Jokowi dan Gagal Paham Para Pendukungnya
Oleh: Ndaru Anugerah
“Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Jokowi?” tanya seoorang netizen kepada saya beberapa hari yang lalu.
Sebagai analis Geopolitik saya agak malas bahas yang beginian. Akan banyak pihak yang kebakaran jenggot akibat analisa saya tersebut. Aliasnya nggak asik untuk membahas hal yang begituan. Tapi karena diminta, biar nggak kecewa saya akan coba bahas.
Goyang mang…
Apa yang diminta oleh Jokowi sebenarnya simpel, berdamai dengan Corona. Itu kata kuncinya. Artinya apa? Kita harus tetap produktif di tengah pandemi, dengan cara menyesuaikan diri pakai kebiasaan baru. New normal, istilahnya.
“Bahwa Covid itu ada tapi kita harus tetap produktif dengan melakukan beberapa penyesuaian dalam kehidupan,” ungkap Bey selaku jubir Istana (8/5). (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200508093126-20-501191/istana-luruskan-maksud-jokowi-hidup-berdamai-dengan-corona)
Hal ini kemudian diperjelas dengan para pendengungnya, dengan bahasa yang kurleb sama. “Kita harus berdamai dengan Corona, dengan alasan bla-bla-bla…”
Namun, tangkapan yang diterima para pendukung setianya, beda lagi. Yang saya amati, para pendukung setia yang kebanyakan kaum middle class tersebut, malah bertindak diluar skenario dan terkesan lebay.
Segala macam dikasih komentar, dari mulai meningkatnya kasus si Kopit, pembentukkan klaster-klaster baru, hingga cemohan kepada pihak yang kurang sependapat dengan mereka. Padahal itu adalah agenda elite global yang dimainkan oleh media mainstream, dengan tujuan utama buat masyarakat makin ketakutan akibat si Kopit. (baca disini, dan disini)
Pertanyaannya: siapa yang mereka dukung, Jokowi atau elite global?
Contoh gampangnya: saat Menkes Terawan mengumumkan bahwa rapid test tidak lagi direkomendasikan untuk mendiagnosa orang yang terinfeksi si Kopit (13/7), apakah langkah ini diikuti oleh para pendukung setianya? (https://nasional.tempo.co/read/1365186/menkes-tidak-merekomendasikan-rapid-test-untuk-diagnosa-covid-19)
Kan nggak juga. Justru makin banyak yang latah memakai test yang nggak akurat tersebut. (baca disini dan disini)
Kenapa Terawan perlu mengeluarkan pernyataan tersebut? Karena dia ‘tahu’ tentang skenario yang tengah dimainkan oleh elite global ditengah pandemi si Kopit tersebut. “Kalo nggak akurat, ngapain juga dipakai?” begitu kurleb-nya.
Jangan heran kalo misalnya Jokowi terkesan santai dalam menangani si Kopit, dengan memberlakukan aktivitas normal seperti biasanya tanpa banyak aturan. Ya karena si Kopit memang nyatanya bukan pandemi yang mematikan. Ngapain juga harus panik.
Hidup normal dan berdamai dengannya, itu kata kuncinya.
Sampai sini, semoga anda paham duduk masalahnya.
Tetiba, beberapa hari yang lalu, AB memutuskan untuk menarik rem darurat untuk dapat menerapkan PSBB total bagi wilayah Jekardah. “Ini lebih darurat dari kondisi awal-awal Corona,” ungkapnya.
Bukan itu saja. “Kita akan rapatkan tentang pelaksanaan PSBB sehingga pelaksanaannya bukan hanya di Jakarta, tapi kita sinkronkan (dengan wilayah penyangga),” ungkapnya. Aliasnya, PSBB total tersebut maunya melibatkan juga wilayah seperti Jabar dan Banten. (https://www.motorplus-online.com/read/252330186/breaking-news-anies-bersama-pimpinan-kota-penyangga-gelar-rapat-psbb-total-diterapkan-nasional)
Apa alasan seorang AB menerapkan PSBB total?
Klasik. Karena jumlah orang terinfeksi di Jekardah mulai mencapai tahap yang mengkhawatirkan. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200910080103-20-544729/anies-psbb-total-ini-lebih-darurat-dari-kondisi-dulu)
Tahu darimana orang terinfeksi makin banyak?
Ya dari hasil tes yang secara masif terus digelar, termasuk rapid test yang sudah dinyatakan pak Menkes untuk tidak lagi digunakan. Rumusnya, makin banyak orang di test, makin banyak pula orang yang terinfeksi. (https://regional.kontan.co.id/news/dki-jakarta-menggelar-pemeriksaan-tes-pcr-sebanyak-5902-orang-dalam-sehari)
Apakah test-nya akurat? Presiden John Magufuli dari Tanzania sudah mengujinya. (baca disini dan disini)
Lantas apa alasan sesungguhnya AB dalam menerapkan PSBB total?
Pertama untuk mendapatkan dana segar dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disediakan oleh pemerintah pusat dalam skema utang (yang mencapai puluhan trilyun rupiah) untuk menanggulangi akibat yang disebabkan si Kopit. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5123725/anies-rk-sudah-utang-rp-16-t-ke-smi-begini-aturannya)
Dan kedua, mendorong Indonesia jatuh ke jurang resesi, seperti halnya Singapura, Jepang, Korsel, Filipina dan Jerman.
Ini nggak berlebihan, mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua sudah minus 5,32%. Dan jika pada kuartal ketiga yang sedang berjalan ini kembali negatif, maka resesi sudah terbayang di depan mata. (https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/08/112600565/penanganan-covid-19-dinilai-jadi-penentu-apakah-indonesia-resesi-atau-tidak?page=all)
Padahal sebelumnya Menteri Luar Biasa Jokowi (baca: LBP) sempat optimis dengan kinerja perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga. “Masyarakat jangan ditakut-takuti melulu dengan istilah resesi, karena resesi bukan akhir dari segalanya.” (https://money.kompas.com/read/2020/08/30/171000526/ancaman-resesi-luhut–jangan-terus-ditakut-takuti-?page=all)
Apa lacur, gong sudah dipukul. Bagaimana langkah AB dalam menjalankan agenda elite global tersebut? Apakah akan meraih sukses atau justru sebaliknya?
Silakan anda nikmati menu yang tersedia.
Salam Demokrasi!!
(*Penulis adalah analis Geopolitik dan mantan Aktivis 98)
0 Comments