Kejadian Yang Sudah Diprediksi
Oleh: Ndaru Anugerah
23 orang lansia di Norwegia meninggal setelah menerima vaksin Pfizer. Begitu bunyi berita online yang saya baca. Dan membaca informasi yang disajikan, saya hanya bisa tersenyum kecut. (https://www.globaltimes.cn/page/202101/1212939.shtml)
Kenapa?
Karena kejadian ini telah saya prediksi sebelumnya. (baca disini dan disini)
Berdasarkan informasi, sekitar 33 ribu orang di Norwegia telah divaksin menggunakan vaksin m-RNA buatan Pfizer, mayoritas lansia.
Pejabat berwenang menyebutkan bahwa 23 orang yang meninggal setelah mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama. 13 dari 23 sudah diautopsi dan menunjukkan adanya efek samping yang bereaksi parah pada lansia.
Menanggapi temuan tersebut, ahli kesehatan dari Wuhan, China meminta agar Norwegia dan negara-negara lainnya untuk menangguhan penggunaan vaksin berbasis m-RNA buatan Pfizer tersebut, terutama yang menyasar lansia. (https://www.globaltimes.cn/page/202101/1212915.shtml)
Bukan ini saja kasus cedera vaksin buatan Pfizer tersebut. Sebelumnya juga saya pernah ulas dengan lengkap. (baca disini)
Tapi coba lihat, adakah media mainstream Barat yang mengekspos kematian tersebut? Tidak ada bukan. Ya kalopun ada, bisa dihitung jari.
Apa alasannya?
Karena memang begitulah permainannya. Dimana vaksin besutan Big Pharma pasti mendapat ‘endorsement’ dari media mainstream Barat. Sebaliknya, kalo vaksin buatan China atau Rusia, pasti akan mendapat ‘cercaan’ dari media mainstream Barat.
Tujuannya satu: publik lebih percaya kepada vaksin Big Pharma ketimbang vaksin buatan China/Rusia.
Nggak heran yang diangkat sebagai isu pada media mainstream Barat adalah soal efikasi vaksin dimana vaksin Big Pharma lebih unggul ketimbang vaksin China/Rusia. (https://www.bbc.com/news/world-latin-america-55642648)
Padahal nggak gitu juga cerita sesungguhnya. (baca disini)
Bisa disimpulkan bahwa angka kematian yang mencapai 23 orang di Norwegia, nggak dianggap sebagai ancaman yang serius bagi media mainstream Barat. Prinsip terpenting: vaksin Big Pharma bisa lebih dipercaya publik dan laku di pasaran.
Sadar bahwa vaksinnya bermasalah, nggak aneh jika Pfizer meminta perlindungan hukum dari Republik Wakanda agar jika ada kasus cedera vaksin, perusahaan tidak bisa dituntut oleh negara atau siapapun. (https://nasional.kontan.co.id/news/pfizer-minta-kebal-hukum-tuntutan-atas-efek-samping-vaksin-corona-ke-pemerintah-ri)
Kalo sudah begini, kusut masalahnya.
Seharusnya itu justru yang menjadi concern: “Kalo vaksin yang dipakai menyebabkan efek samping fatal dikemudian hari, siapa yang akan bertanggungjawab jika pemerintah sudah kasih perlindungan buat perusahaan?“
Ini perlu jadi tekanan mengingat vaksin punya efek jangka panjang, bukan?
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments