Krisis di Chad


507

Krisis di Chad

Oleh: Ndaru Anugerah

Presiden Idriss Deby terbunuh ditangan pemberontak Front Chad untuk Perubahan dan Kesesuaian (FACT), setelah kurleb 30 tahun berkuasa di negara yang kaya minyak tersebut. (https://www.rt.com/news/521578-chad-president-killed-reelection/)

Akibatnya, pemberlakuan pemerintahan transisi militer sementara di negara tersebut oleh pihak angkatan bersenjata selama 18 bulan. (https://www.aljazeera.com/news/2021/5/2/chad-military-council-lifts-curfew-imposed-after-deby-death)

Sebagai ganti Deby, maka putra sang presiden Mahamat ‘Kaka’ Idriss Deby Itno ditunjuk untuk menjalankan pemerintahan sementara tersebut. Ini jelas menimbulkan polemik, mengingat ini dapat dipandang sebagai kudeta inkonstitusional. (https://sputniknews.com/africa/202104201082683846-technically-a-coup-chads-military-suspends-constitution-as-slain-president-debys-son-takes-over/)

Dengan adanya langkah politik yang diambil kubu militer, ini mendatangkan protes dikalangan masyarakat sipil Chad.

Kenapa?

Karena menurut konstitusi, jika presiden meninggal, maka penggantinya adalah presiden majelis nasional hasil konsultasi dengan badan legislatif dan bukan pemerintahan sementara ala militer. (https://www.brookings.edu/podcast-episode/what-does-president-idriss-debys-death-mean-for-chad/)

Ini paralel dengan protokol Uni Afrika yang melarang pihak militer untuk mengintervensi pemerintahan jikalau presiden di suatu negara meninggal dunia. “Karena sudah lazim bahwa militer akan berupaya pegang kendali kekuasaan (kudeta) jika presidennya meregang nyawa,” kurleb-nya. (https://www.africanews.com/2021/04/30/au-commission-undertakes-a-fact-finding-mission-to-the-republic-of-chad/)

Dan sudah menjadi rahasia umum kalo ‘kudeta’ militer biasanya didanai oleh negara-negara imperalis Barat.

Akibatnya bisa ditebak. Demonstrasi massal merebak dijalanan, dan mendapat jawaban berupa timah panas dari kubu militer Chad. 2 tewas dan banyak yang terluka parah. (https://www.reuters.com/world/africa/protests-erupt-ndjamena-chadian-protesters-demand-civilian-rule-2021-04-27/)

Banyak yang berspekulasi bahwa Chad akan jatuh ke tangan pemberontak dalam waktu dekat seiring kejatuhan Deby, atau jatuh ke tangan kepemimpinan atau junta militer.

Mungkinkah?

Dalam menganalisa, kita harus tahu konteks geopolitik secara menyeluruh agar bisa menghasilkan analisa yang tajam. Jangan cuma lihat kejadian sesaat, terus kita buat analisa. Bisa blunder nantinya.

Secara geostrategis, Chad yang ada di Afrika Barat Tengah, jelas merupakan wilayah yang paling potensial untuk dikuasai.

Belum lagi SDA minyak yang melimpah. Singkatnya, akan rugi kalo nggak bisa kuasai Chad. Nggak aneh jika Perancis menjajah negara ini selama 6 dekade, dengan alasan tersebut. (https://www.reuters.com/world/africa/chads-strategic-interest-france-western-allies-2021-04-20/)

Dan sudah jadi ciri khas negara terjajah, bahwa meskipun kaya SDA, namun nyatanya Human Development Index (HDI) yang dimilikinya justru menempatkan negara ini sebagai negara ter-misqueen di dunia. (http://hdr.undp.org/sites/all/themes/hdr_theme/country-notes/TCD.pdf)

Mirip-mirip Wakanda selama eyang Harto berkuasa, korupsi dibiarkan merajalela utamanya yang dilakukan oleh kalangan militer, tapi Perancis tutup mata akan kondisi ini.

Jadilah Chad sebagai salah satu negara paling korup di dunia. “Kalo bukan kubu militer yang dijadikan rekanan, lantas siapa lagi?” (https://www.transparency.org/en/countries/chad)

Secara teknis, Perancis pakai kekuatan bersenjata di Chad, guna melindungi kepentingan bisnisnya di negara tersebut. Kasus di Mali bisa dijadikan rujukan akan hal ini. (https://www.reuters.com/article/us-sahel-security/chad-reinforces-troops-against-militants-in-sahel-as-france-mulls-changes-idUSKBN2AC12V)

Dengan kata lain, rezim Deby bisa berkuasa sekian lama, karena ada sokongan Perancis di belakangnya. Jadi nggak mungkin Chad dibiarkan jatuh ke tangan pemberontak FACT selepas lengsernya Deby.

Jika Perancis kehilangan pengaruhnya pada Chad, ini akan mendatangkan masalah besar pada perusahaan minyak sang Ndoro besar yang ada disana. (https://www.total.com/chad) (https://www.ogj.com/general-interest/companies/article/17253494/esso-chad-begins-work-on-chadtocameroon-project#:~:text=Esso%20Exploration%20%26%20Production%20Chad%20Inc,for%20export%20to%20world%20markets.)

Singkatnya, harus ada tindakan agar kiranya Chad nggak jatuh ke tangan pemberontak FACT.

Bagaimana kemungkinan langkah yang akan diambil?

Kemungkinan pertama, Perancis akan ‘mengintervensi’ proses demokrasi yang ada di Chad. Jadi, dalam pemilu mendatang, Kaka yang akan diatur untuk menang dalam kontestasi pilpres.

Kemungkinan kedua, jika proses transisi demokrasi ini menemui kegagalan (Kaka tidak terpilih menjadi presiden), maka nggak ada cara lain selain menggelar revolusi warna.

Slogan ‘pemilu curang’ bakal dengan intens dimainkan oleh LSM HAM dan media mainstream, guna menggulingkan rezim yang nggak sejalan dengan kepentingan sang Ndoro.

Bisa dikatakan, Perancis nggak akan melepas ‘tangannya’ pada Chad. (https://issafrica.org/iss-today/was-frances-military-intervention-in-chad-a-regression)

Presiden Macron saat menghadiri pemakaman Deby menyatakan bahwa dirinya akan mendukung pemerintahan sipil yang ada di Chad. (https://www.rfi.fr/en/africa/20210423-france-s-macron-attends-funeral-of-chadian-president-idriss-d%C3%A9by)

Jadi, Macron mau bilang kalo Perancis nggak akan memutuskan hubungan dengan kubu militer yang saat ini ‘menjalankan’ pemerintahan, hingga terbentuknya ‘rezim boneka’ baru yang akan berkuasa di Chad lewat proses pemilu.

Salam Demokrasi!!

(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)


0 Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!