujuan JDR mendirikan IR?

Nggak lain mempromosikan obat-obatan kimia yang dihasilkan melalui bahan-bahan yang didapat dari minyak bumi. Jadi kalo JDR adalah juragan minyak, apa susahnya buat obat-obatan yang bahan bakunya juga dari minyak bumi, lalu memonopoli-nya?

Selain itu, JDR juga punya misi khusus, yaitu ‘menata’ kurikulum pengobatan modern, berbasis obat-obatan dan teori kuman. Inilah cikal bakal jaringan Big Pharma yang ada saat ini. (baca disini)

Untuk memuluskan rencananya ini, maka JDR kemudian membentuk lembaga penunjang, mulai dari American Medical Association (AMA), Institut Rockefeller, hingga Yayasan Carnegie (dimana Andrew Carnegie adalah konco karib dari JDR).

Sedangkan pada AMA, JDR taruh seorang George H. Simmons.

Jadi lumrah kalo jurnal yang berisi ‘asumsi’ dari Flexner bisa diterbitkan pada JAMA yang terbilang ‘prestius’, karena Simmons selain editor pada JAMA, juga merupakan ‘orang-nya’ JDR. Klop sudah. (https://www.whale.to/c/george_h_simmons.html)

Silakan anda baca The Man Who Misrules the World karya Emanuel M. Josephson pada link berikut ini, agar anda tahu ‘jalan ceritanya’. (https://www.newbraveworld.org/book/rockefeller-internationalist-the-man-who-misrules-the-world/)

Bagaimana langkah JDR dalam mengkudeta sistem pengobatan berbasis obat-obatan di AS bisa berhasil, mengingat kala itu kurikulum pengobatan ada banyak mazhab-nya, mulai dari natural treatment, osteopati, homeopati hingga chiropractic?

Pada bagian kedua kita akan mengulasnya.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)

 


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!