Lalu Apa Solusinya? (*Bagian 2)


524

Lalu Solusinya Apa? (*Bagian 2)

Oleh: Ndaru Anugerah

Pada bagian 1, saya sudah mengulas tentang alternatif obat untuk mengatasi pandemi C19, lengkap dengan referensi para pakar di bidang kesehatan. (baca disini)

Sebenarnya ada juga obat lain yang bisa dijadikan referensi, misalnya Tocilizumab yang beredar luas dengan nama Actemra. Itu merupakan obat radang sendi, yang biasa dipakai oleh penderita artrisis guna mengurangi peradangan kronis.

Ada penelitian di China yang dilakukan oleh Dr. Xiaoling Xu pada para pasien C19 dengan menggunakan Tocilizumab. Hasilnya, semua pasien sembuh dan diperbolehkan pulang hanya dalam dua minggu. Selain itu, gejala lain yang timbul akibat C19 juga membaik.

Bukan itu saja, hasil CT scan pada paru-paru yang mengalami kerusakan akibat C19, secara signifikan membaik setelah 4-5 hari perawatan. Laporan tersebut menyatakan bahwa Tocilizumab adalah salah satu obat yang efektif untuk pasien C19.

Beijing sendiri telah menyetujui Tocilizumab sebagai obat alternatif untuk mengobati pasien C19, dengan kerusakan paru-paru yang parah karena peradangan. (https://www.thesun.co.uk/news/11256622/arthritis-drug-coronavirus-cure-hope/)

Sebenarnya, Tocilizumab merupakan obat pereda rasa nyeri yang dijual bebas dan bekerja dengan cara menghilangkan rasa nyeri pada sendi. Dan kandungan pada obat tersebut, juga bisa kita temui pada obat herbal tradisional, seperti: kunyit, bawang putih dan jahe. (https://kesehatan.kontan.co.id/news/ini-obat-herbal-yang-ampuh-menyembuhkan-rematik)

Kita lanjut pada langkah kedua sebagai solusi pengganti vaksin, ya…

Sebelumnya biar saya beri ilustrasi sederhana. Sekutu terbaik kita terhadap patogen agresif atau infeksi jenis apapun yang ada disekeliling kita adalah sistem kekebalan tubuh yang kita miliki. Itu yang paling penting.

Bukan pakai masker, physical & social distancing, maupun obat atau vaksin, tetapi yang utama dan terutama adalah sistem kekebalan tubuh kita harus dalam keadaan baik dan sempurna. Itulah yang akan melindungi kita.

Secara sederhana, sistem kekebalan tubuh dibangun oleh 3 elemen utama, Zinc (seng), vitamin D dan juga vitamin C. Ketiga elemen tersebut merupakan elemen penting dalam membentuk sistem pertahanan kekebalan tubuh kita. (https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04335084)

Apa peran penting Zinc? Pertama untuk meningkatkan respon antivirus dan kekebalan sistemitk pada pasien, dan kedua menghambat replikasi virus atau gejala terkait infeksi pada tubuh. (https://academic.oup.com/advances/article/10/4/696/5476413)

Zinc sangat penting untuk kekebalan tubuh, namun sayangnya kebanyakan orang memiliki kadar zinc yang rendah dalam tubuhnya. (https://www.hug-ge.ch/sites/interhug/files/structures/coronavirus/documents/zinc_et_covid-19.pdf)

Hal lain yang memperburuk kondisi adalah, biasanya kadar zinc dalam tubuh mengalami penurunan seiring bertambahnya usia seseorang. Jangan heran, bila pasien C19 yang rentan adalah mereka yang berusia uzur alias 60 tahun ke atas, dipicu oleh kekurangan kadar Zinc dalam tubuh.

Defisiensi zinc akan mempengaruhi populasi yang berisiko paling tinggi terkena C19 (yaitu mereka yang memiliki masalah obesitas, diabetes dan manula), bahkan bisa mengarah ke perawatan intensif serta kematian. (https://www.ulb-ibc.be/oligo-elements/)

(https://www.hug-ge.ch/sites/interhug/files/structures/coronavirus/documents/zinc_et_covid-19.pdf)

Apa peran penting zinc dalam tubuh? Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh nggak akan bekerja tanpa adanya zinc sebagai kontraktornya. Bayangkan kalo kita kekurangan atau nggak punya zinc dalam tubuh kita, apa nggak berabe? Makanan yang kita makan, siapa yang proses?

Suplemen zinc bisa didapatkan di apotek atau toko obat. Namun yang alami dengan kandungan tinggi bisa anda dapatkan pada tiram atau kerang dan juga produk susu.

Elemen kedua adalah vitamin D. Hubungan vitamin D dengan sistem imum sangat berkaitan erat. (https://www.who.int/elena/titles/bbc/vitamind_pneumonia_children/en/)

Bahkan defisiensi vitamin D juga berakibat pada tingkat rentannya seseorang terkena C19 (https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3593258)

Selain itu, vitamin D bisa meningkatkan hasil klinis pasien yang terinfeksi C19. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3024173/)

Masalahnya sama dengan zinc, dimana vitamin D juga dibutuhkan secara berlebih pada usia manula yang rentan terkena C19, guna memerangi infeksi. (https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3571484)

Masalahnya, program WHO untuk stay at home yang dikampanyekan secara intens dan berkepanjangan, mengakibatkan kurangnya paparan sinar matahari yang dapat memperparah defisiensi vitamin D dalam tubuh seseorang.

Padahal vitamin D diproduksi oleh tubuh dengan bantuan sinar matahari.

Lockdown yang berkepanjangan juga menyebabkan penurunan aktivitas fisik, dan memicu tingkat stres dan kecemasan berlebih, yang otomatis mengurangi sistem kekebalan tubuh kita secara drastis. (https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04264533)

Dan yang terakhir adalah vitamin C. Vitamin C sangat penting bagi tubuh dan berperan dalam mengurangi peradangan dan mencegah flu. Artinya, defisiensi vitamin C otomatis akan memicu keparahan infeksi influenza. Bukankah C19 sejenis penyakit flu? (baca disini)

Secara mendasar, berdasarkan riset vitamin C sangat diperlukan untuk pengobatan pneumonia bagi mereka yang terinfeksi C19 dalam kondisi akut/parah. (https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04264533)

Sampai sini clear ya..

Jadi inilah cara kedua yang saya tawarkan sebagai langkah alternatif dalam menanggulangi pandemi C19. Kalo media mainstream sampai baca ulasan ini, saya sangat percaya bahwa kelak informasi ini akan didiskualifikasi secara berulang-ulang.

“Tidak ada bukti efektivitas” atau “Tidak ada bukti klinis”. Paling ntar begitu bunyinya. (baca disini) (baca disini)

Padahal apa yang saya sarankan apakah membawa efek samping yang berbahaya? Bukankah sudah ada riset dari para tokoh kesehatan yang bukan kaleng-kaleng? Bukankah ini bisa dijadikan alternatif pengobatan bagi para pasien C19?

Sekarang semua kembali ke anda sekalian. Pakailah nalar anda. Apa mau terus hidup dalam ketakutan pada pandemi palsu seperti sekarang ini, atau anda ambil langkah alternatif?

 

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah mantan Aktivis 98 GEMA IPB)

 


One Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  1. Catatan tambahan juga untuk orang yang rajin berolahraga, protein interleukin 10 (antiinflamasi) levelnya bs meningkat. Jadi benar penyebab usia tua interleukin 10 nya sedikit jumlahnya karena kekurangan zinc, atau faktor jarang berolahraga, stress, makanan yang tidak sehat dan faktor genetik. Karena kurangnya interleukin 10 maka orang tua lebih gampang terkena radang bukan hanya karena covid, tp jg rematik munculnya setelah usia tua. Lalu untuk yang usia muda yang punya riwayat autoimun berlebihan (cirinya mudah alergi) juga rentan kekurangan interleukin 10. Herbal golongan andrographolide efektif menghambat protein interleukin 6(pro inflamasi) dan jinten hitam efektif meningkatkan protein interleukin 10 (anti inflamasi). Di samping itu masi ada juga jahe, bawang putih, kayu manis, curcumin yang bersifat anti inflamasi. Semoga pola pikir kita bisa berubah bahwa siapapun bisa terkena covid 19, tapi belum tentu mati, karena selama kita bisa mencegah terjadinya inflamasi berlebihan sebelum terlambat dengan bantuan herbal2 tadi maka covid 19 tidak ada efek mematikannya (sama seperti influenza pada umumnya)

error: Content is protected !!